Arab Saudi bakal melonggarkan aturan pembatasan utama yang mengikat jutaan pekerja asing di negara itu, yakni dengan menghapus sistem kafalah.
Langkah tersebut sebagai bagian dari rencana reformasi kebijakan tenaga kerja Saudi yang telah lama dikritik banyak kalangan.
Sejumlah kelompok hak asasi manusia (HAM) telah berulang kali meminta kerajaan Timur Tengah itu untuk menghapus sistem kafalah, yang digambarkan oleh para kritikus sebagai bentuk perbudakan modern.
Sistem tersebut sangat mengikat para pekerja (termasuk tenaga kerja asing) dengan majikan mereka di Saudi.
Kementerian Sumber Daya Manusia dan Pembangunan Sosial Arab Saudi menyatakan, mulai 14 Maret, kaum ekspatriat tidak lagi memerlukan izin majikan mereka untuk berganti pekerjaan, bepergian, atau meninggalkan Arab Saudi.
“Inisiatif ini akan memperbaiki dan meningkatkan efisiensi lingkungan kerja,” ungkap kementerian itu dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh Kantor Pers Saudi, Rabu (4/11/2020), dikutip AFP.
Arab Saudi adalah rumah bagi sekitar 10 juta orang asing. “Reformasi visa keluar dan masuk kembali memungkinkan pekerja asing untuk melakukan perjalanan tanpa persetujuan majikan setelah mengajukan permintaan, (dan) majikan akan diberi tahu secara elektronik tentang keberangkatan mereka,” kata kementerian itu.
Wakil Menteri Sumber Daya Manusia dan Pembangunan Sosial Arab Saudi, Sattam al-Harbi mengatakan, langkah reformasi tersebut akan menghapus istilah “melarikan diri” terhadap pekerja asing yang tidak membuat laporan atas pekerjaan mereka. Sampai hari ini, istilah laporan semacam itu secara efektif membuat para pekerja seakan-akan seperti penjahat, dengan risiko dipenjara dan dideportasi jika tidak melapor.
“Perubahan ini bukanlah perubahan kecil, ini sangat besar,” kata al-Harbi kepada Bloomberg News dalam sebuah wawancara, hari ini.
“Kami ingin mencapai lebih banyak inklusi bagi rakyat Saudi, menarik bakat, meningkatkan kondisi kerja, serta membuat pasar tenaga kerja Arab Saudi lebih dinamis dan produktif,” tuturnya.
Akan tetapi, dia mengatakan peraturan baru itu tidak akan berlaku untuk 3,7 juta pekerja rumah tangga di negara itu.
Human Rights Watch pekan lalu menyatakan, Arab Saudi memiliki salah satu sistem kafalah paling ketat di kawasan Teluk.
Kondisi itu membuka peluang terjadinya pelecehan dan eksploitasi, termasuk kerja paksa, perdagangan manusia, dan kondisi seperti perbudakan terhadap tenaga kerja.
“Kekayaan dan ekonomi Arab Saudi telah dibangun di atas punggung jutaan pekerja migran dan inilah saatnya untuk perubahan yang mengakar untuk memberi mereka perlindungan hukum dan jaminan atas hak-hak mereka yang pantas mereka dapatkan,” kata lembaga itu.