Publik Indonesia dibuat gempar dengan kasus penembakan enam orang Laskar Front Pembela Islam (FPI) oleh petugas kepolisian pada Senin, 7 Desember 2020 dini hari.
Kasus penembakan tersebut terjadi di tol Jakarta-Cikampek KM 50.
Diberitakan sebelumnya, Kapolda Metro Jaya membenarkan jajarannya tengah membuntuti iring-iringan mobil Imam Besar FPI Muhammad Rizieq Shihab saat itu dalam upaya melakukan penyelidikan.
Akan tetapi, menurut Polda Metro Jaya, petugas yang saat itu berada di lapangan mendapat serangan dari Laskar FPI.
Petugas Polda Metro Jaya yang saat itu berada di lapangan menembak mati enam orang Laskar FPI dan simpatisan Habib Rizieq Shihab lantaran melakukan penyerangan terhadap petugas yang sedang bertugas penyelidikan.
"Ketika anggota Polda Metro Jaya mengikuti kendaraan yang diduga adalah pengikut MRS, kendaraan petugas dipepet lalu kemudian diserang dengan menggunakan senjata api dan senjata tajam," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran di Polda Metro Jaya.
Sebab melakukan penyerangan terhadap petugas yang sedang bertugas penyelidikan, Petugas Polda Metro Jaya lantas menembak enam orang Laskar FPI dan simpatisan Habib Rizieq Shihab.
"Terhadap kelompok MRS yang melakukan penyerangan kepada anggota dilakukan tindakan tegas dan meninggal dunia sebanyak enam orang," ucap Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran.
Kasus penembakan tersebut mendapat perhatian dari Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As'ad Said Ali. As'ad membeberkan operasi intelijen yang diketahuinya semasa menjabat dahulu.
Menurutnya, dalam operasi intelijen ada yang disebut misi penjejakan fisik yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan orang yang tengah dipantau.
Petugas polisi yang saat itu membuntuti iring-iringan mobil Imam Besar FPI Muhammad Rizieq Shihab atau Habib Rizieq disebut sedang menjalankan misi tersebut.
"Terjadinya aksi kekerasan antara beberapa anggota Polri dengan FPI di Karawang, mengusik saya untuk berbagi ilmu tentang 'penguntitan'. Istilah yang lazim dalam dunia intelijen adalah 'penjejakan fisik' atau 'physical surveillance'. Tujuannya adalah untuk mengetahui keberadaan lawan," ujar As'ad Said Ali dalam akun Facebook-nya, 8 Desember 2020.
Jika target yang dipantau curiga, lanjut As'ad, penjejak bisa membatalkan misi atau menghentikan mobil sembari berpura-pura terjadi kesalahpahaman.
"Kalau lawan curiga, penjejak bisa membatalkan misinya atau menekan lawan untuk menghentikan mobil, tetapi tetap berpura-pura tidak menjejaki yang bersangkutan, misalnya mengatakan ada kesalahpahamanan," tutur As'ad.
As'ad menilai, jika dalam menjalankan misi penjejakan fisik terjadi kekerasan dan pembunuhan, maka penjejak memiliki misi lain selain memantau target atau petugas melakukan kecerobohan.
"Kalau sampai terjadi aksi kekerasan apalagi pembunuhan, maka misinya bukan surveillance, tetapi ada misi lain atau kecerobohan petugas. Walllahu a’lam," ucap As'ad.
Oleh karena itu, As'ad mendoakan agar tim penjejak atau petugas di lapangan yang membuntuti iring-iringan mobil Habib Rizieq dapat transparan menjelaskan kasus dengan jernih.
"Semoga tim bisa menjelaskan apa yang terjadi demi 'kebenaran'. Rakyat enggak usah ikut ikutan, jaga diri dari ancaman Covid-19," tutur As'ad Said Ali.
Sebagai informasi, As'ad Said Ali menjabat Wakil Kepala BIN selama 11 tahun terhitung dari tahun 2000 sampai 2011.
As'ad Said Ali menjabat sebagai Wakil Kepala BIN dalam tiga jabatan presiden yang berbeda, yakni Abudrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono.