Sejak mengalami gejala mirip Corona, Juni Hardi Dwitama Putra, memeriksakan dirinya bersama sang istri, Rismayanti, ke RS Siloam Makassar pada 3 April lalu.
Dari hasil Rontgen CT Scan dan periksa darah, di paru-paru Juni Hardi ditemukan agak kabur.
Maklum ia termasuk perokok berat juga. Malam itu tepat hari Jumat, ia langsung dinyatakan sebagai ODP alias orang dalam pemantauan.
Kemudian disarankan untuk dirawat di RS Siloam. Untuk itu demi mengetahui hasil tes, tepat hari Senin, 7 April 2020, ia disuruh melakukan pemeriksaan lanjutan swab test. Belum ada hasil hingga ia disuruh karantina mandiri dan pulang 8 April.
Dikhawatirkan mendapat hasil yang sama tepat hari pertama, sang suami masuk RS Siloam, sang istri juga ikut pemeriksaan, hasilnya negatif namun pihak RS menyatakan Rismayanti sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP).
Dilansir dari Fajar, Rismayanti mengatakan, ia mengira pemeriksaan untuk dirinya pribadi di luar dari pemeriksaan sang suami kala itu alias gratis. Tetapi ternyata, pihak rumah sakit menyuruhnya membayar dengan pembicaraan awal sebesar Rp2,1 juta.
Ia pun menyetujui. Akan tetapi, pukul 23.05 Wita ia diberi tagihan senilai Rp6,9 juta. Dalam nota pembayaran tersebut tertulis total Rp6.928.810. Tetapi dalam rincian yang tertulis hanya biaya Admin Rp35.000, dokter umum Rp70.000, dan biaya obat dan laboratorium Rp2.000.000.
Sempat Yuyun bertanya kepada kasir, mengapa tagihannya berubah. Tetapi kasir menjawab karena statusya berubah jadi ODP sehingga ada selisih pembayaran.
“Rinciannya segitu tapi ujung-ujungnya terakhir saya bayar totalnya Rp6,9 juta, asuransi cuma bayar Rp2 juta jadi sisanya saya bayar sendiri,”ungkap Yuyun sapaan Rismayanti.
Itu hanya biaya untuk dirinya pribadi yang dinyatakan ODP. Belum lagi biaya suaminya. Setelah dirawat, sang suami dinyataka bisa pulang per 8 April. Sang suami dinyatakan keluar dari RS Siloam dan dianjurkan isolasi mandiri dirumah.
Ia juga merasa bahwa waktu itu ia tidak sakit, hanya dinyatakan ODP tetapi segala macam obat diberikan. Apakah hal ini benar dilakukan untuk orang odp? Tak hanya itu, kembali Yuyun dibuat kaget dengan tagihan yang diberikan pihak RS Siloam.
Ia diberi nota tagihan dengan rincian nota tersebut meliputi biaya Konsultasi Rp1.895.000, laboratorium Rp3.210.500, Radiology Rp5.625.525, drugs Rp16.320.906.
Selain itu ada pula suplay obat Rp16.320.906, servis dan biaya charge Rp14.000.000 serta biaya sewa tempat tidur Rp5.850.000. Sehingga total keseluruhan senilai Rp49.194.996.
“Coba dibayangkan bagaimana saya tidak syok tengah malam ada tagihan sebesar itu. Untungnya ada kartu kreditku jadi terpaksa gesek pakai itu, saya cuma sayangkan disini sebenarnya harusnya pihak siloam merujuk ke rs pemerintah yang gratis apalagi mereka sudah menetapkan malam itu suamiku PDP,” ucapnya, lirih.
Karena ia memakai asuransi dari tempatnya bekerja, maka pembayarannya semua ke pihak asuransi. Ada pun nanti sisanya yang tidak tercover asuransi akan ditagihkan ke pihak kantornya dan harus membayarnya sendiri.
“Saat itu pas suami saya keluar, belum ada hasil pasti yang diberikan apakah suami saya betul-betul positif covid-19 atau tidak,” ucapnya.
Sembari menunggu hasil, setelah melakukan karantina mandiri di rumahnya. Yuyun penasaran untuk hasil tesnya. Hingga ia sendiri melakukan tes swab di RS Dadi 15 April. Kemudian 20 April hasilnya keluar dan dinyatakan negatif.
“Secara logika seminggu saya sama-sama suamiku sebelum saya swab pasti hasilku juga positif harusnya, tetapi ternyata negatif, suamiku juga tes swab kedua di RS Dadi 20 April dan hasilnya negatif. Anehnya, sang suami hasil swab pertamanya di RS Siloam baru diketahui 28 Mei dengan hasil Positif,” ucapnya.
Yuyun tak ingin dikatakan mencemarkan nama RS Siloam. Ia hanya ceritakan apa yang ia alami. Dengan biaya tak sedikit, ia membayangkan jika hak itu terjadi pada orang lain. Padahal setaunya covid itu ada biayanya dari pemerintah namun ini malah dibebankan sama pasien apa lagi yang positif.
Humas RS Siloam, Putri mengatakan ia akan mengecek lebih lanjut dulu terkait hal tersebut. Data dan nama pasien akan di cocokkan terlebih dahulu. (wis)