Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Kementerian Agama, Muharam Marzuki, menyarankan suami-istri memperbanyak mengaji untuk menekan kemungkinan perceraian selama masa pandemi virus corona (Covid-19).
Muharam mengatakan bahwa masa pandemi membuat masyarakat terbatas dalam berkegiatan sehingga bisa menimbulkan kejenuhan hingga berujung ketidakharmonisan rumah tangga. Sementara kegiatan ibadah bisa meminimalisir kemungkinan itu.
"Misalnya dengan lebih rutin beribadah berjamaah bersama keluarga di rumah, membaca Al-Qur'an bersama, mengkaji agama, dan sebagainya. Komunikasi yang baik dan penguatan faktor agama akan memperkuat ketahanan keluarga," kata Muharam lewat keterangan tertulis, Jumat (28/8).
Selain faktor kejenuhan, Muharam juga menyebut ekonomi sebagai penyebab kenaikan angka cerai. Dia menilai pandemi membuat penghasilan keluarga berkurang sehingga bisa mengganggu keharmonisan.
Kemenag merespons tingginya angka cerai dengan menyediakan layanan bimbingan perkawinan (bimwin). Muharam berkata program bimwin tidak hanya ditujukan bagi masyarakat yang akan mendaftarkan nikah di KUA.
"Tujuannya agar masyarakat memiliki kesiapan mental dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Sebab tantangan kehidupan berumah tangga memang tidak mudah," ucapnya.
Bimwin dibuat, lanjut Muharam, untuk melanggengkan pernikahan. Materi yang diajarkan berupa upaya memperkuat ketahanan keluarga.
Sebelumnya, peningkatan angka perceraian kala pandemi Covid-19 jadi sorotan publik. Sebuah video yang viral di medsos menunjukkan antrean pendaftaran cerai di Pengadilan Agama Soreang Kabupaten Bandung.
Panitera Muda Gugatan Pengadilan Agama Soreang Ahmad Sadikin menyebut ada sekitar 150 gugatan cerai setiap harinya. Bahkan pada Mei lalu PA Soreang sempat tutup karena penumpukan gugatan cerai.
Pada Juni lalu, PA Soreang menerima sebanyak 1.012 gugatan cerai. Padahal, rata-rata pengajuan cerai sebelum pandemi berkisar 700 sampai 800 kasus per bulannya.
Sebab-Sebab Perceraian
Pernikahan dalam Islam itu adalah ikatan yang kuat untuk menyatukan suami-istri.
Dalam berkeluarga, mereka akan hidup tenang (sakinah) dan pandangan pun terjaga. Islam pun telah memotivasi untuk menjaga hubungan tersebut, memerintahkan untuk menjaganya, dan terus terpelihara sejak akad nikah. Sehingga suami diperintahkan untuk berbuat baik pada istrinya dengan cara yang patut (cara yang makruf). Allah Ta’ala berfirman,
وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
Dan perlu dipahami bahwa memisah ikatan akad nikah (dengan perceraian), hukumnya asalnya TERLARANG.
Perceraian bisa dilakukan jika memang punya alasan tidak bisa melanjutkan lagi kehidupan berumah tangga dan tidak mungkin lagi cara perdamaian bentuk apa pun ditempuh.
Karena asalnya merusak hubungan suami-istri itu terlarang.
Dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ اِمْرَأَةً عَلَى زَْجِهَا أَوْ عَبْدًا عَلَى سَيِّدِهِ
Juga terlarang meminta cerai tanpa ada sebab yang syari seperti disebutkan dalam hadits Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّة
Angka perceraian pada saat ini mengalami peningkatan luar biasa.
Dan kita mesti mengetahui sebab-sebabnya untuk bisa mencegahnya.
Sebab-sebab terjadinya perceraian
Pertama: Jeleknya dalam memilih pasangan tanpa mengetahui dengan jelas agama dan akhlaknya. Kejelekan tersebut barulah terbongkar saat sudah menikah.
Kedua: Kurang memerhatikan agama dan hak Allah terutama dalam memerhatikan ibadah shalat. Termasuk dalam hal ini adalah kurang menjaga hal-hal yang dapat membentengi diri dari berbagai gangguan seperti dzikir kepada Allah, membaca Al-Qur’an, sampai dibiarkannya suami-istri terjerumus dalam dosa dan maksiat hingga dijadikan rutinitas. Ini juga jadi sebab terjadinya perceraian antara suami-istri.
Ketiga: Jadi pecandu obat-obatan terlarang (narkoba) dan jadi pemabuk berat akhirnya dia berperilaku yang jelek pada pasangan ketika bergaul.
Keempat: Kurangnya tanggung jawab antara suami-istri seperti suami yang meninggalkan tanggung jawab dalam rumah, ia hanya mau sibuk kumpul-kumpul dengan teman, sibuk begadang, seringnya traveling tanpa ada hajat, hingga melalaikan hak-hak keluarganya.
Kelima: Sebagian pasangan suami-istri sibuk terus dengan gawainya, kurang dalam memerhatikan hak pasangan, anak, dan keluarganya.
Keenam: Sibuk dengan sosial media sampai kecanduan, juga sibuk menelusuri berbagai situs web yang berisi kemungkaran. Berbagai medsos dan situs web tersebut bahkan punya dampak jelek pada akidah, perilaku, dan akhlak.
Ketujuh: Tidak harmonis hidup berumah tangga, tidak memerhatikan hak satu sama lain, hingga tidak bisa saling memahami dan bersepakat.
Kedelapan: Saling berburuk sangka satu sama lain dan cemburu berlebihan.
Kesembilan: Banyak tuntutan yang mesti dipenuhi salah satu pasangan.
Kesepuluh: Istri merasa tinggi dari suami.
Kesebelas: Tidak tenang dan terusnya bertengkar.
Kedua belas: Suami tidak memahami keadaan istri, seperti banyak menyinggung istrinya dengan kalimat yang kurang menyenangkan bakda hamil.
Ketiga belas: Ikut campurnya keluarga suami atau istri hingga memperkeruh penyelesaian masalah.
Keempat belas: Kebiasaan menonton sinetron di mana yang digambarkan di dalamnya seakan-akan rumah tangga itu akan berbahagia terus, dan ada juga digambarkan rumah tangga yang rusak terus.
Kelima belas: Ada juga karena sebab memakai pil pencegah kehamilan sehingga terjadi gangguan psikis.
Keenam belas: Harapan istri untuk hidup mewah dan memandang terus orang di atasnya.
Jalan keluar
Setelah mengetahui sebab-sebab ini, perlu dipahami bahwa masalah dalam rumah tangga sebenarnya hal yang biasa dan memang ada.
Keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang suci yang dikepalai oleh seorang nabi juga sering ada masalah.
Di antara istri-istri nabi saja ada sifat saling cemburu. Itu semua wajar, tinggal bagaimana kita bisa mengatur dan menyelesaikan masalah tadi.
Solusi yang paling ampuh untuk mengatasi masalah perceraian ini adalah mesti adanya tarbiyah pada keluarga-keluarga kaum muslimin.
Juga harus ada solusi untuk mendamaikan perselisihan yang ada dalam keluarga kaum muslimin, mendamaikan yang berselisih termasuk bentuk ibadah yang luar biasa.
Penutup
Kami tutup intisari nasihat Syaikh Faishal Al-Ghazawi dengan menambahkan nasihat agar kita bisa mendamaikan konflik yang terjadi dalam rumah tangga.
Allah Ta’ala berfirman,
۞ لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصِّيَامِ وَالصَّلاَةِ وَالصَّدَقَةِ قَالُوْا بَلَى قَالَ إِصْلاَحُ ذَاتِ الْبَيْنِ وَفَسَادُ ذَاتِ الْبَيْنِ الْحَالِقَةُ
Semoga Allah beri taufik dan hidayah, dan keluarga kita dikaruniai sakinah mawaddah wa rahmah.