Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memperingatkan pemerintah agar jangan dulu nekat membuka sekolah di masa new normal.
Berdasarkan pengawasan langsung KPAI ke 15 sekolah, pada jenjang SD, SMP, SMA atau SMK di Jakarta, Bogor, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Kota Bandung, pada Juni 2020, hanya SMKN 11 Kota Bandung, yang benar-benar siap secara infrastruktur kenormalan baru.
Sebagaimana diketahui, lima sekolah telah menyiapkan tambahan beberapa wastafel di tempat-tempat strategis. Sisanya, sembilan sekolah belum menyiapkan apapun, kecuali sabun cuci tangan.
Selanjutnya, survei KPAI kepada 6.664 guru, dari berbagai sekolah juga menyatakan, hanya 20 persen yang mengklaim, siap menghadapi kenormalan baru.
“Kami belum melihat ada upaya-upaya semacam itu. Lalu bagaimana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), hendak membuka sekolah di semua zona (Hijau, oranye, kuning maupun merah) ketika tidak memiliki data apapun di level sekolah,” ungkap Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam keterangan tertulis, Selasa 28 Juli 2020.
“Tidak bisa menggunakan ‘Merdeka Belajar’ dalam situasi seperti ini, dengan seolah memerdekakan semua daerah dan sekolah untuk tatap muka. Kebijakan seharusnya berbasis data, bukan coba-coba. Apalagi ini soal keselamatan dan kesehatan anak-anak Indonesia, untuk anak sebaiknya jangan coba-coba,” paparnya.
Dia menyebutkan, Kemendikbud semestinya menjadi motor penggerak dalam mempersiapkan kenormalan baru, di ranah pendidikan. Misalnya, dengan melakukan persiapan protokol kesehatan dan daftar periksa, untuk disampaikan ke seluruh Dinas Pendidikan.
Sehingga, secara berjenjang bisa disosialisasikan ke sekolah-sekolah. Lalu, diteruskan ke para wali kelas kepada seluruh siswa dan orang tua murid.
Apalagi jika merujuk pada ketentuan SKB 4 Menteri, telah jelas menyatakan, zona kuning, oranye dan merah masih dilarang berkegiatan tatap muka, dan membuka sekolah. Ketentuan pembukaan sekolah meliputi, kabupaten dan kota, harus zona hijau, pemerintah daerah harus setuju, sekolah harus memenuhi semua daftar periksa dan siap pembelajaran tatap muka, dan orang tua murid setuju pembelajaran tatap muka
“Jika salah satu dari empat syarat tersebut tidak terpenuhi, peserta didik melanjutkan belajar dari rumah secara penuh,” jelasnya.
Di sisi lain, pembukaan sekolah juga harus secara bertahap. Untuk pembelajaran tatap muka pada tahap I, bisa diikuti siswa dari jenjang SMA, SMK, MA, MAK, SMTK, SMAK, Paket C, SMP, MTs, dan paket B.
Sedangkan pada tahap II, dilaksanakan dua bulan setelah tahap I. Tahap II untuk jenjang SD, MI, Paket A dan SLB. Sementara itu, tahap ketiga dilaksanakan dua bulan setelah tahap II, yang diperuntukkan bagi jenjang PAUD formal (TK, RA, TKLB) dan nonformal.
“Seharusnya Gugus Tugas Covid, Kemedikbud dan Kementerian Agama (Kemenag), mengevaluasi dahulu pelaksanaan SKB 4, menteri yang belum lama umurnya. Bukan malah memutuskan membuka di semua zona tanpa merujuk data. Bisa diambil contoh pascapembukaan sekolah di Pariaman yang zona hijau. Baru seminggu buka sekolah, ada guru dan operator sekolah yang terpapar Covid-19. Padahal guru yang bersangkutan sempat berinteraksi tatap muka dengan para siswanya,” ulasnya.