Kisah spiritual dari seseorang yang mendapatkan hidayah datang dari mantan pendeta ini.
Di saat banyak dari sebagian orang rela mengorbankan iman demi mengejar dunia.
Tetapi kisah Ibnu Masngud (55), seorang mualaf dari Mojokerto Jawa Timur membuktikan bahwa iman tak bisa dibayar dengan apapun di dunia.
Diketahui, Masngud merupakan mantan pendeta di sebuah gereja ternama di Mojokerto Jawa Timur.
Gerejanya pernah dibom teroris hingga menewaskan seorang anggota Banser NU yang siaga mengamankan gereja.
Tapi Masngud selamat dari insiden itu karena buru-buru melarikan diri.
Siapa sangka, Masngud justru memeluk Islam kemudian harinya.
Masngud mendapat hidayah setelah melihat bintang berbentuk lafaz Allah di langit pada malam hari.
Pria bernama asli Abraham Agus Setiono itu lalu datang sendiri ke Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, untuk menyatakan keimanannya.
Masngud pun bertemu dengan almarhum KH Idris Marzuki, pengasuh Ponpes Lirboyo.
Sosok kyai kharismatik itu seketika membuat tubuhnya gemetar.
Air matanya deras. Sang kiai merangkulnya hangat. Di hadapannya, Masngud berucap sahadat.
"Pas ucapkan kalimat sahadat sempat kesulitan, tapi juga bahagia," katanya.
KH Idris kemudian mengganti namanya dengan Ibnu Masngud (Mas'ud) yang artinya anak beruntung.
Masngud memang merasa sangat beruntung.
Ia bersyukur memperoleh nikmat yang tiada tara, yakni iman kepada Allah.
Karenanya, ia tak memberati dunia lagi setelah beriman.
Ia tak segan menceraikan istri tercinta yang telah puluhan tahun menemani hidupnya.
Ia pun ikhlas melepas darah dagingnya.
Alasannya, mereka enggan mengikuti ajakannya untuk memeluk agama Islam.
Baginya iman tak bisa ditukar dengan apapun di dunia ini, bahkan keluarga sekalipun.
Karenanya ia tak ragu berucap selamat tinggal kepada orang-orang tercinta.
Bukan hanya keluarga, Masngud meninggalkan segala hasil jerih payahnya.
Seluruh harta, termasuk rumah mewah dan mobil, ia tinggalkan.
Ia memutuskan menutup masa lalunya total.
"Saya tinggal semua, total. Karena saya punya keyakinan, di kehidupan yang baru, semua harus baru," katanya
Suatu ketika Masngud meminta izin kepada KH Idris untuk ikut Kiai Asyhari Muhammad Al Hasani atau Gus Hari, ulama muda asal Kebumen Jawa Tengah.
Sang kiai merestui dan meminta Hari untuk membimbing mualaf itu agar imannya terus terjaga.
Masngud pergi tak membawa bekal, kecuali beberapa setel baju dari pesantren Lirboyo.
Ia tinggal di pesantren yang diasuh Gus Hari, Ponpes Al Hasani, Desa Jatimulyo Alian Kebumen.
Di usianya yang semakin senja, Masngud masih bersemangat mempelajari Islam.
Ia membaur dengan santri lain untuk belajar Al Quran hingga kitab kuning yang menjadi ciri khas pendidikan pesantren, antara lain kitab fikih Fakhul Qorib.
Semakin dalam ia mempelajari Islam, Masngud mengaku keimanannya semakin mantap.
"Baca Al Quran sedikit-sedikit sudah bisa," katanya
Jika dulu ia berjaya saat menjadi pendeta, kini ia hanya warga biasa.
Tapi Masngud tak pernah menyesalinya. Gemerlap dunia hanya sekilas atau fana baginya.
Terpenting bagaimana ia bisa menjaga iman dan memperbanyak amal di sisa umurnya.
Karenanya, ia tak segan menjalani pekerjaan apapun asal halal. Di luar aktivitasnya memperdalam agama Islam dan membersihkan makam, Masngud masih ulet bekerja.
Ia dipercaya menjadi tukang kebun di sekolah.
Selain itu, Masngud juga tak canggung menjadi pemulung.
Ia memungut barang rongsok di tempat sampah yang bisa ditukar dengan rupiah.
Bagaimanapun, ia harus bisa mencukupi kebutuhan dasarnya sebagai bekal untuk ibadah.
Masngud memang kini tidak punya apa-apa. Kehidupan ekonominya telah berbalik.
Tapi ia percaya, di balik kesusahannya, Allah memberikan yang terbaik baginya.
"Dulu harta mewah, semua ada, istri cantik. Sekarang secara manusia, saya miskin, tapi hati saya kaya, hidup saya nyaman sekarang," katanya
Masngud pun merasa anugerah Allah kembali datang padanya.
Di usianya yang sudah kepala lima, ia dipertemukan dengan gadis salehah yang bisa menerima kekurangannya.
Sariasih (30), gadis yang memiliki usaha warung kini telah menemani hari-harinya yang sepi.
Keduanya telah terikat janji suci. Tak sekadar mendampingi, sang istri pun setia mengajarinya membaca Al Quran.
Masngud masih memiliki cita-cita yang belum terpenuhi. Bukan urusan duniawi pasti.
Sebagaimana keinginan setiap umat Islam, ia pun ingin sekali pergi haji ke Baitullah untuk menyempurnakan rukun Islam.
"Insya Allah saya ingin ke Baitullah," katanya.