Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan berhasil menemukan sejumlah bukti yang dinilai "memperjelas" insiden bentrok yang menewaskan enam anggota Front Pembela Islam (FPI).
Komnas HAM menegaskan akan tetap melakukan pemeriksaan dan penelusuran secara independen tanpa berafiliasi dengan pihak manapun, meski kepolisian telah melakukan rekonstruksi terkait tewasnya enam anggota FPI, yang mengawal perjalanan pemimpin FPI, Habib Rizieq Shihab.
Sebelumnya, tim gabungan dari Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya menggelar rekonstruksi kontak tembak antara polisi dan Laskar FPI di empat titik di Karawang, Jawa Barat.
Polri menegaskan rekonstruksi ini sebagai "bentuk transparansi polisi".
Namun FPI memandang adanya kejanggalan dalam rekonstruksi yang dilakukan polisi.
FPI mengatakan kejanggalan ini karena dalam keterangan sebelumnya polisi menyebut anggota FPI tewas dalam baku tembak dengan polisi.
Namun, hasil rekonstruksi mengungkap bahwa keempat anggota FPI tewas di tangan polisi karena disebut merebut senjata polisi ketika ditangkap.
Pengamat kepolisian menyebut rekonstruksi itu menuai pertanyaan publik sebab dalam rekonstruksi terungkap bahwa "polisi tidak melakukan langkah preventif" dan "bertindak tidak sesuai SOP" (standard operation procedure), serta mendesak dibentuknya tim independen pencari fakta.
Bentrokan antara polisi dan Laskar FPI terjadi Tol Jakarta - Cikampek pada Senin (07/12) dini hari.
Dalam insiden tersebut, enam anggota FPI tewas ditembak oleh aparat kepolisian.
Versi polisi menyebut enam anggota FPI itu ditembak mati karena berusaha menyerang petugas kepolisian yang membuntutinya. Namun versi FPI menyebut mereka diserang terlebih dulu.
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran, dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (07/12), menunjukkan barang bukti senjata api yang diklaim milik pengawal Habib Rizieq Shihab.
Bagaimana dengan penyelidikan independen Komnas HAM?
Komnas HAM yang melakukan penyelidikan di lapangan dan mengklaim telah memiliki bukti insiden penembakan anggota FPI, yang disebut bisa memperjelas peristiwa tersebut.
Komnas HAM melakukan pemeriksaan terhadap Kapolda Metro Jaya dan Direktur Utama PT Jasa Marga pada Senin (07/12) terkait tewasnya enam anggota FPI di Tol Jakarta - Cikampek.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menjelaskan Dirut Jasa Marga Subakti Syukur memberikan keterangan tambahan terkait rekaman CCTV, sedangkan Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran menerangkan kronologi kejadian mulai dari sebelum peristiwa hingga setelah peristiwa meninggalnya keenam anggota FPI.
"Ada bukti baru, keterangan tambahannya juga semakin memperjelas peristiwa yang terjadi dan juga soal temuan-temuan lain. Artinya, ini melengkapi puzzle-puzzle yang ada sehingga tinggal kami analisa," ujar Beka Ulung.
Ketika ditanya apa bukti-bukti yang memperjelas insiden itu, Beka Ulung menjelaskan: "Pertanyaan mendasar kan begini, apakah kemudian memang terjadi baku tembak atau tidak. Atau kemudian saksi-saksi mendengar tembakan, ini kan membedakan antara mendengar tembakan dan melihat baku tembak kan beda."
Kendati begitu, ia menjelaskan ada beberapa yang memerlukan pendalaman lebih lanjut.
"Terkait misalnya bagaimana kondisi fisik mobil, baik mobil petugas maupun dari FPI. Yang kedua, soal uji balistik dan juga forensik, ini perlu pendalaman karena kami harus juga melihat secara fisik," jelas Beka.
Beka menjelaskan Komnas HAM menargetkan penyelidikan akan usai dalam waktu satu bulan mendatang.
Apa fakta yang terungkap dalam rekonstruksi?
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menjelaskan rekonstruksi dilakukan di empat titik tempat kejadian perkara (TKP) dengan total 58 adegan pada Senin (14/12) dini hari.
Kegiatan dilakukan di malam hari agar menyesuaikan dengan berita acara pemeriksaan (BAP).
"Rekonstruksi ini merupakan hasil berita acara pemeriksaan, dari olah TKP dan bukti-bukti petunjuk yang ada," ujar Argo usai rekonstruksi, seraya menambahkan pihaknya telah memeriksa 26 saksi terkait insiden tersebut.
"Rekonstruksi kita lakukan biar polisi transparan dalam menangani kasus ini. Jadi kita bisa melihat semuanya adegan per adegan, peran dari saksi seperti apa. Biar semua kita bisa lihat bersama," katanya kemudian.
Empat titik rekonstruksi terdiri dari TKP di bundaran Hotel Novotel Karawang, Jembatan Badami, Rest Area KM 50 dan KM 51+200.
Dalam rekonstruksi, terungkap bahwa dua laskar FPI terluka di Jembatan Badami sedangkan empat lainnya di mobil polisi di Rest Area KM 50 Tol Jakarta - Cikampek.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menjelaskan rekonstruksi dilakukan di empat titik tempat kejadian perkara (TKP) dengan total 58 adegan pada Senin (14/12) dini hari.
Adegan rekonstruksi dimulai dengan beberapa anggota kepolisian yang mengendarai mobil Toyota Avanza berwarna silver dihalangi oleh dua mobil yang dikendarai anggota Laskar FPI, yakni mobil Toyota Avanza berwarna silver dan Cheverolet spin warga abu-abu.
Mobil Toyota Avanza yang dikendarai Laskar FPI menabrak kendaraan yang ditumpangi petugas polisi kemudian melarikan diri, menurut petugas yang melakukan rekonstruksi.
Kemudian, mobil Laskar FPI yang lain menghadang mobil petugas. Empat orang keluar dari mobil disebut keluar sambil membawa senjata tajam, kemudian melakukan penyerangan terhadap mobil petugas.
Petugas lalu mengeluarkan tembakan peringatan yang disambut oleh tiga tembakan dari mobil Laskar FPI ke arah mobil polisi kemudian melarikan diri.
Di Jembatan Badami, mobil yang memuat enam anggota FPI itu kemudian disalip oleh mobil petugas dari sisi sebelah kiri.
Dalam rekonstruksi, salah seorang laskar membuka kaca mobil dan mengarahkan senjata ke salah seorang petugas di dalam mobil yang berisi empat petugas polisi itu.
Di lokasi itulah, baku tembak antara polisi dan laskar FPI disebut terjadi.
Usai kejar-kejaran sekitar 200 - 300 meter, mobil petugas tertinggal jauh dari mobil yang ditumpangi anggota FPI.
Namun, mobil Chevrolet yang ditumpangi anggota FPI terhalang sebuah mobil ketika akan keluar dari Rest Area KM 50 Tol Jakarta - Cikampek.
Di saat itulah, aparat mengepung mobil tersebut dan meminta penumpang untuk menyerahkan diri.
Dalam rekonstruksi, terungkap bahwa dua orang anggota FPI terluka. Sebab, keduanya tampak keluar dari mobil dengan jalan terpincang.
Mobil Chevrolet yang ditumpangi anggota FPI terhalang sebuah mobil ketika akan keluar dari Rest Area KM 50 Tol Jakarta - Cikampek. Di saat itulah, aparat mengepung mobil tersebut dan meminta penumpang untuk menyerahkan diri.
Menurut Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian, kedua orang itu terluka saat aksi baku tembak di TKP sebelumnya.
"Di dalam proses pengejaran, melihat dari gelagat pelaku yang mencoba mengarahkan tembakannya kepada petugas, daripada didahului, anggota melakukan tindakan tegas. Ternyata sampai TKP 3 begitu berhasil di blok, begitu dibuka dua dari pelaku sudah dalam keadaan terluka," terang Andi, tanpa merinci lebih lanjut luka yang dialami kedua orang tersebut.
Selanjutnya, kedua anggota FPI yang terluka dibawa menggunakan mobil polisi. Sementara empat orang lain dibawa menggunakan mobil Daihatsu Xenia milik polisi lainnya, yang tiba untuk membantu polisi yang melakukan pengejaran.
Di TKP terakhir, yakni KM 51+200 empat anggota FPI itu ditembak polisi karena diduga mencoba merebut senjata petugas.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian, menjelaskan satu anggota FPI duduk di bangku tengah bersama anggota polisi, sementara tiga yang lain duduk di bangku belakang. Keempatnya tidak diborgol.
"Dalam perjalanan yang tidak jauh jaraknya, dari KM 50 Rest Area sampai dengan KM 51 sampai KM 51,2 terjadilah penyerangan atau merebut senjata anggota. Terjadi percobaan untuk merebut senjata anggota dari pelaku yang ada di dalam mobil," jelas Andi yang menggambarkan aksi yang dilakukan oleh petugas polisi itu sebagai "tindakan pembelaan".
"Di situlah terjadi upaya dari penyidik yang ada di dalam mobil untuk lakukan tindakan pembelaan sehingga keempat pelaku di dalam mobil itu semuanya mengalami tindakan tegas dan terukur dari anggota yang ada di dalam mobil," katanya kemudian.
Dalam insiden itu, enam orang anggota FPI yang meninggal dunia yakni Andi Oktaviawan (33 tahun), Lutfi Hakim (24 tahun), Faiz Ahmad Syukur (22 tahun), M Reza (20 tahun), Muhammad Suci Khadafi Poetra (21 tahun) dan Akhmad Sofian (26 tahun).
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian menggambarkan aksi yang dilakukan oleh petugas polisi itu sebagai "tindakan pembelaan".
Apa respons FPI dan kepolisian hasil rekonstruksi?
Benny Mamoto dari Kompolnas, yang turut serta dalam rekonstruksi itu mengungkapkan "bahwa memang benar terjadi penyerangan yang aktif" dari anggota FPI.
"Ini kiranya menjadi pemahaman kita bersama apa yang sesungguhnya terjadi," ujarnya.
Hal itu ditegaskan juga oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian, yang menjelaskan dari TKP 1, mulai terjadi penyerangan terhadap anggota kepolisian.
"Sehingga tentu menyikapi penyerangan tadi, anggota Polri dalam hal ini penyidik dalam kendaraan tersebut melakukan pengejaran," akunya.
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran (kanan) dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman (tengah) menunjukkan barang bukti senjata api dan senjata tajam yang diklaim milik pengikut Habib Rizieq Shihab.
Sekretaris Umum FPI, Munarman, mengungkap adanya kejanggalan dalam rekonstruksi yang dilakukan polisi.
Ia mengatakan kejanggalan itu terlihat dari keterangan polisi sebelumnya bahwa anggota FPI tewas dalam baku tembak dengan polisi.
Namun hasil rekonstruksi mengungkap bahwa keempat anggota FPI tewas di tangan polisi karena disebut merebut senjata polisi ketika ditangkap.
"Kalau serangannya di atas mobil, kita pertanyakan. Kalau empat orang sudah di mobil artinya sudah diakui sekarang ini bahwa empat masih hidup, itu dulu poinnya.
"Empat masih hidup pada saat itu tidak terjadi tembak menembak, kemudian dibawa pakai mobil dan di dalam mobil dikatakan, difitnah bahwa mencoba merampas senjata petugas. Jadi ini ceritanya berubah," ujar Munarman ketika ditemui wartawan usai menjenguk pemimpin FPI, Habib Rizieq Shihab yang ditahan sejak Sabtu (12/12) lalu.
"Pertanyaan yang patut diajukan, berapa orang itu di mobil? Masak empat-empatnya cuma dikawal dua petugas? Nah ini makin aneh," imbuhnya kemudian.
Masih banyak pertanyaan yang belum terungkap - tanggapan pengamat kepolisian
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto menganggap "masih banyak pertanyaan" yang belum terjawab dalam rekonstruksi yang dilakukan polisi.
"Bagaimana orang yang sudah tertangkap kemudian melakukan penyerangan. Ini yang akan memunculkan pertanyaan banyak pihak juga," kata dia.
Ia juga menyebut bahwa "polisi tidak melakukan langkah preventif".
"Bila sebelumnya mereka melakukan penyerangan, kemudian terjadi penangkapan, mengapa bisa terjadi empat orang itu dikumpulkan dalam satu mobil kemudian mereka bisa melakukan penyerangan.
Jenazah pengikut Habib Rizieq Shihab yang baku tembak di Jalan Tol Jakarta-Cikampek pada Senin (7/12) lalu telah selesai diotopsi dan diserahkan kepada pihak keluarga untuk dibawa ke rumah duka.
"Artinya di situ tidak ada rasio yang proporsional antara tersangka dengan polisi yang mengawal yang tertangkap, ini mengakibatkan penyerangan kembali kemudian muncul insiden dan memunculkan korban meninggal itu," katanya.
Dalam Peraturan Kapolri tahun 2009, kata Bambang, polisi seharusnya melakukan standar preventif untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti itu.
Senada, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menganggap aparat polisi sudah "melanggar standar operasi dan prosedur (SOP)" dalam kasus kematian anggota FPI tersebut.
Ia mempertanyakan mengapa keempat anggota FPI yang diamankan tidak diborgol saat dimasukkan ke mobil polisi.
Neta juga menganggap anggota polisi yang seharusnya terlatih, tidak mampu melumpuhkan anggota FPI yang tak bersenjata yang sudah diamankan.
"Sehingga para polisi main hajar menembak dengan jarak dekat hingga keempat anggota FPI itu tewas," kata Neta.
Menyikapi aksi polisi yang diduga tidak melakukan langkah preventif dan tidak sesuai SOP, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menjelaskan bahwa lembaganya "akan menganalisa dengan instrumen HAM dan instrument internal kepolisian".
Khususnya, kata Beka Ulung, Peraturan Kapolri nomor 1 tahun 2009 soal penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian dan Peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2009 tentang implementasi nilai dan prinsip hak asasi manusia dalam tugas sehari-hari kepolisian.
"Di situ nanti akan terlihat bagaimana tahapan-tahapan yang digunakan kawan-kawan kepolisian dalam menyikapi situasi yang ada," cetus Beka Ulung.
Bagaimana dengan desakan dibentuknya tim independen pencari fakta?
Neta S Pane mendesak Mabes Polri mau mengakui adanya pelanggaran SOP tersebut.
Ia pun mendesak Komnas HAM dan Komisi III DPR mau mencermati pelanggaran SOP yang kemudian menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM dalam kematian anggota FPI yang mengawal Habib Rizieq
"Sebab itulah, Komnas HAM dan Komisi III perlu mendesak dibentuknya Tim Independen Pencari Fakta agar kasus ini terang benderang," ujarnya kemudian.
Namun, Bambang Rukminto dari Institute for Security and Strategic Studies menganggap tim independen pencari fakta menjadi langkah terakhir.
"Yang terpenting, bagaimana saat ini semangat kepolisian menjaga profesionalisme, membukanya dengan penuh transparan. Kemudian di situ terjadi kesalahan-kesalahan, tentunya harus ada pertanggungjawaban yang bisa diterima publik," kata Bambang.
Dalam pernyatannya pada Minggu (13/12), Presiden Joko Widodo menegaskan jika ada perbedaan pendapat perihal proses penegakkan hukum, ia meminta semua pihak menggunakan mekanisme yang ada, yaitu melalui proses peradilan.
Jika memerlukan keterlibatan lembaga independen, katanya, masyarakat dapat menyampaikan pengaduannya melalui Komnas HAM.
"Tidak boleh ada warga dari masyarakat yang semena-mena melanggar hukum yang merugikan masyarakat, apalagi membahayakan bangsa dan negara dan aparat hukum tidak boleh mundur sedikit pun," kata Jokowi.
"Tapi aparat penegak hukum juga wajib mengikuti aturan hukum dalam menjalankan tugasnya, melindungi HAM dan menggunakan kewenangannya secara wajar dan terukur," ujarnya kemudian.
Sementara Beka Ulung Hapsara dari Komnas HAM memastikan bahwa lembaganya akan bekerja secara independen tanpa berafiliasi dengan apapun.
"Komnas HAM adalah lembaga independen artinya kami tidak punya atasan atau kemudian bertanggung jawab kepada yang lain. kami hanya kepada negara yang ada saja.
"Tentu saja kami akan bekerja secara independen, objektif dan tentu saja transparan supaya akuntabilitasnya bisa dipertanggungjawabkan."