Darmina mengaku tak bisa berkata apa-apa begitu mengetahui digugat keempat putrinya perihal kepemilikan surat tanah atau harta milik mendiang suami, Afla Kazim.
Hj Darmina tinggal di Jalan KH Sulaiman, Kelurahan Kedondong Raye, Kecamatan Banyuasin III, Pangkalan Balai, Banyuasin
Wanita 78 tahun ini sehari-hari hanya bisa terbaring di ranjang yang terletak dekat kamar mandi, ruang makan dan dapur di bagian belakang rumah.
Sejak beberapa tahun terakhir, Darmina mengaku sudah tak mampu berjalan karena tulang pahanya sudah keropos.
"Saya sudah tidak bisa berjalan lagi. Lutut ini sudah tidak bisa dijadikan tumpuan," ujar Darmina yang masih bisa berbicara dengan suara jelas ini.
Alhasil, selain hanya dapat terbaring, untuk melakukan aktivitas seperti mandi dan wudhu, ia dibantu sang cucu bernama Angga dan juga istrinya.
Begitu mendengar kabar ia digugat oleh dua dari empat putrinya, Darmina mengaku tak dapat berkata apa-apa.
"Entah harus bilang apa. Anak macam apa yang berani menggugat orang tua seperti itu," kata Darmina.
Menurutnya, berdasarkan hasil pembagian harta oleh mendiang suami, Darmina mengaku mendapat sebagian kecil saja.
Warisan di antaranya berupa surat tanah tersebut, lanjut Darmina, ingin digunakannya untuk keperluan sehari-hari.
"Ada harta yang tidak seberapa itu saya ingin untuk menyambung nyawa saja, sampai ajal menjemput. Tapi kok anak-anak sudah dapat bagian masing-masing, masih saja rakus terhadap ibunya sendiri," kata Darmina sambil meneteskan air mata.
Kini Darmina tinggal bersama cucu yang merupakan putra dari mendiang Abdul Gani, putra kedua Darmina.
Bersama cucunya bernama Angga tersebut, Darmina mengaku sangat nyaman karena diperlakukan dengan manusiawi.
Apalagi saat ini kedua Darmina tak mampu lagi melangkah karena faktor usia.
Angga beserta sang istri, dinilai Darmina sangat ikhlas dan telaten merawat orang tua yang sudah sangat sepuh.
"Makanya cucu saya ini yang merawat saya. Dia yang memegang harta warisan untuk mendiang ayahnya, tapi dia juga gunakan untuk merawat saya.
Tidak benar kalau cucu saya dituduh menggelapkan surat tanah seperti yang dituduhkan bibi-bibinya. Memang itu bagian ayahnya (ayahanda Angga)," tutur Darmina.
Kini menghadapi persoalan hukum yang dihadapinya, Darmina mengaku siap karena ia merasa berada di jalan yang benar.
Ia pun berusaha memaafkan putri-putrinya meskipun dirasa sangat berat.
"Saya tak ingin mengutuk anak-anak saya. Tapi hati kecil mengatakan mereka durhaka," kata Darmina sesenggukan.
Sebelumnya, kasus anak menggugat ibu kandung di Pengadilan Negeri Pangkalan Balai, Kabupaten Banyuasin heboh.
Kuasa Hukum Penggugat, Achmad Azhari menuturkan kronologi hingga akhirnya kliennya memutuskan untuk menggugat secara hukum.
Gugatan perdata itu didaftarkan ke Pengadilan Negeri Kelas II Banyuasin pada 25 Juni 2020 lalu dan saat ini dalam tahap pemeriksaan berkas.
Gugatan perbuatan melawan hukum itu ditujukan kepada lima diantaranya Darmina (ibu penguggat), Angga, Notaris Fahrizal, Lurah Kedondong Raye dan Camat Banyuasin III.
Objek sengketa merupakan tanah seluas 12.000 meter persegi, terdiri dari 3 surat yang teletak di Jalan Mutiara, Kelurahan Kedondong Raye, Kecamatan Banyuasin III, Banyuasin.
"Kamis kemarin (16/07) baru agenda pemeriksaan berkas, ditunda hingga Minggu depan karena berkas tergugat belum lengkap," ungkapnya
Ia menyampaikan persoalan ini merupakan persoalan keluarga besar pasangan Afla Kazim (Alm) dan Darmina.
Keduanya suami istri itu memiliki lima orang anak yakni Agustina Herawati, Abdul Gani, Milakaturina, Aprilina, dan Sinta Dewi.
"Empat orang wanita anak Afla Kazim ini merupakan klien kami, sementara tergugat adalah Darmina merupakan ibu kandung dan Angga merupakan anak dari Abdul Gani, artinya adalah keponakan ," katanya.
Persoalan ini dimulai setelah Afla Kazim yang merupakan kepala keluarga wafat pada 7 April 2019 lalu.
Saat itu Aprilina dipercayakan oleh Afla Kazim untuk memegang surat tanah yang menjadi sengketa.
Sebelum wafat, Afla Kazim berpesan untuk tidak menjual tanah itu dan digunakan untuk usaha anak cucunya kelak.
Tapi nyatanya, usai Afla Kazim wafat pada April tahun lalu, Aprilina yang memegang surat itu malah dilaporkan polisi oleh Angga.
"Ibu Aprilina yang memegang surat itu dilaporkan polisi oleh Angga, atas penggelapan surat. Waktu itu, Aprilina yang tidak ingin masalah meruncing langsung menyerahkan surat itu kepada Angga," katanya.
Persoalan pun berlanjut, ternyata Angga yang telah menguasai surat tanah itu justru menjualkan tanah warisan itu.
Angga beralasan tanah itu dijual untuk membiayai kehidupan dan berobat Darmina yang tinggal bersamanya.
Pihaknya menduga ada permainan, karena sebelum dijual kepada orang lain diduga ada jual beli antara cucu dan nenek atau Angga dan Darmina terhadap lahan warisan itu.
Nilai jual beli lahan itu tidak masuk akal karena berada dibawah pasaran.
"Ada jual beli antara Angga dan Hj Darmina, jadi Hj Darmina menjual tanah itu kepada Angga sekitar 100 juta, kemudian Angga menjual kembali kepada orang lain senilai Rp 550 juta padahal harga pasar tanah itu mencapai milyaran," katanya.
"Kami menilai Hj Darmina yang telah sangat tua dimanfaatkan oleh angga, gugatan ini bukan untuk meminta warisan tapi menjaga harta orang tua yang seharusnya memang tidak boleh dijual," tegasnya.
Ia menegaskan keinginan kliennya ingin membatalkan transaksi jual beli tersebut agar lahan itu tetap terjaga keberadaannya sesuai amanah dari almarhum Afla Kazim.