Warga mengaku kecewa dengan hasil jadi jembatan bambu ponorogo yang habiskan dana hingga 200 juta.
Menanggapi hal itu, Pemkab Ponorogo menjelaskan duduk perkara mengenai biaya jembatan bambu senilai 200 juta tersebut.
Sebuah jembatan bambu sederhana di Ponorogo, Jawa Timur mendadak viral di media sosial.
Pasalnya dikabarkan pembangunan jembatan itu disebut-sebut menelan biaya hingga mencapai Rp200 juta.
Karena keberadaannya yang kontroversial, jembatan bambu ini akhirnya ramai dikunjungi oleh warga.
Warga memberi nama jembatan baru tersebut sebagai Jembatan Tukung. Lokasi jembatan ini berada tepatnya di perbatasan Desa Bulak dan Desa Pandak, Kecamatan Balong, Ponorogo.
Biasanya, lokasi tersebut sepi tapi belakangan ini malah ramai dikunjungi pelancong. Ada yang ingin sekadar melihat-lihat saja tapi ada pula yang hendak berswafoto alias selfie.
Jembatan berbahan bambu ini disebutkan telah menghabiskan anggaran hingga Rp200 juta. Banyak warga yang menilai angka sebesar itu tak sebanding dengan kualitas jembatan yang hanya dari bambu.
Di lokasi tertera jelas informasi yang menyebutkan jika biaya pembangunan jembatan yang berasal dari APBD Kabupaten Ponorogo tahun 2020, menghabiskan biaya senilai Rp199.659.000.
Menanggapi informasi tersebut, pengunjung mengaku kecewa dengan pemerintah setempat yang dinilai mengerjakan jembatan dengan asal-asalan.
Pasalnya, jembatan yang seharusnya dibangun permanen justru hanya berbahan bambu yang mudah rusak dan lapuk apalagi jika lama ditimpa panas matahari dan hujan secara terus menerus.
"Kita penasaran ingin membuktikan, ingin melihat. Aneh banget, Rp200 juta itu harusnya ya sudah jadi jembatan (permanen) lah. Awalnya kan dulu sudah ada jembatan sebelumnya, cuma dibongkar. Terus dibangunnya setengah-setengah gini kan sayang," ujar seorang pengunjung, Anas Karuina.
Untuk itu, warga berharap agar pemerintah daerah lebih serius lagi dalam membenahi insfrastruktur jembatan di wilayah tersebut mengingat betapa pentingnya peran jembatan itu untuk warga.
Pasalnya, warga kerap kesulitan jika hendak bepergian ke pasar, sekolah maupun bertani di sawah karena tidak ada akses lainnya.
Penjelasan dari Pemkab Ponorogo
Menanggapi kabar viral tersebut, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Ponorogo, Jamus Kunto menjelaskan mengenai pembangunan jembatan bambu tersebut.
Ia mengungkapkan awalnya warga meminta jembatan yang menghubungkan dua desa di Ponorogo tersebut segera direnovasi karena sudah tidak layak.
Hal ini dikarenakan jembatan tersebut posisinya rendah dan memicu banjir saat air sungai meluap, apalagi di musim hujan seperti saat ini.
Setelah menerima usulan warga, Bappeda meminta DPUPR menghitung kebutuhan anggaran pembangunan jembatan dengan lebar 2 meter tersebut.
Setelah dihitung kebutuhan anggaran untuk rehab jembatan tersebut membutuhkan uang sejumlah Rp 500 juta hingga Rp 600 juta. Sayangnya anggaran yang tersedia tidak sampai memenuhi kebutuhan itu, melainkan hanya 200 juta saja.
Jamu melanjutkan, permintaan itu kemudian disampaikan ke pemerintah desa dan mereka setuju pembangunan jembatan dilakukan secara bertahap.
Anggaran Rp 200 juta itu kemudian digunakan untuk pembangunan pondasi jembatan di bagian kanan dan kiri. Oleh sebab itu, pembangunan pondasi tersebut sudah diselesaikan di tahun 2020.
Setelah pondasi jembatan selesai dibangun, warga di Desa Pandak dan Desa Bulak memiliki inisiatif untuk patungan guna membangun lantai jembatan.
Tidak menggunakan permanen, warga akhirnya memilih membuatnya dengan bahan anyaman bambu sehingga jembatan itu untuk sementara dapat dilewati sepeda motor, sepeda dan pejalan kaki.
“Pembangunan jembatan itu merupakan aspirastif dari legeslatif desa setempat. Pembangunan jembatan itu atas permintaan warga karena kondisi jembatan sudah lama,” kata Jamus, Jumat (18/12/2020).
Jamus mengungkapkan bahwa jembatan tersebut aman untuk dilewati sepeda motor, sepeda dan pejalan kaki, meski hanya terbuat dari anyaman bambu.
Apalagi di bagian kanan kiri jembatan dipasang pagar juga yang berbahan bambu sehingga aman untuk dilewati.