Baru-baru ini, geger kabar 2 apoteker dipenjara lantaran tak bisa membaca tulisan di resep obat.
Bukan hanya itu, diduga 2 apoteker ini membuat sang pasien tidak sadarkan diri usai mengonsumsi obat yang diberikan tersebut.
Dua terdakwa bernama Okta dan Sukma berawal dari tuntutan seorang warga Medan bernama Yusminar.
Pada 6 November 2018, Yusminar membeli obat di Apotik Istana I.
Ia membawa resep dokter dari Klinik Bunda, yang berada di Jalan Sisingamangaraja Nomor 17, Medan.
Saat itu kedua terdakwa belum bekerja di apotek tersebut.
Lalu, saat pembelian obat pada 3 Desember 2018, terdakwa Sukma sudah bekerja di apotek tersebut, namun tidak di bagian yang melayani pembelian obat.
Kemudian, karyawan yang melayani Yusminar ragu dengan salah satu tulisan sang dokter di resep.
Saat dihubungi, dokter tersebut tidak menjawab panggilan telepon.
Akhirnya, karena tak mau ambil resiko, karyawan tersebut mengembalikan resep.
Setelah itu, pada 13 Desember 2018, Yusmaniar menyuruh anaknya untuk membelikan obat dengan menggunakan resep yang sama.
Namun, anak Yusminar tersebut meminta tolong temannya untuk menebus resep itu.
Saat itu, menurut Kepala Divisi Buruh dan Miskin Kota di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Maswan, yang menerima resep dan memberikan obat adalah Endang Batubara.
Kemudian, setelah beberapa hari mengonsumsi obat, pada 15 Desember 2018, Yusmaniar jatuh sakit dan mendapat perawatan di RS Materna.
Kemudian pada 17 Desember 2018, dilarikan ke RS Royal Prima karena Yusminar tidak sadarkan diri.
Dari hasil diagnosis diketahui gara-gara meminum obat Amaryl M2.
"Obat Amaryl M2 adalah obat yang diragukan karyawan apotek makanya dia menghubungi dokter untuk memastikan. Karena teleponnya gak diangkat, dia tak berani, dipulangkannya resep,"
"Waktu ditebus lagi dan diterima Endang Batubara, obat ini diberikan. Pada 21 Desember 2018, anak korban membuat laporan polisi atas kesalahan pemberian obat dan kedua terdakwa menjadi tersangkanya," kata Maswan.
Akibat hal tersebut, kedua apoteker itu sempat menjalani penahanan sejak 2-21 Juli 2020.
Lalu PN Medan memperpanjang masa penahanan sejak 22 Juli sampai 8 November 2020.
Akhirnya, pada 3 November-nya, kuasa hukum mengajukan penangguhan penahanan terhadap kedua terdakwa dan dikabulkan hakim sesuai Penetapan Nomor: 2258/Pid.Sus/2020/ PN Mdn.
Namun, pada Rabu (27/1/2021) lalu, kedua terdakwa bernama Okta Rina Sari (21) dan Sukma Rizkiyanti Hasibuan (23) divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Medan.
Dua apoteker yang sempat dipenjara akibat tak bisa membaca tulisan dokter di resep obat.
Berkaca dari kisah 2 apoteker yang dipanjara akibat tidak bisa membaca tulisan di resp obat, ternayat ada beberapa alasan mengapa tulisan dokter sulit dibaca.
Waktu yang Terbatas untuk Menulis
Kalau diperhatikan, dokter yang membuka praktik pemeriksaan hanya menerima pasien dalam waktu yang singkat saja, misalnya tiga atau empat jam.
Padahal, dalam jangka waktu itu, banyak pasien yang berdatangan dan mengantre untuk diperiksa.
Hal ini membuat dokter harus memeriksa dan memberikan resep obat kepada pasien dalam waktu yang cepat.
Untuk mempersingkat waktu, dokter pun akhirnya menuliskan resep obat untuk pasien dalam waktu yang cepat.
Karena itulah, dokter jadi tidak punya banyak waktu untuk menulis dengan tulisan yang bagus dan rapi seperti yang kita lakukan di sekolah.
Dokter Lebih Mementingkan Informasi Mengenai Pasiennya
Ketika memeriksa pasiennya, dokter akan mendengarkan keluhan pasien sambil menuliskan segala informasi mengenai gejala penyakit yang dirasakan oleh pasien.
Tentunya akan sulit untuk menulis cepat sambil tetap fokus mendengarkan.
Hal ini juga menjadi salah satu alasan kenapa tulisan dokter telihat tidak bisa dibaca, karena dokter lebih mementingkan untuk menuliskan dengan lengkap informasi mengenai pasiennya, dibandingkan menulis dengan rapi.
Otot Tangan yang Mulai Melemah
Setelah menulis catatan dengan jumlah halaman yang banyak, kita pasti akan merasakan pegal di tangan.
Akibatnya, kita akan mengistirahatkan tangan untuk beberapa waktu dan tidak menulis, sampai pegalnya sedikit hilang.
Hal ini juga yang dirasakan oleh dokter setelah menuliskan banyak informasi pasien yang diperiksanya.
Tulisan dokter akan terlihat semakin memburuk karena otot-otot kecil di tangannya melemah karena terlalu banyak bekerja, bukan hanya menulis resep.
Akibatnya, dokter akan sulit untuk menulis dengan jelas, yang membuat tulisan tangan mereka sulit dibaca.
Nah, itulah dia beberapa alasan tulisan dokter sulit dibaca.