Murid anak sekolah dasar pasti tahu siapa tentara gajah. Disebut demikian lantaran tentara itu mengendarai kawanan gajah yang hendak menghancurkan Ka’bah.
Sebutan tentara gajah menjadi melegenda lantaran dikaitkan dengan tahun kelahiran Nabi Muhammad.
Nah, saat pak guru di depan kelas menjelaskan tahun berapa Nabi besar itu lahir.
Sang guru tak menyebut tahun berapanya, tetapi ia lebih fokus dan menekankan sebagai pertanda kelahiran Nabi Muhammad setelah gagalnya tentara gajah yang hendak menghancurkan Ka’bah.
Tidak persis sekali sih. Tapi, kira-kira kisarannya beberapa bulan setelah tentara gajah dihancurkan. Pasukan tentara gajah itu hencur lebur setelah ikut campurnya Allah melindungi Ka’bah dengan mendatangkan burung Ababil.
Jadi, jika anak-anak kita ditanyakan tahun berapa Nabi Muhammad Saw lahir. Maka, mereka dengan cepat memberi jawabannya adalah tahun gajah. Tahun gajah lebih diingatnya berkaitan dengan cerita pasukan yang gagah dan dipimpin Abrahah itu hancur seketika.
Cerita itu, bagi penulis pun hingga kini masih berkesan. Apa lagi jika mengingat sang guru menjelaskan dengan bahasa tubuhnya meliuk-liuk, mata melotot diselingi tangan menunjuk ke kanan dan kekiri. Wuih, kalau ingat gaya guru seperti itu, jika dibuatkan videonya ya bisa viral.
Nah, sungguh menarik peristiwa itu jika kita kaitkan dengan virus coronna yang sekarang juga bikin geger warga dunia dan menakutkan. Takut tentu bagi orang yang memang benar-benar mengerti tentang bahanya virus mematikan itu. Tentu tidak bagi orang tak waras? Panik berlebihan hingga hilang logikanya sampai menolak jenazah terpapar virus corana untuk dimakamkan.
**
Mekkah merupakan kota suci yang wajib dihormati, tapi kala itu tak dapat menyaingi kota-kota lainnya di Jaziah Arabia lainnya. Sebab, sungguh sangat gerasang. Andai tak ada Ka’bah yang diagungkan semua masyarakat Arab, maka Mekkah tak ada artinya.
Senyatanya orang Arab itu tidak dungu seperti dilukiskan pada era Jahiliyah yang hidup dalam kebodohan. Itu terbukti beberapa kali Alquran dari beberapa ayat membatah dalih orang Arab sambil meluruskan pendapatnya. Orang Arab kala itu sangat kukuh dalam perdebatan.
Masyarakat Jahiliyah secara umum percaya kepada Allah, sebagaimana diajarkan Nabi Ibrahim as. Namun dari masa ke masa ajaran itu bergeser, luntur, disalahpahami dan akhirnya ajaran itu tereduksi.
Sungguh menarik jika kita menelaah sejarah terkait dengan tentara gajah ini. Penulis bukanlah ahli sejarah, tetapi jika kita tengok motivasi kedatangan pasukan gajah itu tak lain lantaran Abrahah - yang punya kedekatan dengan penguasa Romawi (Byzantium) – ingin agar perdagangan dan peradaban dunia berkembang di negerinya, Shan’a (ibukota Yaman). Terlebih lagi ia sudah membangun al-Qullais, yang berasal dari Bahasa Yunani Ekklesia, yakni Gereja.
Perkiraan serangan pasukan gajah itu terjadi pada pada 570 Masehi & 52 tahun sebelum Hijriah. Sungguh menarik lantaran dari peristiwa itu diangkat pertemuan Abdul Muththalib dengan Abrahah.
Abdul Muththalib bersama beberapa anaknya dengan diantar utusan pasukan gajah datang menemui Abrahah. Abdul Muththalib menyampaikan maksudnya agar Abrahah menyerahkan dua ratus ekor unta miliknya yang dirampas.
Dengan angkuh Abrahah menyatakan, ia awalnya kagum dengan Abdul Muththalib. Tetapi ketika ia minta unta yang dirampasnya, kekaguman itu sirna.
Sebab, Abdul Muththalib tidak menyinggung Ka’bah yang diagungkan leluhurnya. Abrahah dengan tegas menyebut ia akan menghancurkan Ka’bah.
Abdul Muththalib menjawab, unta-unta itu adalah miliknya. Sedangkan Ka’bah ada pemilik dan pembelanya.
Apa jawab Abrahah. Ia menegaskan pemilik rumah itu (ka’bah) tidak ada yang dapat menghalangi maksudnya.
“Silakan saja,” komentar Abdul Muththalib.
**
Sungguh, pemelik rumah itu turun tangan. Allah mengirim pasukan burung Ababil, yang melempari mereka dengan batu-batu dari sijjil. Lalu, menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
Sewaktu pasukan gajah hendak digerakkan, ternyata gajah yang ditempatkan pada posisi terdepan enggan bergerak. Berkali-kali dicoba tetapi tak mau. Kalau dihadapkan ke Yaman atau negeri Syam, gajah patuh.
Berbagai cara ditempuh, tetapi ya gagal, hingga akhirnya tiba pemilik Ka’bah langsung membela Rumah-Nya.
Menariknya, para ulama tak sepakat menyangkut burung Ababil yang melempar batu ke arah Abrahah dan pasukannya dari sijjil, yaitu tanah yang terbakar.
Namun ada yang memahaminya dalam arti burung-burung serupa dengan kelelawar yang membawa tiga batu yang menimpa sasarannya.
Ada pula yang menyebutnya sebagai burung-burung yang membawa kuman-kuman penyakit campak. Penganut pendapat ini menguatkan pendapatnya dengan beberapa riwayat bahwa pada masa itu di Mekkah terjadi untuk pertama kalinya penyakit campak.
Penyakit campak seperti itu bukanlah penyakit biasa. Dampaknya demikian cepat. Pasukan porak poranda dan bergelimpangan. Abrahah sendiri selamat dalam keadaan parah dan berhasil dibawa kembali ke Yaman oleh sisa-sisa pasukan.
Hingga kini kita tak tahu apakah sisa-sisa pasukan Abrahah itu lalu dimakamkan oleh orang-orang Arab.
Dugaan penulis, pasti diurus dan dikebumikan karena bila dibiarkan sangat berpotensi menimbulkan penyakit.
Abu Lahab saja, yang punya penyakit menjijikan diurus dan dimakamkan. Lalu, pertanyaan kita dikaitkan dengan kondisi sekarang, kok teganya masih ada orang menolak jenazah terpapar Covid-19 untuk dimakamkan. Ini sangat menyalahi ajaran islam.
Bukankah Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) menyatakan, Covid-19 merupakan wabah. Penyakit itu seperti kata yang terkenal dalam pembahasan agama, yaitu tha’un.
Maka dari itu, jenazah Muslim pasien Covid-19 akan mendapatkan ganjaran syahid sebagai orang yang gugur di medang perang.
Salam berbagi