Inilah alasan kenapa pemerintah menerapkan kebijakan dan program pencegahan perkawinan dini atau perkawinan anak bawah umur.
Sebab untuk menghindari kejadian-kejadian yang tak diinginkan.
Tujuan utama pernikahan dalam agama memang untuk menjaga martabat manusia dari noda tindakan tidak bermoral dan tercela.
Namun hal ini juga dibutuhkan kesiapan yang matang.
Terutama dari segi mental dan fisik.
Jika tidak siap dalam hal itu, maka bukan tidak mungkin rumah tangga yang diharapkan berjalan indah akan berakhir ironis.
Bukan hanya perceraian, tapi juga kemungkinan akan berakhir seperti yang dialami pasangan suami istri muda berinisial IS (suami) dan LH (istri).
Karena menikah muda dan belum mampu menguasai keuangan rumah tangga, IS dan LH melampiaskan permasalahan ini ke anak kembar mereka yang berusia 8 tahun.
Salah satu putri kembarnya bahkan telah mereka habisi pada Agustus 2020 lalu.
Pemicunya sendiri terbilang cukup sepele, yakni korban sulit menangkap ajaran LH saat belajar online.
Namun balasan yang diberikan sungguh mengerikan. Serentetan kekerasan dilakukan terhadap korban, mulai dari mencubit, memukul menggunakan tangan kosong dan penyapu.
Setelah nyawa sang anak telah habis, tanpa berdosa, LH dan suaminya membawa jasad sang anak dari Jakarta sampai ke Lebak, Banten menggunakan sepeda motor untuk dikubur di TPU Gunung Kendeng, Kecamatan Cijaku, melansir indozone.id.
Hal itu dilakukan tak lain karena ingin menutupi jejak kekejaman mereka pada sang anak.
Tapi kembali lagi ke peribahasa, “sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga.”
Warga sekitar TPU Gunung Kendeng yang curiga dengan IS meminjam cangkul disaat tidak adanya kabar kematian warga sekitar, lantas memutuskan untuk menggali kuburan baru yang mereka buat. Dan disana, ditemukan kaki korban serta jasad yang masih mengenakan pakaian lengkap.
Kini, pasangan suami istri muda itu telah dijebloskan ke sel tahanan Polres Lebak.
Mereka dijerat Pasal 80 Ayat 3, UU No 35 Tahun 2014 Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 338 KUHP.