Rencana pembukaan kembali sekolah di Surabaya terus menuai kontroversi.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Provinsi Jawa Timur bahkan mempertanyakan klaim zona hijau yang menjadi landasan rencana dibukanya kembali sejumlah sekolah di Surabaya.
"Yang berkompeten menyatakan suatu wilayah sudah zona hijau itu ya ahli epidemiologi, bukan penguasa setempat," tegas Ketua IDAI Jatim, Dr Sjamsul Arief, SpA (K), saat dihubungi Basra, Selasa (11/8).
Sjamsul menegaskan, pihaknya telah memberikan sejumlah rekomendasi kepada Pemkot Surabaya terkait rencana pembukaan kembali sejumlah sekolah.
Rencana tersebut, kata Dr. Sjamsul, sangat berisiko terhadap keselamatan dan keamanan anak. Menurutnya, COVID-19 merupakan penyakit baru yang belum ada vaksinnya hingga sekarang.
"Selama belum ada vaksinnya, sekolah jangan dibuka dulu. Risikonya sangat tinggi. Kami sudah menyampaikan rekomendasi kepada pengambil kebijakan. Tapi sekali lagi kami hanya bisa memberikan advice, semua kami kembalikan lagi kepada pengambil kebijakan," jelasnya.
Berdasarkan data dari Satgas COVID-19 provinsi Jawa Timur, hingga Senin (10/8) sudah 1.899 anak yang terpapar COVID-19, 40 anak diantaranya meninggal dunia.
Dari 1.899 anak tersebut, rinciannya 481 anak usia 0 hingga 5 tahun, kemudian 1.418 anak usia 6 tahun hingga 17 tahun.
"Data itu (1.899 anak) didapat dari semua, artinya tidak hanya dokter anak saja yang merawat, tapi juga psikiater, dan dokter spesialis lainnya yang juga merawat pasien anak," paparnya.
Sedangkan di Surabaya, kata Dr. Sjamsul, hingga Jumat (7/8) terdapat 113 anak yang terkonfirmasi COVID-19, 5 anak diantaranya meninggal dunia.
"Data 113 anak itu dari IDAI, artinya pasien anak yang memang benar-benar dirawat oleh dokter anak," simpulnya.
"Harus dipertimbangkan kembali kalau ingin anak sekolah secara tatap muka lagi. Karena jika dia terpapar maka orang tua juga harus menjaga dan merawat dia, artinya orang tua juga ikut diisolasi," tukasnya.