Anak sulung serta menantu dari Presiden Joko Widodo akan maju dalam Pilkada Serentak yang digelar pada 9 Desember 2020 mendatang. Hal ini rupanya menjadi sorotan dari media asing.
Dalam artikel yang berjudul "Indonesian politics is becoming a family affair", media Inggris The Economist mengatakan Jokowi pernah bersumpah bahwa para politisi baru di lingkaran keluarganya tidak akan bergantung padanya.
Pernyataan itu sempat dimuat dalam buku autobiografi Jokowi yang diterbitkan pada 2018 lalu.
"Menjadi presiden bukan berarti menyalurkan kekuasaan kepada anak-anak saya," tulis The Economist dalam berita yang diunggah Kamis (3/12), mengutip perkataan Jokowi dalam autobiografinya.
Media tersebut juga menulis Jokowi nampaknya sudah berubah pikiran ditandai dengan majunya sang putra Gibran Rakabuming Raka dan menantunya Bobby Nasution dalam pilkada 9 Desember di bawah naungan PDIP. Padahal, keduanya tidak memiliki pengalaman dan latar belakang politik.
Seperti yang diketahui, Gibran mencalonkan diri sebagai Wali Kota Surakarta, posisi yang dulu diemban sang ayah.
Sementara Bobby mencalonkan diri sebagai Wali Kota Medan.
The Economist lantas menyebut pencalonan Gibran dan Bobby sebagai momentum "luar biasa", mengingat Jokowi awalnya menolak memuluskan jalan politik bagi keluarganya.
Selain Jokowi, The Economist juga menyoroti pejabat Indonesia lain yang melanggengkan politik dinasti keluarga. Putri Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang mencalonkan diri sebagai Wali Kota Tangerang Selatan juga tak luput disinggung dalam artikel tersebut.
Ditambah keponakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati Djojohadikudumo yang maju sebagai wakil wali kota Tangsel berpasangan dengan Muhammad.
"Putra dan menantu Jokowi bukan satu-satunya orang yang memiliki ikatan dengan istana kepresidenan yang terlibat dalam kehebohan (Pilkada). Putri wakil presiden, yang mencalonkan diri sebagai wali kota Tangerang Selatan, kota yang berbatasan dengan Jakarta, bersaing dengan keponakan menteri pertahanan (RI)," tulis The Economist.
Tak hanya sampai di situ, media asal Inggris itu pun turut menyoroti kekecewaan masyarakat Indonesia atas tumbuh suburnya politik dinasti di tanah air. Pada 2015, parlemen nasional mengeluarkan undang-undang yang melarang keluarga petahana mencalonkan diri sebagai bupati, wali kota, atau gubernur.
Namun, UU tersebut dianggap tidak konstitusional oleh pengadilan dan dibatalkan di tahun yang sama. Kendati demikian, ketidaksukaan publik tetap ada.