Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan pemerintah sudah harus menerapkan karantina wilayah alias lockdown setelah total positif Covid-19 mencapai 1 juta kasus.
Jika masih gamang dengan penerapan di seluruh tanah air, kata Dicky, pemerintah bisa menjajal pembatasan mobilitas total di Pulau Jawa. Pembatasan tersebut harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Memang seharusnya untuk Pulau Jawa itu lockdown. Karena situasi berdasarkan indikator epidemiologis sudah mendukung itu, karena episentrum kasus Covid-19 ya di pulau Jawa," kata Dicky, Selasa (26/1).
Dicky menyebut pemerintah tak perlu memberikan toleransi atau pengecualian terhadap beberapa sektor dalam pembatasan total nanti. Menurutnya, seluruh sektor seperti perkantoran, tempat perbelanjaan, dan transportasi harus ditutup.
Dicky pun mencontohkan beberapa negara seperti Selandia Baru yang berhasil menekan kasus setelah melakukan lockdown. Saat ini, kata dia, pemerintah harus mulai menerapkan 5M, yang meliputi memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, membatasi mobilitas, dan menghindari kerumunan.
"PSBB berdasarkan regulasi ya lockdown, berhentinya semua aktivitas sosial-ekonomi. Jadi tidak ada PSBB dengan pengecualian sektor masih buka, itu bukan PSBB namanya," ujarnya.
Di sisi lain, Dicky menyebut satu juga kasus Covid-19 yang diumumkan pemerintah pada hari ini bukanlah angka yang sesungguhnya. Menurutnya, kasus Covid-19 di Indonesia ini seperti fenomena gunung es.
Dia memprediksi kasus Covid-19 di tanah air sudah tiga kali lipat dari jumlah yang diumumkan pemerintah. Setidaknya, kasus Covid-19 sudah berjumlah kurang lebih 3 juta, bahkan bisa lebih.
"Tiga kali lipat setidaknya. Sejuta kasus ini dalam hitungan saya sudah tercapai September 2020 lalu," ujarnya.
Oleh sebab itu, Dicky meminta agar pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan mulai bekerja untuk benar-benar melakukan testing, tracing, dan treatment (3T) secara masif. Sekaligus memperbaiki manajemen data terkait Covid-19.
Menurutnya, banyak ahli kesehatan atau epidemiolog dan beberapa masyarakat meragukan jumlah kasus Covid-19 di tanah air karena data yang 'amburadul' dan penanganan pandemi yang belum tepat.
"Ini dalam 'selebrasi' sejuta kasus, ini ada pesan penting tentang kualitas data di mana orang yang tidak banyak confidence, sejuta saja banyak yang mempertanyakan," ujarnya.
Hari ini, Selasa (26/1) penambahan kasus covid-19 di Indonesia berjumlah 13.094 kasus. Tambahan itu didapat dari pemeriksaan baik menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) atau tes swab, maupun tes cepat molekuler (TCM) terhadap 48.097 orang.
Total kasus Covid-19 di Indonesia kini mencapai 1.012.350 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 820.356 orang dinyatakan telah sembuh, 163.526 orang menjalani perawatan di RS atau isolasi mandiri, sementara 28.468 orang lainnya meninggal dunia.