Baru-baru ini, postingan akun Twitter @Lekday menjadi viral di sosial media.
Pasalnya, akun tersebut mengunggah sebuah foto yang memperlihatkan seorang relawan berbaju hazmat putih berdiri membelakangi kamera.
Pandangan terpaku menatap drakbar dengan sebuah peti kecil berwarna putih di atasnya.
Setiap tepian kotak peti itu direkat erat dengan lakban berwarna coklat.
Sementara relawan lain yang mengenakan alat perlindungan diri (APD) lengkap, berdiri di samping drakbar tersebut sambil tangan bersedekap.
"Pemakaman terberat adalah ketika memakamkan sebuah peti kecil," tulis pemilik akun @Lekday dalam keterangan fotonya, seperti dikutip Kabarmakkah.com.
Wisnu yang merupakan satu dari relawan Tim Penanganan Jenazah Gugus Tugas Covid-19 Bantul dari Palang Merah Indonesia (PMI) Bantul memberikan keterangannya.
Wisnu mengatakan, pemakaman bayi berusia 10 hari tersebut dilakukan pada Minggu (17/5/2020) di Dlingo, Bantul, Yogyakarta.
Wisnu menceritakan, saat pemakaman bayi itu, ia bertugas sebagai safety officer dalam Regu 2 tim penanganan jenazah yang sedang piket.
Dia menambahkan, setiap tim biasanya terdiri dari enam orang dengan dua orang pendukung.
Namun, saat pemakaman bayi tersebut, hanya ada lima orang dalam tim dua dengan dua orang pendukung, lantaran satu orang lain berhalangan hadir.
Saat itu, Wisnu dan teman lainnya di Regu 2 baru saja selesai bertugas memakamkan jenazah di Kecamatan Kasihan, Bantul, Minggu tengah malam.
Setelah selesai pemakaman, ia dan anggota Regu 2 kemudian bersantap sahur di Posko Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY.
Kemudian ia mendapat kabar, Regu 2 harus bersiap untuk menguburkan seorang bayi.
Mulanya, ia tak mengetahui, yang akan dimakamkan adalah bayi berusia 10 hari.
"Saat itulah bahwa kami harus bersiap selepas sahur kita akan menguburkan bayi, kami hanya tahu bayi gitu aja nggak tahu berapa umurnya," kata Wisnu, melalui sambungan telepon, Rabu (20/5/2020).
Kemudian selepas sahur, ia dan timnya bersiap memakai APD lengkap.
Mereka berangkat beriringan dengan ambulans dari RSUD Bantul.
"Kita belum tahu petinya, belum kita lihat karena masih di dalam ambulans, kita langsung ke Dlingo jaraknya sekira 45 menit dari rumah sakit," terang Wisnu.
Setelah sampai di lokasi pemakaman, ia dan timnya baru mengetahui usia bayi yang akan mereka makamkan adalah berumur 10 hari.
Saat mengetahui itu, Wisnu dan timnya mengaku sangat kaget.
"Sampai di sana barulah kita tahu 'kok petinya kecil sekali', ternyata usianya 10 hari."
"Nah itu membuat kami sedikit syok sih, terutama bagi teman-teman yang sudah punya anak, saya juga langsung keinget anak-anak," paparnya.
Saat tiba di lokasi pemakaman, ternyata jenazah bayi tersebut belum disalatkan, maka Regu 2 akhirnya berbagi tugas.
Sebagian menyalatkan jenazah bayi tersebut, dan sebagian lagi menyiapkan pemakaman.
"Akhirnya kita sempat menanyakan kepada petugas yang ada di rumah sakit, sudah disalatkan atau belum, ternyata belum, ya sudah kita salatkan di sana (tempat pemakaman)."
"Sebagian menyalatkan, sebagian menyiapkan untuk pemakaman," ungkap Wisnu.
Proses pemakaman dilalui dengan merangkak
Saat hendak memakamkan bayi tersebut, Wisnu dan tim harus kembali berjuang untuk masuk ke dalam pemakaman.
Mereka harus melalui medan yang cukup sulit, karena lokasi pemakaman penuh batu nisan yang dinaungi bangunan-bangunan kecil.
"Tapi ternyata medannya cukup sulit, sulitnya itu karena penuh dengan cungkup (kuburan permanen)."
"Jadi kita hanya bisa melewati celah-celah sempit, merangkak bahkan, merunting atau mengestafetkan peti," terang Wisnu.
Meski peti tidak besar dan bisa diangkat satu orang, namun tim tetap melakukan estafet lantaran medannya yang sangat sempit.
Pemakaman paling berat
Wisnu dan timnya mengaku, pemakaman bayi yang masih berusia 10 hari itu sangat berat.
Pasalnya, ia dan timnya tak menyangka akan menguburkan seorang bayi yang masih berusia 10 hari.
"Secara psikologis iya, tetapi secara fisik ada yang jauh lebih berat," kata Wisnu.
"Memang itu membuat kaget lah bagi kita, kok anak, bayi bahkan, kok sampai sudah terkena," imbuhnya.
Wisnu juga mengungkapkan suasana haru saat seorang anggota di timnya menahan tangis ketika mengazani bayi tersebut.
"Satu relawan yang mengazani pun sempat nggak bisa menahan perasaan, hampir nangis lah, kami semua trenyuh karena kami semua punya anak," ucap dia.
Coretan pada baju hazmat
Ada yang menarik perhatian saat menyaksikan foto yang diunggah akun @Lekday.
Pasalnya, dalam foto itu terlihat para relawan yang menguburkan bayi tersebut memakai hazmat dengan coretan di punggung mereka.
"Surga menantimu dek bayi," begitu bunyi tulisan berspidol hitam di baju hazmat mereka.
Di bawah tulisan tersebut juga tergambar lambang love.
Saat dikonfirmasi, Wisnu mengatakan, coretan di baju hazmat mereka sebagai sebuah penanda dan pesan.
Tak hanya itu, setiap pemakaman jenazah dengan protokol Covid-19, Wisnu dan timnya selalu menuliskan sesuatu di baju hazmat mereka.
Pemakaman terberat adalah ketika memakamkan sebuah peti kecil. pic.twitter.com/wE8gCTyCIb— Adi (@Lekday) May 17, 2020
"Kadang-kadang kita tulisin nama anak atau kadang-kadang seperti kemarin (Surga menantimu dek bayi)."
"Dulu pernah kita menuliskan nama jenazahnya di setiap APD kami, itu sebagai bentuk empati dari jenazah yang kami urus," terang Wisnu.
Selain itu, terkadang Wisnu dan timnya juga menuliskan pesan untuk masyarakat di baju hazmat mereka.
"Intinya sebagai penanda juga," tegasnya.
Pesan untuk masyarakat
Wisnu juga mengingatkan masyarakat agar mematuhi anjuran untuk tetap menjaga jarak, dan tidak bepergian untuk memutus rantai penularan virus corona.
"Kita mohon sekali kepada semua masyarakat Indonesia ini sabarlah dikit."
"Tetaplah di rumah, jaga jarak, nggak usah mudik lah, nggak usah pergi-pergi dulu."
"Jangan paksa kami untuk ngubur-ngubur kayak gitu, sabarlah sebentar."
"Kita bareng-bareng untuk memutus rantai penularan dari Covid-19 ini. Jangan di remehkan, ini memang penyakit yang bisa membunuh banyak orang, kita belum punya vaksinnya," tandasnya.