Kini ada sebuah percakapan yang tersebar di Facebook yang begitu menyentuh bila dikaitkan dengan situasi bangsa pada saat ini yang terkena 'Arabphobia'.
Semua yang berbau Arab dianggap teroris, tidak mencintai NKRI, bahkan anti Pancasila. Dengan kata yang lebih gampang nuansa ini kenal dengan sebutan 'Kadrun'.
Namun, dalam postingan yang berasal dari laman 'Generasi Muhammadiah Reborn' itu ada paparan dan kisah menarik tentang peran dunia Arab dalam kemerdekaan Indonesia. Ini makin jelas dan banyak tidak disadari bahwa kosa kata bahasa Arab berasal dari bahasa Arab bertaburan dalam bahasa Indonesia. Bahkan ada penelitian yang menyatakan bila lebih dari 30 persen bahasa Arab menjadi serapan bahasa Indonesia, termasuk bahasa Jawa.
Tak hanya yang paling asasi dalam konstitusi yakni pengaturan kalimat dalam Pancasila kata kunci yang ada pada sila-sila tersebut adalah memakai bahasa Arab. Ini misalnya adanya kata adil, adab, rakyat, hikmah, musyawarah, dan wakil.
Perlu diketahui khusus untuk suku-suku bangsa di Indonesia kosa kata serapan yang berasal dari Arab dan tidak dapat diganti dengan bahasa lokal adalah kata 'Adil'. Padahal bila bercermin dalam bahasa lain, seperti Inggris,Prancis,Belanda, hingga Italia padanan kata adil mereka punyai. Tapi dalam bahasa lokal Indonesia kosa ata adil tetap adil. Tak ada padanan katanya.
Namun, bila dilihat dari sejarahnya dibelakang Arabphobia itu sebenarnya adalah Islamphobia. Dan ini muncul sudah sangat lama dan terindikasi salah satunya dari sikap kolonial Belanda yang kala itu ingin memadamkan perlawanan umat Islam yang kala itu memilih 'uzlah' (memisahkan) diri dari kehidupan politik kolonial.
Di sepanjang masa kolonial, umat Islam tak mau masuk dan menerima pendidikan barat (memilih mandiri) mendidik generasinya di pesantren, tak mau jadi pejabat dan pegawai negeri kolonial. Bahkan memakai pakaian barat ala 'tuan kolonial' tak ada yang bersedia.
Umat Islam memilih bergaya pakain model lain misalnya mengimpor model pakaian asal Cina (baju koko) atau hingga memakai sarung yang merupakan pakaian khas orang Mynmar (long Yi).
Para ulama dan santri juga memilih pakain ala Arab yakni serban dan jubah. Seorang raja Mataram yang santri bahkab di sebut Sultan Wali, yakni Pakubuwono IV, memilih berpakain serban dan jubah dalam keseharian. Sultan lain menginisiasi kuliner lokal dengan makanan khas Arab seperti nasi uduk (nasi yang dimasak dengan santan) yang dipakai sebagai pengganti nasi khas Arab.
Phobia Arab dan Islam terlihat semakin jelas dalam sejarah Indonesia kontemporer pada dekade 1960-an yang lazim disebut Orde Lama. Kala itu semua yang berbau Islam diolok-olok dengan telanjang. Sebutan yang ada di kitab Gatoloco kini nyata muncul permukaan. Indikasi terkuat pengobar sikap itu telunjuknya diarahkan kepada kekuatan kiri atau komunis.
Dalam kajian sejarah mengutip artikel dalam serbasejarah.com, Serat Darmagandul merupakan kitab kontroversial yang mengambil ide cerita dari Serat Babad Kadhiri. Meskipun merupakan hasil plagiasi dari Babad Kadhiri, namun Serat Darmagandul tampaknya ditulis berdasarkan motif tertentu yaitu keberpihakan pengarangnya terhadap pemerintah kolonialis Belanda dan kecenderungan terhadap keberadaan misi Kristen di tanah Jawa. Unsur Kristen dalam Serat ini boleh dikatakan dominan dengan menggunakan simbolisasi wit katvruh dan berbagai cerita yang berasal dari Bibel.
Serat Babad Kadhiri ditulis berdasarkan perintah Belanda. Sedangkan serat Darmagandul menunjukkan wujud apresiasi yang baik terhadap Belanda, bukan dalam pandangan sebagai musuh atau penjajah namun justru sebagai kawan. Mengingat pengarang Darmagandul tidak jelas identitasnya, maka kemiripannya dengan Babad Kadhiri ini jelas menimbulkan sebuah pertanyaan besar.
Dapat diduga bahwa Babad Kadhiri yang ditulis atas perintah dari Belanda, kemudian dimanfaatkan untuk membuat Serat Darmagandul dengan tujuan memarginalkan ajaran Islam dan sekaligus memanipulasi sejarah Islam.
Lengkapnya postingan di Facebook dari laman 'Generasi Muhammadiyah Reborn' itu begini:
-------------
MEMBACA SEJARAH YANG SEBENARNYA KITA DAPAT MENJADI TAHU DAN TIDAK LAGI TERTIPU OLEH SEJARAH PALSU
1. MENJADI TAU
Siapa yang pertama memberitakan kemerdekaan Indonesia..?
Koran-koran ARAB.
2. MENJADI TAHU
Siapa yang pertama mengakui kedaulatan Republik Indonesia..?
ARAB, MESIR dan PALESTINA.
3. MENJADI TAHU
Siapa yang pertama mengirim bantuan Senjata dari luar Indonesia pasca Proklamasi..?
ARAB, senjata dari MESIR diangkut atas biaya ARAB SAUDI.
4. MENJADI TAHU
Siapa tokoh yang pertama mengucapkan Selamat atas Kemerdekaan Indonesia..?
ARAB, Syaikh Ismail Husein Mufti Palestina.
5. MENJADI TAHU
Proklamasi 1945 dibacakan di Rumah Orang ARAB, Faraj Martak. Jalan Proklamasi 56..
6. MENJADI TAHU
Bung Karno sakit beri-beri sebelum proklamasi, sembuh diberi MADU ARAB oleh Faraj Martak.
7. MENJADI TAHU
Kakeknya Bung Hatta belajar di ARAB..
8. MENJADI TAU
KYAI AHMAD DAHLAN dan KYAI HASYIM menimba ILMU di NEGERI ARAB.
9. MENJADI TAHU
Orang yang dianggap berbahaya oleh Snouck Hurgronje adalah Orang yang pulang dari ARAB, karena Orang yang ISLAM yang pernah Berguru di NEGERI ARAB itulah yang dengan GAGAH BERANI Melawan kompeni dan oleh sebab itu ditandai dengan gelar HAJI dan hanya HAJI yang boleh mengenakan kopiah putih agar mudah dikenali..
10. MENJADI TAHU
Yang Menyelamatkan Bendera Pusaka saat agresi militer Belanda II 1948 adalah Orang ARAB, Mayor Husein Muthahhar. Beliau juga penyusun lagu Dirgahayu Indonesiaku, Hymne Syukur dan Mars Pramuka.
11. MENJADI TAHU
Salah satu Bapak Pendiri Bangsa Kita adalah Orang ARAB, AR. Baswedan anggota BPUPKI dan Wakil Menteri Penerangan 1946. Kakek Anies Baswedan Gubernur Jakarta.
12. MENJADI TAHU
Lambang Negara Indonesia, Garuda Pancasila, dibuat oleh keturunan ARAB, Syarif Abdul Hamid al-Kadrie. Sultan Pontianak.
13. MENJADI TAHU
Sultan Syarif Kasim II keturunan ARAB, menyerahkan MAHKOTA, ISTANA, dan hampir seluruh Kekayaan Kesultanan Siak Sri Inderapura kepada Pemerintah RI termasuk Uang sebesar 13 juta gulden setara lebih dari 1000 triliun Rupiah.
Segebok uang itulah yang diberikan secara cuma-cuma oleh Sultan Syarif Kasim II kepada Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Sukarno juga Lapangan minyak Stanvac yang menjadi pemasukan utama NKRI selama 73 tahun ini
Kabarkan kepada yang lain..
AGAR FITNAH TIDAK LAGI DAPAT MENIPU ANAK BANGSA..YANG KINI MULAI DIAJARKAN KEPADA MEREKA UNTUK MEMBENCI ARAB..
INDONESIA MEMANG BUKAN ARAB..
NAMUN ORANG-ORANG ARAB TELAH BANYAK BERJASA DEMI INDONESIA MERDEKA..
Bahaya Sindrom Arabphobia
Propaganda Arabphobia yang sengaja dimainkan oleh musuh-musuh Islam ini benar-benar ampuh untuk menyerang Islam dan umat Islam. Karena musuh-musuh Islam tahu, bahwa kalau mereka menyerang Islam secara langsung, pasti akan segera direaksi dan ditolak mentah-mentah oleh umat Islam. Maka, menyebarkan sentimen anti Arab merupakan cara yang cerdas untuk menjauhkan umat Islam dari simbol-simbol agama yang pada hakikatnya memang tak terpisahkan dari warna-warna Arab.
Tampaknya, strategi Arabphobia itu telah benar-benar menemukan sasarannya yang tepat, di mana sasaran tersebut telah menelan mentah-mentah umpan itu. Maka, tentu tidak terlalu mengejutkan jika akhir-akhir ini kita teramat sering mendapati sebagian umat Islam yang justru sangat alergi dengan setiap hal yang berbau Arab, padahal nilai-nilai yang bernuansa Arab itu sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari ajaran, nilai-nilai, dan budaya Islam.
Dari sini muncul salah seorang tokoh Islam, lalu melontarkan pernyataan bahwa serban dan jubah itu hanyalah budaya Arab. Nabi memakai pakaian tersebut hanya karena budaya, terbukti – kata mereka – Abu Jahal dan orang-orang kafir yang lain juga memakainya. Sebagian tokoh Islam yang lain menyatakan bahwa berjenggot itu bukan ajaran Islam, ia hanya tradisi Arab. Malahan dia mengatakan jenggot adalah simbol kebodohan. Sedangkan tokoh Islam yang lainnya lagi menyatakan bahwa “Assalamualaikum” itu hanya budaya Arab, yang kalau di Indonesia bisa kita ganti dengan “selamat pagi”, “selamat siang”, dan semacamnya.
Pernyataan-pernyataan segelintir tokoh Islam yang terpancing oleh strategi musuh seperti itulah yang akhirnya memunculkan budaya ketidak-sukaan, cibiran dan bahkan cacian terhadap setiap hal yang bernuansakan Arab. Ada sejumlah masyarakat Islam yang tidak percaya diri memakai serban dan berjubah karena takut dicap sebagai teroris. Sebagian muslimah takut untuk mengenakan cadar, karena khawatir dicap sebagai istri teroris atau lainnya. Sebagian lagi takut kalau berjenggot nantinya dibilang goblok, dan hal-hal lain semacamnya yang sebetulnya tak lebih dari sekadar kekonyolan belaka.
Hubungan Islam dengan Arab
Jadi apakah benar bahwa Islam sama sekali tidak ada hubungannya dengan Arab? Jawabannya tentu saja tidak benar, dan telah jelas bahwa isu Arabphobia yang dihembuskan oleh musuh-musuh Islam tak lain merupakan strategi mereka untuk menjauhkan umat Islam dari agama mereka, di samping sebagai strategi agar nilai-nilai Barat diterima dan bahkan diidolakan oleh umat Islam. Dan bagaimanapun, hari ini kita harus mengakui bahwa siasat yang mereka lontarkan sebagai umpan telah berhasil, dengan banyaknya umat Islam yang kebarat-baratan dan alergi terhadap nilai-nilai Arab yang Islami.
Bahwa Nabi kita Muhammad yang diutus dari bangsa Arab merupakan dalil yang terlalu kuat untuk menepis kata-kata tak berdasar dan tanpa ilmu, bahwa Islam tak ada kaitannya dengan Arab. Apalagi jika ditambah dengan ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis Nabi yang mendukungnya. Ketika menjelaskan tentang nasab Nabi dalam Fiqhus-Sîrah, Syaikh al-Buthi menyatakan bahwa nasab mulia Nabi itu merupakan dalil teramat jelas dan kuat yang menunjukkan bahwa Allah mengistimewakan bangsa Arab atas bangsa-bangsa yang lain, serta mengistimewakan kabilah Quraisy mengalahkan kabilah-kabilah lain.
Setelah mengutarakan dalil-dalil dari hadis yang sahih mengenai keutamaan bangsa Arab, Syaikh al-Buthi menyatakan bahwa kecintaan seseorang kepada Rasulullah meniscayakan kecintaan dia pada bangsa di mana beliau berasal (Arab), dan kecintaan pada kabilah di mana beliau dilahirkan (Quraisy). Kecintaan pada bangsa Arab dan suku Quraisy ini bukan karena faktor fanatisme, namun disebabkan hakekat bangsa dan suku itu sendiri yang berafiliasi langsung kepada Rasulullah. Kecintaan ini tak terhalang oleh fakta bahwa sebagian dari bangsa Arab dan suku Quraisy ada yang bejat atau berperilaku buruk, karena hal demikian sudah keluar dari tuntunan Islam dan karenanya sudah keluar dari perhitungan (ghairu mu’tabar).
Berhati-hati dan Berpikir Waras
Setelah memahami penjelasan yang disampaikan oleh Syaikh al-Buthi di atas, maka sebagai umat Islam, hendaknya kita berhati-hati dalam berkomentar tentang hal-hal yang berhubungan dengan Arab, sebab Nabi kita adalah orang Arab. Jangan sampai komentar kita nantinya dapat menyakiti Beliau , yang menyebabkan kita celaka di dunia lebih-lebih di akhirat. Apalagi dengan sok tahu dan sembarangan menyamakan pakaian Nabi dengan Abu Jahal. Padahal faktanya, Nabi dan umat Islam generasi awal selalu berusaha tampil beda dengan orang-orang kafir, baik Yahudi, Nasrani, maupun para penyembah berhala, termasuk dalam hal berpakaian.
Maka, sebagai umat Islam, bagaimana mungkin kita bisa alergi apalagi membenci Arab, sedang Nabi kita adalah orang Arab, al-Quran yang kita baca berbahasa Arab, kita salat lima waktu dengan menggunakan bacaan-bacaan Arab, dan kita menunaikan haji ke Baitullah yang lokasinya juga di Arab. Jika Islam tak bisa dipisahkan dengan Arab, maka bagaimana mungkin ada orang mengaku cinta kepada Islam lalu membenci setiap hal yang bernuansa Arab? Maka terkutuklah mereka yang rajin berkomentar tanpa ilmu, lalu membuat umat Islam alergi pada Arab, dan akhirnya alergi dengan ajaran-ajaran Islam itu sendiri.
Namun, selain perlu berhati-hati dalam berkomentar sinis terhadap hal-hal yang bernuansa Arab, hendaknya orang-orang itu juga bersedia menyalakan nalar mereka dan berpikir waras, agar mampu menangkap fakta bahwa bangsa Arab tak pernah menjajah Indonesia dan tak pernah merugikan rakyat Indonesia. Yang menjajah Indonesia semuanya adalah bangsa Barat dan Jepang. Bahkan bangsa yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia adalah bangsa Arab; Mesir, Palestina, dan lain-lain.
Sadarilah fakta bahwa yang mengislamkan Indonesia ini adalah bangsa Arab, hingga bangsa Indonesia terlepas dari gelapnya kebodohan, keyakinan, tradisi, dan budaya. Andai bukan karena para dai yang berasal dari Arab, maka barangkali mayoritas bangsa Indonesia ini masih menyembah pepohonan, gunung-gunung, dan percaya akan takhyul dan khurafat. Dan jika bukan karena para dai yang berasal dari Arab, barangkali para penjajah dari Barat telah demikian suksesnya melakukan Kristenisasi di bumi Nusantara ini.
Dari sini timbul pertanyaan, mengapa sebagian Muslim yang mengaku nyegoro (mendalam ilmunya) itu sangat sinis dan kritis terhadap setiap hal yang bernuansa Arab, sedang dalam waktu yang bersamaan mereka tidak berkomentar apa-apa, atau bahkan welcome, terhadap pemikiran, filsafat, budaya, dan tradisi Barat yang kini sudah sangat kental mewarnai Indonesia? Falyata’ammal!