Omnibus law RUU Cipta Kerja yang diusulkan oleh pemerintah akhirnya disahkan menjadi UU pada Senin (6/10/2020).
Pengesahan UU Cipta Kerja langsung menuai kecaman dan aksi mogok nasional dari para buruh.
Sebab, banyak aturan dalam UU sapu jagat tersebut yang dianggap dapat memangkas hak pekerja dan hanya menguntungkan pengusaha.
Kondisi ini berbeda dengan yang dijanjikan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dalam masa kampanye pilpres 2019 lalu.
Dalam dokumen visi misinya, pasangan capres nomor urut 01 itu menjanjikan sejumlah hal untuk buruh.
Janji itu terdapat dalam butir 2.6 terkait pengembangkan reformasi ketenagakerjaan.
Dijelaskan bahwa sektor ketenagakerjaan memiliki peran penting dalam peningkatan produktivitas dan daya saing bangsa.
Untuk itu, upaya perlindungan dan penguatan dilakukan dengan beberapa cara, yakni:
– Membangun sistem perburuhan dan pengupahan yang dapat meningkatkan kesejahteraan buruh sekaligus meningkatkan daya saing industri nasional.
– Meningkatkan keterampilan pencari kerja dan buruh dengan pelatihan vokasi dan sertifikasi dengan melibatkan pemerintah, dunia usaha, dan kalangan pendidikan.
– Memperluas akses buruh untuk mendapatkan dana beasiswa pendidikan dan peningkatan keterampilan.
– Meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja di sektor informal.
– Mempercepat pembenahan sistem, pelayanan dan kualitas buruh migran, akses pembiayaan KUR, serta meningkatkan perlindungan bagi buruh migran secara terintegrasi.
Janji untuk memperbaiki nasib buruh juga pernah disampaikan secara langsung oleh Jokowi saat berkampanye di hadapan para buruh di Kabupaten Bandung, Selasa (9/4/2019).
Jokowi saat itu berjanji akan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang selama ini dikeluhkan oleh para buruh. Formulasi upah dalam peraturan tersebut dinilai tidak mencerminkan keadilan.
“Nanti kita bentuk tim bersama dengan KSPSI dan seluruh federasi untuk revisi PP 78. Kita bicara bareng, duduk satu meja,” ucap Jokowi.
Selain berjanji merevisi aturan yang dibuatnya sendiri, Jokowi juga menyebut akan berkomitmen memperbanyak pembangunan rumah murah bagi buruh. Menurut dia, program rumah buruh mendapat respons positif dari masyarakat.
“Sudah kita mulai sebetulnya. Saya sudah tinjau yang sudah dihuni dan akan kita lanjutkan dalam jumlah yang lebih besar. Ini penting sekali,” tuturnya. Namun dengan pengesahan UU Cipta Kerja, buruh justru merasa lebih dirugikan ketimbang disejahterakan. Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) menemukan delapan poin dalam Bab Ketenagakerjaan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang dinilai berpotensi mengancam hak-hak buruh.
Kedelapan poin tersebut yakni mulai dari masifnya kerja kontrak, outsorcing pada semua jenis pekerjaan, jam lembur yang semakin eksploitatif, penghapusan hak istirahat dan cuti. Lalu gubernur tak wajib menetapkan upah minimum kabupaten/kota, peran negara dalam mengawasi praktik PHK sepihak diminimalisasi, berkurangnya hak pesangon, dan perusahaan yang makin mudah melakukan PHK.