Pemerintah akhirnya angkat bicara soal wacana relaksasi masjid khususnya jelang Lebaran 2020.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, Presiden Joko Widodo telah mengambil keputusan untuk melarang pelaksanaan salat Idul fitri 1441 Hijriah secara berjamaah di masjid atau lapangan.
Selain itu, Jokowi juga memutuskan tetap melarang mudik saat lebaran demi memutus penyebaran virus corona. Keputusan itu diambil dalam rapat terbatas kabinet yang digelar Selasa (19/5/2020).
”Kegiatan keagamaan yang sifatnya masif seperti salat berjamaah di masjid atau salat Id di lapangan itu termasuk kegiatan yang dilarang. Larangan mudik juga tetap berlaku sampai saat ini dan tidak akan dicabut sampai waktu yang akan ditentukan. Ini keputusan rapat kabinet pagi hari ini,” ujar Mahfud MD.
Ia menjelaskan, larangan salat Id ini mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Undang- undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kewilayahan.
Dalam beleid tersebut telah melarang kegiatan keagamaan yang masif hingga menimbulkan kumpulan orang banyak.
"Oleh sebab itu pemerintah meminta dengan sangat agar ketentuan itu tidak dilanggar," katanya.
Tak hanya mengacu pada dua beleid itu, Mahfud juga mengatakan anjuran pemerintah untuk melaksanakan salat Id di rumah sama dengan imbauan dari tiga ormas Islam terbesar di Indonesia; Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah.
"Kita dengan Majelis Ulama (Indonesia), dengan NU, dengan Muhammadiyah itu tidak ada perbedaan pandangan, sama-sama di dalam seruan yang dikeluarkan Majelis Ulama (Indonesia), NU, dan Muhammadiyah, itu sama agar orang salat di rumah," kata Mahfud.
"Karena bahaya yang ditimbulkan kumpul-kumpul itu lebih menimbulkan mudarat daripada kita meraih yang sunah muakad sekalipun. Oleh sebab itu, kan sama isinya, yang disebarkan oleh Menteri Agama, MUI, NU, Muhammadiyah, dan ormas- ormas lain," ujar Mahfud.
Mahfud mengatakan anjuran yang dikeluarkan MUI hingga NU telah mengatur tata cara salat Idul Fitri di rumah.
Dia mencontohkan aturan tersebut semisal jumlah jemaah dan khotbah.
"Bahkan ketiga ormas tersebut sudah mengatur juga ritualnya, bagaimana caranya salat di rumah itu sudah diatur di situ. Misalnya jumlah jemaahnya berapa orang, salatnya, khotbahnya pendek, bahkan ada mengatakan kalau perlu dua khotbah yang penting salatnya saja, itu sudah ada," imbuh Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) meminta para tokoh agama, ormas keagamaan, dan tokoh masyarakat adat untuk ikut meyakinkan masyarakat terkait bahaya berkerumun saat salat berjamaah.
"Kerumunan salat berjamaah ini termasuk bagian yang dilarang peraturan perundang-undangan, bukan karena salatnya tapi merupakan bagian dari upaya menghindari bencana," jelas Mahfud.
Pengawasan Mudik
Sementara untuk larangan mudik, Mahfud memastikan pengawasan akan dilakukan oleh aparat TNI, Polri, dibantu pemerintah daerah di pintu masuk dan keluar wilayah.
Ia juga telah meminta agar pengawasan diperketat di jalur-jalur tikus dan di kendaraan besar yang kerap dimanfaatkan untuk warga bersembunyi dari petugas.
"Supaya ketat penjagaan di waktu-waktu yang biasanya petugas lengah. Misal tengah malam orang
menganggap petugas ngantuk, tidak ada lalu nerobos begitu aja," tuturnya.
Pemerintah sebelumnya memang telah mengimbau masyarakat untuk melaksanakan salat Id di rumah.
Meski demikian, sejumlah wilayah tetap akan menggelar salat Id berjamaah di lapangan. Salah satunya di Bekasi yang akan menggelar salat Id di masjid dan lapangan di 30 kelurahan.
Tak hanya di Bekasi, di Jawa Timur Pemprov setempat juga sempat mengeluarkan surat edaran terkait imbauan kegiatan takbir dan tata cara pelaksanaan salat Id.
Dalam edaran itu dijelaskan adanya kelonggaran aktivitas ibadah bulan Ramadhan dan Idul
Fitri dengan memperhatikan beberapa syarat.
”Ini sesuai dengan edaran MUI, namun harus ada syarat-syarat yang kami sebutkan di bawah (surat). Sebagai contoh, Masjid Al Akbar jadi mulai masuk sudah dipisah, antrenya sudah diarahkan jaraknya 1,5 sampai 2 meter,” kata Sekda Provinsi Jatim Heru Tjahjono di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jumat (15/5/2020).
Belakangan, surat edaran itu dibatalkan.
”Surat bernomor 451/7809/012/2020, ditinjaukan kembali dan dinyatakan tidak berlaku, sekali lagi mohon maaf," kata Heru, Senin (18/5/2020).
Keputusan mencabut surat itu, kata dia, dilakukan setelah pihak Pemprov Jatim
menggelar rapat koordinasi bersama jajaran Badan Pengelola Masjid Nasional Al Akbar.
Dalam rapat tersebut kemudian ada beberapa pertimbangan yang memengaruhi
dibatalkannya pelaksanaan Salat Idul Fitri.
"Sehubungan dengan belum menurunnya angka Covid-19 di Kota Surabaya dan menghindari pro kontra terhadap isi surat, serta bias dalam implementasinya maka surat itu dinyatakan tidak berlaku," ujar Heru.