Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, meminta sejumlah pihak mencermati latar belakang kebijakan penerbitan calling visa bagi Israel agar dapat menyikapi secara komprehensif.
Kebijakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang kembali membuka layanan calling visa bagi delapan negara, termasuk Israel, menuai kontroversi.
Kepada pihak yang menolak kebijakan, pria yang akrab disapa Gus Yaqut itu meminta agar tidak sekadar membuat gaduh di ruang publik.
"Jangan asal komentar, asal tolak, jangan sekadar gaduh saja main tolak. 'calling visa', kan, kebijakan terkait keimigrasian biasa di suatu negara,” kata Gus Yaqut, sapaan akrabnya, dalam pernyataan tertulis, di Jakarta, Rabu.
Gus Yaqut meminta masyarakat untuk mencermati latar belakang kebijakan tersebut diterbitkan, sehingga lebih komprehensif dalam menyikapinya, dan tidak asal menolak.
"Apalagi, kemudian mengaitkan pembukaan 'calling visa' ini dengan rencana membuka hubungan diplomatik dengan Israel atau ini pengkhianatan kepada Palestina. Ini terlalu jauh," ujarnya pula.
Menurut dia, tidak mungkin Pemerintah Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Sebab, ujar dia, kebijakan politik luar negeri Indonesia selama ini sudah jelas, yakni selama Palestina belum seutuhnya merdeka dan berdaulat, maka selama itu pula tidak akan ada hubungan diplomatik dengan Israel.
"Sangat 'clear'. Komitmen Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina tetap seutuhnya tidak berubah. Seperti harapan 'founding fathers', tidak ada satu keraguan pun untuk mendukung kemerdekaan penuh Palestina,” ujarnya lagi.
Gus Yaqut mengingatkan bahwa pemberian "calling visa" kepada WNA Israel sebenarnya telah diberikan sejak 2012 berdasarkan Permenkumham Nomor M.HH-01.GR.01.06 Tahun 2012.
Disebutkannya juga, negara "calling visa" adalah negara yang memiliki kondisi dengan tingkat kerawanan tertentu, baik dari aspek ideologi, politik, ekonomi, budaya, pertahanan hingga keamanan negaranya.
Selain Israel, negara lainnya adalah Afghanistan, Guinea, Korea Utara, Kamerun, Liberia, Nigeria, dan Somalia. Layanan "calling visa" bisa diberikan untuk negara-negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik.
"Sudah sangat jelas disebutkan Kemenkumham, 'calling visa' itu untuk mengakomodasi hak-hak kemanusiaan, seperti pasangan kawin campur, ada juga terkait bisnis, investasi, atau pun bekerja. Itu pun tidak gampang. Diperlukan pemeriksaan dan syarat sangat ketat sebelum mengeluarkan visa. Jadi, tidak asal disetujui," katanya lagi.