Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor sekaligus komandan Banser nasional Yaqut Cholil Qoumas merespons keras terkait kabar pelemparan jenazah 3 ABK kapal China di laut lepas dan dugaan perlakuan buruk yang dialami para ABK.
Yaqut mengatakan aksi keji tersebut merupakan bentuk perbudakan di zaman modern.
“Tragedi kemanusiaan yang menimpa 18 ABK asal Indonesia tersebut adalah bentuk-bentuk perbudakan modern (modern slavery) dan diduga keras telah terjadi TPPO," kata Gus Yaqut dalam keterangannya, Kamis (7/5).
Aksi pelemparan jenazah WNI ke laut, menurutnya merupakan bentuk perbuatan keji dan biadab.
"Hal ini tampak jelas dari cara perusahaan menangani ABK yang sedang sakit hingga penguburannya yang tidak manusiawi dengan cara melarung ke laut. Ini tindakan biadab, sebab itu kami mengutuk keras,” lanjut dia.
Ketiga ABK tersebut diketahui meninggal dunia di kapal berbendera China Long Xing 629 dan Long Xing 604 pada Desember 2019 dan Maret 2020. Peristiwa ini terjadi ketika kapal tersebut berlayar di Samudera Pasifik, wilayah Selandia Baru.
GP Ansor juga menuntut Dalian--perusahaan yang mempekerjakan para ABK--untuk meminta maaf secara terbuka kepada korban, dan masyarakat Indonesia. Selain itu juga meminta hak-hak pekerja terpenuhi dan mengganti semua akibat pelanggaran yang telah dilakukan perusahaan kepada ABK dan para ahli warisnya.
“GP Ansor juga meminta Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri, BP2MI, Kementerian Ketenagakerjaan dan pihak terkait lainnya untuk memberikan perlindungan maksimal kepada ke-14 ABK selama masa karantina hingga proses pemulangan ke Tanah Air," ujarnya.
"Pemerintah Indonesia juga harus mengupayakan hak-hak ke-4 ABK yang meninggal dunia secara maksimal untuk diterimakan kepada ahli warisnya,” lanjut dia.
Ia meminta pemerintah RI untuk meningkatkan perlindungan kepada para WNI di luar negeri yang menjadi pekerja atau ABK kapal.
Ia menyesalkan terjadinya tragedi kemanusiaan dan pelanggaran serius hak-hak buruh ini.
“Untuk itu, GP Ansor akan memberikan pendampingan hukum melalui LBH Ansor dan bekerjasama dengan pihak-pihak lain untuk mengupayakan perlindungan terbaik kepada ke-14 ABK dan ahli waris dari 4 ABK yang gugur dalam tugas,” ucapnya.
Sebelumnya, para ABK mencuri perhatian setelah kisah mereka diangkat oleh media Korsel, MBC News.
Dalam tayangan media tersebut, para ABK mengaku mendapat perlakuan buruk dan bekerja berdiri hingga 30 jam.
Mereka juga mengaku dipaksa minum air laut yang disuling, sementara para ABK asal China minum air mineral botolan. Tiga di antara mereka meninggal dunia dan jenazahnya dilarung di laut, terekam dari kamera di dalam kapal.
Atas kasus ini, Kedutaan Besar RI di Beijing telah mengirim nota diplomatik ke Kemlu China untuk meminta klarifikasi.