Di jaman globalisasi, atau yang lebih populer era Internetisasi ini, banyak sekali sosok anak lelaki atau wanita yang lebih mementingkan pasangannya dari pada Ibunya sendiri.
Bahkan, ada pula yang belum menikah, tetapi justru lebih memperhatikan pacarnya dan menomorduakan ayah ibundanya.
Nasehat kedua orangtua diabaikan, sementara anjuran sang pacar lebih diprioritaskan, walaupun kadang bertentangan dengan perintah Ibundanya sendiri.
Iki jamane jaman edan, banyak anak yang terang-terangan bersikap kasar, baik sikap maupun ucapan, bahkan dalam perlakuan sehari-hari terhadap ibunya. Memaki, menghardik, kadang sampai memidanakan orangtua sendiri, hanya karena urusan duniawi.
Padahal anak itu tahu dan mengerti jika perbuatan itu adalah dosa besar, dan tidak sesuai dengan hati nuraninya.
Kendati demikian, masih cukup banyak anak yang memuliakan ibu kandungnya, bahkan mengabdikan dirinya untuk seorang Ibundanya.
Mereka meyakini, bahwa ibu itu sumber inspirasi, sumber keberhasilan, ibu itu segala-galanya. Tidak satu-pun yang keluar dari lisan seorang ibu, kecuali akan menjadi doa.
Nabi sendiri menyampaikan bahwa doa orangtua kepada anaknya dikabulkan.
Di era modern ini, bagi seorang anak sangat sulit untuk mengabdikan diri sepenuhnya kepada seorang Ibu.
Apalagi ketika sudah menikah, memiliki pasangan, anak, serta pekerjaan.
Kesibukan itu kadang menjadikan komunikasi dengan orangtuanya terhambat.
Setidaknya, bagi seorang anak seharusnya menyisihkan waktu luang untuk menyenangkan, memuliakan, membahagiakan Ibunya, dengan menyempatkan diri menyapanya, walaupun hanya melalui telepon.
Seorang Ibu, hatinya akan berbunga-bunga, dan lisannya selalu terucap syukur ketika mendengar suara sang anak, walaupun hanya melalui smartphone, SMS atau WA.
Ibu yang baik pasti akan melahirkan anak-anak yang baik pula. Sementara Ibu yang berbakti kepada kedua orangtuanya, pasti anaknya kelak akan memuliakannya dan berbakti kepadanya.
Sebaliknya, Ibu yang sering menyengsarakan anaknya, kelak juga akan mendapatkan balasan yang sama, sebagaimana yang dipelakukan kepada Ibunya. Itulah yang disebut dengan sunnatullah yang akan berjalan alami.
Setidaknya bagi anak yang mengerti agama, karena mendapatkan pendidikan yang cukup tentang agama dan moral, ahlak.
Walaupun pernah mendapatkan perlakuan yang kurang enak dari ibundanya sendiri, ia tetap akan meng-agungkan, memuliakan sang Ibu, karena agama mengajarkan memuliakan ibunya.
Memuliakan ibu sendiri merupakan bagian dari cinta Allah dan Rasulullah, sekaligus modal utama untuk meraih kesuksesan duniawi dan ukhrowi.
Cukup banyak orang yang menderita, gagal, bangkrut, susah, keluarga hancur berantakan.
Ternyata penyebabnya adalah kurang perhatian terhadap kedua orangtuanya yang selama ini membesarkan dan memperhatikanya.
Padahal, setiap pekerjaan atau usaha, jika tidak meminta restu dan doa kedua orangtua, termasuk merupakan sifat sombong.
Sebaliknya, cukup banyak orang yang tidak cerdas intelektualnya selama belajar di sekolah maupun dikampus, ternyata dalam hidupnya selalu diberikan kemudahan. Usahanya lancar, akademisnya juga berjalan dengan baik sesuai rencana, keluarganya sakinah, anak-anaknya juga menjadi anak sholih dan sholihah. Semua ujian dan kesulitan bisa dihadapi dengan mudah dan sukses.
Ternyata rahasianya dia selalu mengedepankan kebahagiaan kedua orangtuanya. Bagi seorang mukmin, membahagiakan kedua orangtua itu sama dengan memperhatikan ajaran Allah baik yang tersirat atau yang tersurat.
Tidaklah berlebihan jika saya mengatakan:
"Bahagiakan kedua orangtumu, niscaya Allah membahagiakan dirimu. Perhatikanlah kedua orangtuamu, niscaya Allah akan memperhatikan dirimu. Hajikanlah kedua orangtuamu, niscaya Allah akan memberimu rejeki yang melimpah nan berkah. Sejauh mana seorang anak membahagiakan kedua orangtuanya, sejauh itu pula Allah memberikan kebahagiaan terhadap kalian. Sejauh mana kalian menelantarkan kalian sang Ibu sejauh itu pula Allah akan menelantarkan kalian’’
Jika belum bisa membahagiakan kedua orangtua, baik sikap, tutur, atau materi, minimal jangan sampai menyusahkan keduanya.
Karena keduanya telah bersusah payah mendidik dan membesarkan kalian. Jangan ditambah lagi dengan kesulitan-kesulitan lainnya.
Ada sebuah pesan agung dari lisan mulia Rasulullah:’ "Celakalah sekali bagi orang yang memiliki kedua orangtua yang lansia, atau salah satunya, kemudian orang itu tidak mendapatkan surga" (HR Thabrani).
Hadis ini mengingatkan kepada manusia agar supaya selalu membuat raut wajah kedua orangtua sumringah. Raihlah surga dan kebahagiaan duniawi dengan membuat keduanya bahagia.
Seorang anak akan merasakan kebahagiaan sesungguhnya, jika sudah bisa memberikan yang terbaik bagi kedua orangtua.
Dalam sebuah hadis disinyalir bahwa menatap wajah kedua orangtua adalah besar pahalanya dan bisa melebur dosa-dosa.
Belum sempurna rasanya hidup ini, jika belum bisa melihat orangtua menunaikan ibadah haji dan hidup selalu dalam berkecukupan.
Jangan sampai belum bisa memberikan kebahagiaan kepada kedua orangtua, tetapi sikapnya justru tidak sopan, kasar, bahkan sering membantah dan mengecewakan kedua orangtua. Ini termasuk dosa besar, sekaligus membuat hidupnya menderita di dunia dan di akhirat kelak.
Dalam sebuah pesan agung, Allah SWT berfirman: "jangan sekali-kali mengucapkan ‘’AH’’, atau memberntak keduanya, ucapkanlah kepada keduanya dengan penuturan yang mulia"’.
Jika seeorang mengalami kesusahan, selalu gelisah, galau, dan tidak tentu arah dan tujuan. Segeralah sungkem kepada kedua orangtua (ibu), dan ketahuilah bahwa masih ada sesuatu yang harus diselesaikan terkait dengan bakti kepada kedua orangtua.
Oleh karena itu, pastikan setiap langkah yang akan ditempuh, sudah mendapatkan rekomendasi kedua orangtua (ibu). Sesungguhnya Ridho Allah SWT itu digantungkan pada kedua orangtua, dan surga seorang anak itu terletak pada kedua telapak kaki ibu.
Libatkan selalu doa restu orangtua di dalam memutuskan sebuah keputusan kecil maupun besar dalam hidup ini. Ketika seorang Ibu meridhoinya, berarti telah mendapatkan ridho ilahi.
Langkah demi langkah yang ditempuh, pasti akan mendapatkan kemudahan, kesulitan demi kesulitan akan selalu jalan keluarnya.
Tetapi, bagaimana kalau kedua orangtua sudah tiada?
Setiap orang pasti mati, tetapi hubungan anak dan orangtua itu tidak akan berhenti.
Walaupun orangtua sudah tiada, kewajiban bagi setiap anak untuk tetap mendoakannya, karena itu bagian dari kewajiban seorang anak terhadap orangtuanya.
Jangan sampai, ketika orangtua wafat, tidak pernah berziarah ke makam Ibu atau ayahandanya. Seolah-olah hilang ditelan bumi, sehingga kadang lupa mendoakannya.
Rasulullah sejak usia enam tahun sudah ditinggal sang Ibu. Ketika Nabi di utus menjadi Rosul, beliau-pun mendapatkan amanah untuk menyampaikan risalah-Nya kepada semua manusia.
Saat Nabi merasa rindu dan kangen akan belaian dan kasih sayang seorang Ibu, Rasulullah menyempatkan diri berziarah ke Makam Ibunya di Abwa.
Di samping pusaran sang Ibu, Rasulullah menangis tersedu-sedu, hingga sahabat yang ikut serta dalam rombongan itu ikut serta meneteskan airmata.
Tidak lama kemudian Nabi mengatakan:’’ Aku meminta izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan bagi ibuku, namun aku tidak diizinkan melakukannya. Maka akupun meminta izin untuk menziarahi kuburnya, aku pun diizinkan. (HR Muslim).
Setelah Nabi mendapatkan izin, ternyata Nabi mengajak banyak orang, hal ini sekaligus menjadi pelajaran bahwa ziarah kubur itu boleh dilakukan secara rombongan.
Saat itu, Nabi mengatakan dengan nada perintah (amar) kepada para sahabatnya: "Berziarah-kuburlah, karena ia dapat mengingatkan engkau akan kematian" (HR. Muslim).
Menyayangi kedua orangtua bukan saat keduanya masih sehat dan bugar, justru ketika keduanya sudah tiada harus mendapatkan perhatian khusus.
Karena keduanya membutuhkan doa anak-anaknya, memerlukan kedatangan anak-anaknya (Ziarah kubur), juga perlu dihajikan bagi yang belum dihajikan, serta penuhi kewajiban dan wasiat mereka.
Wallahu A'lam.