Kondisi Indonesia saat ini, hingga tiga sampai enam bulan ke depan tengah memasuki masa kritis.
Sebab, semua indikator termasuk angka kematian semakin meningkat.
Dengan kondisi ini, epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman memberikan penegasan kepada pemerintah serta masyarakat Indonesia bahwa dalam pengendalian pandemi ini kesehatan adalah aspek penting yang harus didahulukan dan tidak dapat dinegosiasi dengan kepentingan lainnya di luar itu.
Jika tidak, ia memprediksi pandemi di Indonesia baru akan mereda pada 2024.
Dicky mengatakan, aspek kesehatan ini terpinggirkan dan tidak menjadi prioritas, maka penguatan tes, lacak, dan isolasi (TLI), PSBB, serta peran protokol kesehatan menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas (5M) hanyalah jargon biasa.
“Jika pengendalian pandemi masih dibarengi dengan kepentingan ekonomi harus terus berjalan, ya sulit. Intinya komitmen dan konsistensi. Sehingga hasilnya tidak setengah-setengah,” terangnya saat dihubungi Suara Pembaruan, Jumat (9/1/2021).
Menurutnya, TLI yang menjadi strategi utama pengendalian Covid-19 selama lebih dari 10 bulan ini masih jauh dari kata optimal, dengan alasan belum memadai. Kalau dari aspek testing, diharuskan sesuai dengan skala jumlah penduduk. Minimalnya, harus 1 tes per 1.000 orang per minggu.
Setelah skala minimal itu tercapai, maka dilihat terlebih dahulu, apakah sesuai dengan eskalasi pandemi dengan angka tes positivity rate. Jika masih di angka 5%, maka skalanya harus ditingkatkan lagi.
“Positivity rate adalah angka rujukan, apakah testing kita sudah sesuai dengan eskalasi pandemi itu minimal 5%. Masalahnya, Indonesia sejak awal pandemi itu selalu di atas 10% hingga 20%. Artinya, bukan hanya tidak cukup, tetapi sangat tidak cukup,” tuturnya.
Kemudian, aspek tracing optimalnya dilakukan hingga 80% dari kasus kontak yang teridentifikasi setiap harinya. Jika target tersebut tidak tercapai maka akan terjadi penumpukan dan ruang penyebaran virus Covid-19 ini pun semakin luas.
Selanjutnya, untuk protokol kesehatan juga hingga saat ini masih belum terimplementasi di seluruh lapisan masyarakat. Meski sudah digaungkan sejak awal pandemi, kelalaian dan ketidakdisiplinan masih sering terjadi.
Jika sederet kesalahan ini terus diulangi, ia pun memastikan bahwa pandemi ini tidak akan dapat terselesaikan dalam waktu singkat. Bahkan ia memberikan gambaran bahwa pandemi di Indonesia baru akan mereda di tahun 2024. Terlebih, kini strain atau mutasi virus corona telah muncul di berbagai negara, dengan tingkat keganasan dan penyebaran yang lebih tinggi.
“Saya ingatkan, sekarang sudah tidak ada toleransi. Status pengendalian pandemi ini tidak terkendali. Jangankan kita yang ribuan kasus tidak terdeteksi, Brisbane yang sangat ketat pengendaliannya sangat ideal, masih kebobolan masuknya strain virus baru. Apalagi Indonesia?” tuturnya.
Bukan hanya kebobolan strain virus dari luar negeri, mutasi virus corona ini dapat tercipta di negara dengan tingkat pengendalian pandemi yang buruk. Mengingat, virus dapat leluasa menginfeksi manusia, bersarang dalam tubuh, dan keluar untuk kembali menginfeksi manusia lainnya.
“Makin lama virus berdiam di tubuh manusia, semakin besar kesempatan dia untuk bermutasi. Di Indonesia ini persoalan, sebagian besar kasus infeksi tidak terdeteksi. Masalah ini bisa terkendali jika TLI memadai. Harus segera dilakukan sebelum virus ini semakin liar dan tidak terkendali,” jelasnya.