Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyoroti maraknya fenomena mobilisasi para pendengung atau buzzer di media sosial belakangan ini untuk mengaburkan fakta menjadi opini.
Hal itu ia sampaikan saat berpidato dalam acara Rapimnas Ikatan Pelajar NU (IPNU) secara daring.
"Dan jika kita lihat perkembangan yang terjadi di media sosial sekarang, opini diangkat sebagai kebenaran bukan faktanya, dengan menggunakan berbagai cara termasuk menggunakan pasukan buzzer," kata Ma'ruf.
Meski demikian, Ma'ruf tak menjelaskan siapa pihak yang menggunakan jasa buzzer untuk menggiring opini di media sosial tersebut.
Ia lantas menjelaskan saat ini Indonesia tengah memasuki era post truth yang ditandai dengan kaburnya perbedaan antara fakta dan opini. Hal itu terjadi karena membanjirnya informasi di media sosial.
Tak hanya itu, era ini juga ditandai dengan banyak pihak kerap bersaing menggalang opini di media sosial.
"Akibatnya kemudian fakta dan informasi yang obyektif menjadi kabur, bahkan tenggelam oleh banjirnya opini yang subyektif," kata dia.
Melihat persoalan tersebut, Ma'ruf meminta kepada semua pihak terutama IPNU dapat bijaksana dalam menggunakan media sosial.
Ia juga berharap IPNU memberikan edukasi penggunaan media sosial dalam menangkal ujaran kebencian, hoaks, dan fitnah dari pihak-pihak yang menanamkan ajaran menyimpang.
"Bikinlah konten-konten media sosial yang menyejukkan masyarakat sebagai tandingan terhadap konten-konten hoaks yang merusak moral masyarakat," kata Ma'ruf.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) pada 2019, pemerintah disebut telah menganggarkan anggaran sebesar Rp6,67 miliar untuk 13 paket pengadaan influencer.
Lalu, dari medio Januari sampai Agustus 2020 terdapat tujuh paket pengadaan influencer dengan total nilai Rp9,53 miliar. Setidaknya, pemerintahan Joko Widodo - Ma'ruf Amin menghabiskan uang sebesar Rp9,53 miliar dalam satu tahun untuk beriklan lewat influencer.