Kelurga dari Wisnu Widodo asal Ponorogo ini harus memanjat atau melompati tembok setinggi kurang lebih satu meter ketika ia hendak keluar masuk rumahnya.
Hal ini ia lakukan karena akses jalan tersebut diblokade oleh tetangganya.
Tembok setinggi satu meter itu sejak 2017 telah menghalangi sekeliling rumahnya.
Meski pertikaian dengan tetangga itu telah diselesaikan di meja hijau, tapi tak menunjukkan titik terang hingga saat ini.
Penutupan akses jalan oleh tetangga Wisnu Widodo ini sudah berlangsung 4 tahun lamanya.
Bukan tanpa usaha, keluarga Wisnu Widodo sudah mencoba untuk mediasi hukum di pengadilan.
Tapi masih belum ada tindak lanjut dari mediasi tersebut.
Terakhir, hasil persidangan memutuskan bahwa jalan yang ditutup oleh tembok tersebut merupakan jalan desa.
Namun, Hingga saat ini, tetangga yang klaim jalan itu masih miliknya, masih enggan membongkar tembok tersebut. Pihak desa juga belum mengambil tindakan baru.
Di sisi lain tetangganya yang memblokade jalan tersebut mengklaim bahwa tanah tersebut adalah miliknya.
Bapak empat anak ini harus berjuang setiap hari mengangkat sepedanya sendiri melewati tembok.
Sekedar untuk keluar masuk rumahnya saja, terpaksa menggunakan kursi dari kayu atau tangga. Lantaran satu-satunya akses telah tertutup.
"Ya kesulitan, nggak bisa lewat mana-mana. Lewat tritisan (pinggiran tembok) itu, motor ya nggak bisa masuk," ujar Wisnu.
Tai Ayam Jadi Penyebab
Setelah ditelusuri dari kedua belah pihak, akar masalahnya ternyata dipicu dari tai ayam peliharaan Wisnu.
Diduga ayam Wisnu kerap berkeliaran ke halaman rumah Mistun dan Edy. Banyak kotoran yang ditinggal dan dirasa mengganggu.
Hal tersebut lantas membuat Mistun geram dan ia kemudian membangun tembok pembatas pada 2017 silam.
Masalah yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan, akhirnya menjadi besar hingga pengadilan. Melihat hasil pengadilan, nama Wisnu dianggap menang banding.
Wilayah tembok pembatas yang sempat diakui oleh Mistun merupakan haknya, ternyata milik jalan desa. Pengadilan telah menyatakan pihak Mistun dan Edy yang bertanggung jawab merobohkan.
Meski pertikaian telah diselesaikan di pengadilan, namun kenyataan di lapangan berbanding terbalik.
Wisnu merasa sedikit kecewa, hingga saat ini rumahnya masih tertutup tembok, serta tak ada pihak yang lebih bijaksana dalam menengahi hubungan kedua tetangga tersebut.
"Ya nek Desa ya pasif saja. Saya ya minta pemerintah, mau bijaksana. Saya juga keadaan seperti ini. Sudah proses di pengadilan, sudah tiga tahun setengah ini. Terus sudah diputuskan memang harus dikembalikan ke semula yaitu jalan desa," ungkap Wisnu.
Sebagian warga berharap wilayah tersebut dialihfungsikan kembali sebagai akses jalan desa. Sebab tembok yang mengitari rumah Wisnu, ikut menutup akses menuju persawahan.
"Ya itu paling nggak lewat tangga ini, kadang ya pakai kursi, kadang ya pakai tritisan," ujar Budi Ismanto, salah seorang warga setempat.
Tak ayal video viralnya rumah yang dibatasi tembok oleh tetangga sendiri itu, ikut memicu keprihatinan dan emosi warganet.
"Ingat, sekaya apa pun mereka tidak 1 orang pun yang bisa berjalan sendiri menuju Liang lahatnya ketika mati," tulis SabaEka.
"Malu harusnya yang punya tembok itu..kalau nggak malu berarti muka tembok.....," kata YuniDwiyanti.
"Menghalangi jalan orang laen sama aja dengan menghalangi rezekinya sendiri..," tulis _putri.nugraheni.
"Motivasi nya apa njir di tembok begitu ?? Mau idup selama nya lo di dunia ??," tulis ussega_real.