Kapten Afwan, Pilot pesawat Sriwijaya Air SJ182 yang jatuh di Kepulauan Seribu sempat diperbincangkan publik setelah peristiwa nahas itu terjadi. Kapten Afwan diketahui orang yang rendah hati dan taat beragama.
Namun, satu hal lain yang cukup janggal diungkapkan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Menurut dia, pesawat Sriwijaya SJ182 sempat terbang ke arah yang bukan semestinya sesaat sebelum kecelakaan.
Menurut keterangan, petugas sempat melihat Sriwijaya SJ 182 terbang ke arah 75 derajat, padahal seharusnya pesawat itu melaju ke barat laut.
Atas kondisi tersebut, petugas lalu sempat menanyakan hal itu kepada Pilot Afwan. Namun tak dijawab.
Dalam beberapa saat kemudian, pesawat Sriwijaya itu lalu lenyap dan hilang dari tangkapan radar.
Lalu, kenapa hal itu terjadi?
Terkait hal ini Penasehat Eksekutif Asosiasi Pilot Garuda, Kapten Shadrach Nababan coba menganalisanya.
Menurutnya, umumnya sebelum berangkat tiap pilot mesti mengisi flight plan yang kemudian mendapat clereance dari Air Traffic Control (ATC).
Flight plan itu nantinya dimasukkan ke dalam sistem navigasi pesawat yang dibawanya.
Sehingga nantinya, ketika pesawat itu terbang, instrumennya sudah menunjukkan jalur yang sesuai dan juga ketinggian yang dicapai.
“Saya yakin mereka sudah memasukkan Standar Instrument Departure-nya (SID), yang sesuai. Dan mungkin mereka juga sudah menggunakan autopilot. Karena biasanya enggak terlalu lama dari take off itu. Jadi pesawat itu akan mengikuti jalur navigasi yang sudah ada di komputer itu,” katanya.
Terkait keluar jalur Sriwijaya SJ 182, Kapten Shadrach memang mengakui melihatnya demikian.
Itu tidak sesuai dengan SID yang ada dalam flight plan-nya. Akan tetapi dia tidak mau menjustifikasi apakah ada sebab pasti mengapa hal itu bisa terjadi. Yang pasti, katanya, ada beberapa penyebab hal itu bisa demikian terjadi.
“Dia kemudian tiba-tiba ke kiri. Saya lihat gambarnya agak sedikit keluar jalur ya. Kita enggak tahu, mungkin karena cuaca atau mungkin ada masalah teknikal di pesawatnya,” katanya memberi jawaban.
Akan tetapi, untuk lebih jelasnya, publik tetap diminta bersabar sampai menunggu hasil investigasi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
“Dalam praktek sehari-hari, Pilot biasa, request dari satu poin ke poin berikutnya. Seperti tak perlu belok-belok, jadi direct saja, ini demi hemat waktu dan hemat bahan bakar,” kata Shadrach.
Hal lain yang kemudian turut disorot adalah soal kemiringan derajat pesawat Sriwijaya SJ182, sekira 30 derajat ke arah kiri. Apakah itu inisiatif pilot atau memang pesawat tak bisa dikendalikan.
Menurut Kapten Shadrach, data itu masih bisa dibilang belum valid. Sebab data sebenarnya baru bisa akan diungkap jika tim investigator KNKT sudah membuka data recorder FDR dan CVR.
Dari sana akan terungkap apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang mereka (pilot-copilot) lakukan.
“Kalau itu karena cuaca, biasanya Pilot akan request (ke ATC), tapi tak ada request itu, hanya hitungan menit hilang dari radar kontak,” katanya.
Lalu soal angle take off, apakah terbilang normal dan tak ada yang janggal, menurut Kapten Shadrach terbilang normal.
“Saya kira normal saja ya. Infonya memang terbatas (yang dia terima). Cuma mereka tak alami apa-apa. Take off-nya normal, tapi ya kembali lagi, semua akan terbuka jika FDR nya sudah dibuka,” katanya.