Pemerintah melalui Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja berencana membentuk Bank Tanah yang bertujuan untuk menampung sejumlah tanah terlantar yang tidak diurus untuk dimanfaatkan negara dengan alasan kepentingan umum.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional atau ATR/BPN Sofyan A Djalil mengatakan Indonesia tidak memiliki bank tanah sehingga menyulitkan pemerintah untuk membangun fasilitas umum untuk kepentingan rakyat.
"Negara tidak punya tanah, BPN ini lembaga yang anda dengar seolah-olah instansi yang memiliki banyak tanah, padahal kami tidak punya tanah," kata Sofyan dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (16/10/2020).
Sofyan menambahkan bank tanah hakekatnya sistem intermediary, yaitu negara mengambil tanah, tanah yang tak bertuan seperti HGU, HGB yang terlantar.
Tanah yang tak bertuan akan diambil kembali oleh negara untuk diredistribusikan ke masyarakat.
Ditegaskan olehnya, Bahwa nantinya negara hanya akan mengambil tanah terlantar yang tak diurus.
"Tanah adat milik rakyat, negara hanya mengambil tanah yang terlantar yang tak diurus," ujarnya.
Sofyan juga mengatakan bahwa dengan adanya bank tanah, para mafia tanah yang selama ini menguasai berjuta-juta hektar tanah diharapakan tidak ada lagi.
"Bank tanah ini untuk melakukan reformasi agraria, sekarang ini banyak kasus ketika banyak lahan terlantar dan BPN ingin masuk disana tapi sudah banyak yang menguasai, banyak mafia tanah," tuturnya.
Sofyan mengatakan kekuasan pengelolaan bank tanah akan dikelola oleh lembaga tersendiri di bawah menteri. Kewenangannya yang luas dan rumit akan didukung oleh lintas kementerian.
"Saya ingin menciptakan sebuah organisasi yang berbeda dengan melibatkan banyak kementerian seperti Kementerian Keuangan," katanya.
Definisi Tanah Terlantar
Menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia No.4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penerbitan Tanah Terlantar, pengertian tanah terlantar adalah:
“Tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.” (Pasal 1 Angka 6)
Perlu diingat bahwa pengertian tanah yang ditelantarkan berbeda dengan tanah yang diindikasikan terlantar.
Dalam peraturan yang sama, namun pada pasal 1 angka 5, disebutkan bahwa:
“Tanah yang diindikasikan terlantar adalah tanah yang diduga tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya yang belum dilakukan identifikasi dan penelitian.”