Pemerintah Arab Saudi memasukkan Indonesia dalam daftar negara yang dilarang berkunjung. Kebijakan mendadak itu membuat ratusan jamaah umrah batal berangkat.
Pelaksanaan haji pun semakin diliputi ketidakpastian.
Selain Indonesia, ada 19 negara yang juga di-blacklist Saudi. Yakni, Argentina, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, Brasil, Jerman, dan Inggris.
Kemudian, Jepang, Italia, Pakistan, Irlandia, Portugal, Turki, Afrika Selatan, Swedia, Swiss, Prancis, Lebanon, Mesir, dan India. Kebijakan yang berlaku mulai kemarin itu bertujuan meredam persebaran Covid-19 di Saudi.
Salah satu travel yang terdampak penutupan tersebut adalah travel haji dan umrah Assuniyah di Jember. Ahmad Ghonim Jauhari selaku pengelola travel Assuniyah mengatakan, pihaknya sebenarnya akan memberangkatkan jamaah umrah pada 12 Februari.
"Ada 23 jamaah yang siap berangkat. Jadi 24 jamaah termasuk saya," katanya kemarin.
Kini, dia terpaksa menunda keberangkatan. Hal itu sudah disampaikan kepada jamaah. Para jamaah pun menerima keputusan tersebut.
Pria yang akrab disapa Gus Ghonim itu melanjutkan, harga paket umrahnya Rp 26 juta. Rencananya, terbang dari Bandara Juanda Surabaya, Sidoarjo, menuju Jeddah dengan menggunakan maskapai Lion Air.
Di sisi lain, Kabid Umrah Asosiasi Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Zaky Zakaria Anshary sangat prihatin dengan pengumuman dari Arab Saudi itu.
"Padahal, penyelenggara umrah sedang semangat-semangatnya promosi," ujarnya.
Selain itu, pihak travel umrah bersemangat karena usia jamaah diperlonggar menjadi 18–60 tahun mulai 22 Januari lalu.
Zaky mengatakan, kantor travel umrah yang sebelumnya tutup mulai membuka operasional kembali. Tetapi, sekarang jadi kembali tidak jelas.
Dia mengakui, salah satu pertimbangan Saudi adalah peningkatan kasus Covid-19 di sana.
Zaky menyebutkan, Saudi sudah mengumumkan menang melawan pandemi Covid-19 pada 13 Desember 2020. Salah satu indikatornya adalah rata-rata kasus harian yang di bawah 150, dengan jumlah kesembuhan mencapai 90 persen.
Saudi menjadi negara keempat yang paling aman dikunjungi di tengah pandemi. Namun, pada 2 Februari lalu, kasus Covid-19 di Saudi meningkat. Jumlahnya mencapai 310 kasus dan empat kasus meninggal.
Konsul Jenderal (Konjen) Republik Indonesia di Jeddah Eko Hartono menyampaikan, masih ada 589 jamaah umrah Indonesia yang berada di Saudi. Mereka belum melaksanakan ibadah umrah sama sekali.
Eko memastikan bahwa mereka tetap diperbolehkan melanjutkan ibadah dan akan dibantu agar bisa kembali ke tanah air sesuai jadwal. Karena itu, dia meminta mereka tak panik.
"Kami akan berkoordinasi dengan airlines dan instansi di Saudi supaya mereka bisa tetap pulang sesuai rencana," ungkapnya.
Kepulangan jamaah tersebut juga ditegaskan Konsul Haji KJRI Jeddah Endang Jumali. Dia memastikan keputusan itu tidak mengganggu jadwal kepulangan jamaah umrah.
"Kalau untuk keluar dari Saudi, tidak ada masalah," ucapnya.
Sebagai informasi, penyelenggaraan ibadah umrah dibuka oleh Saudi untuk warga negara non-Saudi pada 1 November 2020 hingga 2 Februari 2021. Selama rentang waktu tersebut, total jamaah umrah asal Indonesia mencapai 2.603 orang.
Penyelenggaraan Haji
Keputusan Saudi menutup akses untuk Indonesia juga berimbas pada rencana penyelenggaraan haji. Sangat mungkin haji tahun ini kembali ditiadakan.
Indikasinya, banyak persiapan yang belum dilakukan Kementerian Agama (Kemenag). Misalnya, rekrutmen petugas haji yang biasanya dimulai pertengahan Februari hingga kini belum dibuka.
Besaran biaya haji juga belum diputuskan. Tahun lalu, meskipun haji dibatalkan karena pandemi, biaya haji diputuskan pada 30 Januari atau sekitar 5 bulan sebelum penerbangan perdana jamaah haji.
Nah, tahun ini, pemerintah bersama Komisi VIII DPR baru menyetujui pembentukan panitia kerja (panja) biaya haji 2021.
Padahal, waktu yang tersisa tinggal empat bulan. Sebelumnya, Menag Yaqut Cholil Qoumas menyatakan, jika menggunakan acuan kondisi normal, rombongan haji tahun ini mulai diberangkatkan pada 15 Juni.
Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Oman Fathurahman mengakui, belum banyak perkembangan persiapan haji 2021. Termasuk soal biaya haji yang belum ditetapkan.
"(Masih, Red) Menyusun skema-skema anggaran BPIH (biaya penyelenggaraan ibadah haji, Red)," terangnya saat dikonfirmasi kemarin.
Penyusunan biaya haji tahun ini berbeda dengan tahun lalu. Tahun lalu, harga ongkos haji disusun tanpa ada penyesuaian dengan kondisi pandemi Covid-19. Tetapi, tahun ini, penyusunan biaya haji disesuaikan dengan skenario penyelenggaraan haji di tengah pandemi.
Kemenag sudah menetapkan skenario haji 2021. Mulai skenario haji berjalan dengan kuota normal, haji dengan kuota dibatasi, hingga skenario terburuk tidak ada haji seperti periode 2020.
Nah, ongkos haji antara kuota normal dan kuota separo berbeda. Semakin sedikit jumlah jamaah haji, biayanya semakin mahal.
Oman mengatakan, seharusnya saat ini rekrutmen petugas haji sudah selesai. Namun, Kemenag bisa saja menggunakan hasil seleksi petugas haji 2020 yang berhenti di tengah jalan.
Soal kontrak layanan haji di Arab Saudi, lanjut Oman, sudah dilakukan sejumlah pendekatan. Dia menjelaskan, komunikasi kontrak layanan haji dilakukan sejak tahun lalu. Penyedia layanan haji 2021 bisa menggunakan perusahaan yang lolos seleksi penyedia layanan tahun lalu.
Sebagaimana diketahui, tahun lalu Kemenag sudah melakukan seleksi atau penjaringan penyedia layanan haji di Arab Saudi. Baik itu katering, hotel, maupun transportasi.
Namun, seluruhnya terhenti karena pandemi.
"(Kontrak, Red) akan terus diperbarui sesuai update" ungkapnya.
Kontrak layanan haji juga bergantung jumlah jamaah yang akan berangkat tahun ini.
Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Dadi Darmadi menuturkan, keputusan Saudi memasukkan Indonesia dalam "daftar hitam" membuat penyelenggaraan haji semakin tidak pasti.
Apalagi, penyelenggaraan haji yang mengacu pada kalender Hijriah semakin maju setiap tahunnya.
"Keputusan Saudi harus menjadi wake-up call bagi pemerintah Indonesia. Khususnya Satgas Covid-19," tegasnya kemarin.
Pemerintah Indonesia harus serius menangani persebaran Covid-19. Sebab, penanganan Covid-19 di Indonesia juga dipantau oleh negara-negara lain. Termasuk Arab Saudi.