Pernyataan yang dikemukakan Menteri Agama Fachrul Razi soal masuknya paham radikalisme ke masjid Beberapa waktu lalu jadi perbincangan hangat warganet.
Sebagaimana diketahui, Menag Fachrul menjelaskan bahwa cara masuk paham radikal dilakukan oleh orang yang berpenampilan bagus atau good looking.
Sontak saja pernyataan itu menimbulkan kehebohan warganet.
Banyak protes yang dilakukan terkait pernyataan itu.
Bahkan, orang-orang justru meledek menteri agama dengan memposting foto penampilan mereka kemudian mencantumkan tagar good looking.
Ustaz Felix Siauw pun ikut menanggapi pernyataan dari menteri agama tersebut.
Ustaz Felix menilai, dengan adanya pernyataan tersebut, penguasa mengesankan, seolah masalah dan ancaman terbesar bagi Indonesia adalah radikalisme.
“Sehingga untuk de-radikalisasi, harus dilakukan apapun juga, termasuk 3-4 menteri yang khusus diangkat untuk de-radikalisasi, termasuk Menteri Agama,” tulis Felix Siauw di akun Instagramnya, dikutip Kabarmakkah.com, Minggu (6/9/2020).
Feliz Siauw mengemukakan, ia sudah curiga bahwa program de-radikalisasi yang dicanangkan selama ini merupakan upaya untuk melakukan de-Islamisasi.
“Sejak awal 2017, di Masjid Gede Kauman Jogja saya sudah sampaikan, saya curiga program De-Radikalisasi dari penguasa sebenarnya adalah De-Islamisasi
Kenapa? Sebab semua program De-Radikalisasi ini hanya tertuju kaum Muslim, terutama yang disebut “Barisan 212″, atau Muslim yang selama ini punya pandangan berbeda dengan mereka,” jelasnya.
Di sisi lain, Felix Siauw menilai, penguasa menjadikan radikalisme sebagai threat, ancaman, ketakutan, lalu menjual “obat” dari radikalisme itu, seolah jadi pahlawan, padahal sangat sarat kepentingan
Misal, terang dia, menuduh Perguruan Tinggi Negeri radikal, membesar-besarkan di media, lalu mengganti rektor, menghapus pogram kaderisasi Masjid, dan diberikan pada siapapun pendukungnya, agar tak ada kritik
“Dalam kasus “Radikalis Good-Looking”, Menag jelas menawarkan solusi, “Agar pengurus masjid itu dari pemerintah”, agar bisa kendalikan aktivitas Masjid. Persis kayak di Cina ya?” tanyanya.
Lebih lanjut Felix mempertanyakan, apakah indikasi dari radikalisme yang selama ini dituduhkan kepada kelompok-kelompok tertentu, termasuk dirinya.
“Apa indikasi radikalisme itu? Standarnya apa? Lucu kan ketika salah satu lembaga survei menjadikan saya ustadz no. 2 paling radikal? Apa ukuran radikal? Kalah ganteng? Kalah pinter?
Menurut Fir’aun, Musa itu radikal habis. Bagi peradaban jahil, Islam itu mengubah secara radikal blas. Ukuran radikal apa? Kasih tau dong? Dan jangan jadi bola liar, ditentuin seenak-enaknya.”
Ia menilai, sebenarnya masih banyak masalah yang penting di negeri ini ketimbang mencari-cari kesalahan suatu kelompok dengan dalih radikal.
“Ada banyak masalah yang lebih ngeri dari “so-called radicalism”. Pesta sex sejenis, kemesuman di kanal-kanal sosial-media, ekonomi meroket nggak karuan, yang jelas jauh lebih perlu ditangani
Jadi radikal ini sepertinya cuma cara untuk membungkam siapapun yang berseberangan dengan penguasa, agar semua diam terhadap kedzaliman
Nggak mau taat terserahlah, tapi jangan tuduh yang mau taat itu radikal. Nggak hafidz nggak dosa, gak good looking gapapa. Tapi curigain good-looking yang demen ke masjid. Itu jahad pak,” pungkasnya.