Perajin tahu dan tempe di Kabupaten Lebak, Banten, meminta bantuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan subsidi harga kedelai impor yang melonjak di pasaran. Harga kedelai naik dari Rp 370 ribu menjadi Rp 465 ribu per 50 kilogram.
"Kita sejak sepekan terakhir ini mengeluhkan," kata Ketua Paguyuban Perajin Tahu Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Mad Soleh di Lebak, Sabtu 2 Januari 2021.
Akibat kenaikan harga kedelai itu, perajin tahu di Kabupaten Lebak terancam gulung tikar. Mereka khawatir konsumen menolak membeli tahu mereka jika harga dinaikkan.
Para perajin tahu berharap Presiden Jokowi segera turun tangan dengan memerintahkan Kementerian Perdagangan memberikan bantuan subsidi kedelai. Pemerintah pernah memberikan subsidi kepada perajin tahu tempe ketika harga kedelai impor melonjak.
"Kami minta kedelai bisa kembali bersubsidi sehingga dapat membantu ekonomi masyarakat juga menyerap lapangan pekerjaan," katanya.
Pada saat ini, perajin tahu tempe Kabupaten Lebak ikut mogok produksi bersama perajin se-Jabodetabek mulai 1 Januari sampai 3 Januari 2020. Pemogokan ini diharapkan mendorong pemerintah melakukan intervensi dengan memberikan subsidi kedelai. Harga kedelai terus bergerak naik di pasaran karena persaingan impor kedelai Amerika dan Cina.
Ada 35 unit usaha perajin tahu di Lebak yang terpaksa menghentikan produksi karena kenaikan harga kedelai.
"Kami berharap harga kedelai kembali stabil atau dibantu subsidi," kata Mad Soleh.
Suhali, seorang perajin tempe di Rangkasbitung, Lebak, mengeluhkan kenaikan harga kedelai di pasaran dari Rp 7.500 menjadi Rp 9.500/Kg.
Kenaikan harga kedelai tersebut membuat produksi berkurang dan berdampak terhadap pendapatan.
Selama ini, pendapatan hasil berjualan tempe hanya cukup memenuhi kebutuhan makan keluarga.
"Kami minta harga kedelai kembali normal, sehingga perajin tetap eksis memproduksi tempe sebagai ladang mata pencarian," katanya.
Para perajin tempe tradisional di Rangkasbitung belum berani menaikkan harga satuan tempe karena khawatir ditinggalkan pelanggan. Perajin hanya menyiasati dengan memperkecil ukuran dengan harga normal, yakni Rp1.000 per tempe.
"Kami serba bingung jika harga satuan tempe dinaikkan, pasti pelanggan keberatan," ujarnya.
Adhari, seorang perajin tempe di Rangkasbitung mengatakan selama ini dia mendapatkan kedelai dari pedagang pengecer di Pasar Rangkasbitung.
Sebab di Kabupaten Lebak tidak memiliki lembaga usaha, seperti koperasi maupun asosiasi yang bisa melindungi harga kedelai.
Perajin tempe maupun tahu mendapatkan kedelai langsung dari pengecer dengan harga relatif tinggi.
"Kami berharap pemerintah dapat melindungi para perajin tempe dengan memberikan subsidi harga murah dan terjangkau," katanya.
Di Ambarawa Semarang, Riyan, Seorang perajin tahu tempe juga mengeluhkan naiknya harga kedelai.
Ia meminta pada Presiden Jokowi agar segera turun tangan menangani hal tersebut.
Riyan masih ingat saat awal-awal kampanye Pilpres di akhir tahun 2018, Jokowi pernah merespon soal harga tempe.
"Kan dulu pak Jokowi sering blusukan nyari tempe dan berjanji mengatasi masalah harga-harga (bahan baku) yang naik," ungkap Ryan.
Ia berharap mantan Gubernur Jakarta itu mau blusukan lagi untuk mengecek kestabilan harga di pasar demi menjaga stabilitas pangan nasional.
Blusukan, Jokowi Cek Harga Tempe di Pasar
Sebagaimana diberitakan Viva.co.id pada Rabu, 31 Oktober 2018, Presiden Joko Widodo menyebut tujuannya mengecek harga di pasar tradisional, untuk memastikan jangan sampai ada pihak yang teriak-teriak harga mahal.
Menurutnya, teriakan itu membuat masyarakat dan khususnya kaum ibu, enggan belanja di pasar.
"Jangan sampai ada yang teriak di pasar harga mahal, harga mahal, pedagang pasar bisa ngamuk semua nanti. Enggak ada ibu-ibu ke pasar, pada belanjanya ke hypermaket, ke mal, ya gimana ini. Pasar di sini, langsung ambil di Kemang dari Kramat Jati. Ada yang dari petani langsung ke situ. Pasar tradisional itu adalah pasar yang paling murah. Jangan sampai ada yang masuk pasar, bilang mahal. Orang nanti enggak berani ke pasar lagi. Hati-hati," kata Jokowi usai cek harga di pasar tradisional, Pasar Bogor, Selasa malam, 30 Oktober 2018.
Jokowi, lalu memborong banyak tempe dari pedagang. Ia menyebut, tidak ada perubahan tempe, baik secara ukuran dan harga.
Ia mengaku sengaja mengecek pasar di malam hari, agar bisa banyak mengecek harga dan tidak berdesakan dengan pembeli lain.
"Beli banyak tempe, ya dari dulu kan saya sukanya tempe. Mengecek langsung, harganya naik atau enggak naik. Harganya tetap, ukurannya juga. Saya melihat sendiri. Tetap (tidak berubah). Malam malam ngecek, kalau siang kan berdesak-desakan kan. Kalau malam, yang beli hanya saya saja," kata Jokowi disambut gelak tawa orang di sekelilingnya.
Ditanya soal apakah ibu-bu merasa terjamin? Jokowi enggan berkomentar, namun ia mengajak masyarakat langsung mengecek ke pasar.
"Ya, lihat langsung ke pasar saja lah. Langsung lihat ke pasar saja. Saya enggak akan komentar banyak, melihat langsung ke pasar saja," kata Jokowi.
Jika terjadi kenaikan harga, Jokowi berjanji langsung memerintahkan kementerian terkait untuk mengatasi persoalan tersebut. Termasuk, menjaga stabilitas harga yang ada di pasar.
"Karena, kita ini kalau ada sesuatu yang naik (seperti) telur. Saya pasti perintahkan juga nanti Kementerian Perdagangan dan Menteri Pertanian untuk juga menjaga stabilitas harga itu. Tetapi, jangan sampai harga terlalu rendah, nanti peternak juga teriak-teriak. Harga sayur juga terlalu murah, nanti petani teriak-teriak rugi. Ini menyimbangkannya tidak mudah. Nanti dibilang mahal, yang ngamuk ibu-ibu," kata Jokowi.