Keluarga di Pasuruan, Jawa Timur tidak terima ibunya yang telah meninggal dunia dilabeli terkena virus corona (COVID-19).
Padahal pasien tersebut memiliki riwayat penyakit diabetes.
Menurut pengakuan putrinya, dokter memaksa keluarga menandatangani surat persetujuan perawatan dan pemakaman secara COVID-19.
Tapi, sang anak menolak dan membuat curhatan yang viral di Facebook.
Curhatan tersebut diunggah ke media sosial pada Senin (3/8/2020).
Awalnya, sang ibu mengeluh panas demam. Si anak merasa keluhan seperti itu sudah biasa karena ibunya memiliki riwayat diabetes.
Namun kali ini tes diabetesnya tinggi hingga mencapai angka 500.
Ia sempat membawa sang ibu ke klinik dan rumah sakit.
Si anak tidak membawa ke rumah sakit rujukan COVID-19 karena takut jika nanti ibunya langsung ditangani secara protokol virus corona.
Sayangnya, kondisi ibu itu tidak kunjung membaik dan mengalami sesak nafas. Ia dilarikan ke rumah sakit tapi hanya diberi oksigen, pada Minggu (2/8/2020) dini hari.
"Saya membawa ibu ke rumah sakit di Kraton (Pasuruan--red) sampai sana hanya dikasih oksigen dan tidak dilakukan tindakan apa-apa. Petugas medis menyarankan membawa ke rumah sakit yang lebih lengkap karena tidak ada alat untuk paru-paru. Setengah keadaan bingung saya terpaksa membawa ke rumah sakit viral itu," tulis si anak.
Merasa pasrah, ia lantas membawa ibunya ke rumah sakit rujukan COVID-19 di Pasuruan dengan melupakan kejadian viral saat jenazah probable COVID-19 diambil paksa oleh keluarga bulan lalu.
Begitu masuk ke IGD rumah sakit rujukan itu, sang ibu langsung dilarikan ke kamar isolasi. Dokter di sana mengatakan kalau si ibu ada indikasi terkena COVID-19.
Anaknya ditawari dokter untuk menandatangani perawatan dan pemakaman secara COVID-19. Namun putri ibu itu menolak.
"Dicek dulu dok ibu saya diabetes, jangan panas sedikit langsung ke Covid, cek laboratorium dulu karena saya sudah cek laboratorium, hasil masih Senin keluar," ujar si anak.
Dokter berkata, "Kita tetap cek tapi tetep melakukan tes sesuai protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah. Apabila anda setuju apa bersedia ditangani secara Covid jika meninggal harus dimakamkan secara Covid".
Anak pasien membalas, "Hasil tesnya belum keluar kok sudah harus di-Covid-kan dulu saya mau lihat hasilnya dulu baru setelah itu saya setuju jika dilakukan tindakan sesuai protokol Covid tapi kalau ibu saya bukan terinveksi Covid saya tidak setuju jika jenazah harus ditangani seperti Covid".
Pihak rumah sakit, melalui dokter itu, enggan merawat sang ibu jika keluarganya tidak bersedia menyetujui surat tersebut dan meminta mereka membawa pulang pasien.
Anehnya, meskipun keluarga menandatangani surat itu, si ibu hanya diberi oksigen saja.
"Kalau hanya sekedar oksigen itu artinya tidak ada tindakan apa-apa dari sini sama aja dengan membiarkan ibu saya meninggal. Ya sudah mending saya bawa pulang ibu saya dan saya tetap tidak mau tanda tangan karena hasil lab nya juga non reaktif dan ibu saya tidak terkena Covid," kata si anak dengan tegas.
Mendengar jawaban tegas seperti itu, dokter tiba-tiba berkata kalau sang ibu telah meninggal dunia. Pernyataan dokter semakin membuat wanita itu heran.
"Saya tahu ibu saya sudah meninggal daritadi kenapa harus saya dipaksa tanda tangan seolah-olah masih harus dikasih tindakan dan di surat itu mengiyakan kalau jenazah terinfeksi Covid," kata si anak.
Ia melanjutkan, "Saya bukan orang pintar dok tapi saya bisa baca hasil tesnya negatif kenapa harus saya menyetujui jika ibu saya Covid hanya karena gejala panas dan sesak".
Setelah mendengar sang ibu meninggal, putrinya mengikhlaskan. Tapi masalah tidak berhenti sampai di sini, pengambilan jenazah juga dipersulit.
"Pengambilan jenazah dipersulit. Saya bersedia menjalani protokol pemakaman sesuai dengan anjuran pemerintah bukan berarti isinya harus mengiyakan ibu saya terkena Covid dan bersedia dimakamkan di tempat pemakaman covid," ujarnya.
Pada akhirnya, keluarga dapat mengambil jenazah sang ibu dan pemakamannya mengikuti protokol kesehatan. Tapi penguburan dilakukan oleh pihak keluarga sendiri.
Keluarga memakamkan jenazah ibu itu di TPU di Lumbang dengan tetap memakai APD lengkap.