Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpendapat bahwa semua umat Islam yang meninggal dunia akibat virus corona tergolong mati syahid, hal ini sesuai dengan Fatwa yang dikeluarkan MUI Nomor 18 Tahun 2020.
"Perlu dipahami bahwa setiap muslim yang menjadi korban COVID-19, secara syar'i adalah syahid, memiliki kemuliaan dan kehormatan di mata Allah SWT," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Asrorun Ni'am di BNPB, Sabtu (4/4/2020).
Adapun dalam Fatwa MUI tersebut, juga diatur tentang pedoman pengurusan jenazah yang sebelumnya terinfeksi virus corona. Dalam menjalankan pedoman tersebut ada tiga aspek yang harus diperhatikan sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai komitmen dan ikhtiar.
Aspek yang pertama adalah ketertundukan manusia untuk menyadari bahwa ini sebagai musibah, dan menjamin bagaimana tetap di dalam koridor untuk tetap tunduk terhadap aturan Allah dengan meningkatkan keimanan, ketaqwaan dan tetap melaksanakan ibadah.
Kedua adalah menjaga keselamatan diri, bahwa hal itu bagian dari tugas keagamaan dan kemanusiaan serta tugas penghambaan diri kepada Allah SWT.
Kemudian yang ketiga adalah memastikan keselamatan orang lain dan juga proses-proses seperti perawatan, pengurusan jenazah harus sesuai ketentuan agama dan protokol kesehatan.
Sementara itu, ada empat hal yang menjadi bagian dari hak jenazah yang harus ditunaikan oleh setiap muslim secara perwakilan terkait pemandian, pengkafanan, penyolatan, dan penguburan jenazah dengan menerapkan protokol kesehatan tanpa meninggalkan ketentuan yang telah diatur dalam agama.
Pada proses pemandian jenazah dimungkinan dengan proses pengucuran air ke seluruh tubuh, apabila tidak dimungkinkan bisa tayamum, apabila tidak dimungkinkan lagi maka dapat langsung dikafankan.
Selanjutnya proses pengkafanan bisa dilakukan dengan melengkapi proteksi menggunakan plastik tidak tembus air, kemudian diletakkan ke dalam peti dan proses disinfeksi yang dimungkinkan secara syar'i.
Setelah itu proses penyolatan yang dalam hal ini harus dipastikan bahwa tempat salat aman dan suci dari proses penularan, minimal 1 orang muslim.
Dengan mengikuti protokol kesehatan di dalam proses pengurusan jenazah dan juga ketentuan di dalam fatwa tersebut, Asrorun menilai maka tidak perlu lagi ada kekhawatiran terjadinya penularan kepada orang yang hidup.
"Jangan sampai, akibat kekhawatiran kita minus pengetahuan yang memadai, kemudian kita berdosa, karena tidak menunaikan kewajiban atas hak jenazah dengan melakukan penolakan pemakaman," tukasnya.