Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Corona dari Sinovac, Beijing, China, tiba di Indonesia pada Minggu malam, 6 Desember 2020.
Saat ini, jutaan vaksin COVID-19 Sinovac disimpan di di cool room bersuhu dua hingga delapan derajat Celcius milik PT Bio Farma di Kota Bandung, Jawa Barat.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, menerangkan, kedatangan vaksin Corona Sinovac merupakan bagian dari komitmen Pemerintah dalam upaya penanganan COVID-19 di Indonesia.
Upaya ini merupakan kolaborasi antara pemerintah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan berbagai pihak lainnya.
Namun baru-baru ini Sinovac Biotech Ltd memberikan pernyataan terbaru mengenai efektivitas vaksin virus corona yang diproduksi perusahaan tersebut.
Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi pernyataan PT Bio Farma yang menyebut efektivitas vaksin mencapai 97 persen dalam uji klinis awal.
Namun, Bio Farma kemudian memberikan klarifikasinya soal ini. Juru Bicara Sinovac Biotech Ltd menyebutkan, hingga saat ini belum diketahui kemanjuran dari vaksin tersebut.
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito angkat bicara menanggapi pernyataan Sinovac Biotech Ltd terkait belum terbuktinya efektivitas vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan asal China tersebut.
Wiku enggan memberikan pernyataan yang tegas ihwal belum terbuktinya efektivitas vaksin tersebut. Ia hanya menyebut pemerintah telah memiliki pertimbangan sebelum memutuskan untuk membeli vaksin produksi Sinovac.
"Pada intinya, seluruh keputusan yang dibuat oleh pemerintah sudah melalui berbagai macam pertimbangan," kata Wiku, Kamis (10/12/2020).
Sementara itu, saat ditanya tentang bagaimana kelanjutan penggunaan vaksin Covid-19 bila hasil uji klinis tahap ketiga dinyatakan gagal, menurut Wiku, hal itu telah diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020.
"Jika memang hal tersebut terjadi, maka hal ini sudah diatur dalam PP Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19," jelas Wiku yang juga kini berperan sebagai Jubir Pemerintah untuk Program Vaksinasi.
Namun, Wiku tak menjelaskan pasal mana yang dimaksud mengatur ketentuan apabila hasil uji klinis vaksin gagal.
Sebelumnya, diberitakan bahwa Sinovac Biotech Ltd memberikan pernyataan terbaru mengenai efektivitas vaksin virus corona yang diproduksi perusahaan asal China tersebut.
Adapun hal ini untuk menanggapi pernyataan PT Bio Farma yang menyebut efektivitas vaksin mencapai 97 persen dalam uji klinis awal.
Juru Bicara Sinovac Biotech Ltd menyebutkan, hingga saat ini belum diketahui kemanjuran dari vaksin tersebut.
Melansir Bloomberg, Selasa (8/12/2020), menurut Sinovac, angka 97 persen mengacu pada tingkat serokonversi yang terpisah dari kemanjuran vaksin.
Pasalnya, tingkat serokonversi yang tinggi bukan berarti bahwa vaksin tersebut efektif melindungi orang dari virus corona.
Perusahaan dan mitra Sinovac masih menganalisis data dari uji coba Fase III yang lebih besar di Brasil.
Antara Sinovac dan mitranya berharap mendapatkan indikasi seberapa besar tingkat efektivitas suntikan tersebut berdasarkan data dari sekitar 60 kasus Covid-19.
Pertimbangan pilih Sinovac
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengungkap enam alasan yang membuat pemerintah akhirnya memutuskan membeli vaksin Sinovac.
Pertama, aspek keamanan dan mutu vaksin tersebut telah dipertimbangkan. Hal itu karena vaksin itu masuk ke dalam salah satu vaksin yang direkomendasikan WHO.
Oleh sebab itu, pemerintah meyakini bahwa vaksin Sinovac aman, bermutu dan berkhasiat baik.
Kedua, aspek harga yang terjangku juga menjadi pertimbangan. Di samping juga saat ini vaksin tersebut telah memasuki uji klinis tahap ketiga. Bahkan, pemerintah ikut dalam melakukan riset uji klinis tersebut.
Selanjutnya, pemerintah melihat bahwa efek samping vaksin ini rendah. Selain juga vaksin memiliki dosis tunggal. Artinya, tidak perlu melakukan penyuntikan berkali-kali dalam waktu tertentu.
Pertimbangan keenam, kata Nadia, mempertimbangkan sistem distribusi yang sudah dimiliki Indonesia.
"Misalnya rantai dingin antara dua hingga delapan derajat. Dalam kondisi darurat maka tentu kita pilih yang sesuai dengan yang sudah ada itu," tutur Nadia.
"Jadi banyak hal ya yang kita bisa jadikan pertimbangan. Pemilihan vaksin itu sangat bergantung negara itu sendiri, bukan negara lain," tambahnya.