Keputusan Pemerintah untuk membebaskan 36 ribu narapidana imbas dari corona menyisakan catatan miring.
Pasalnya tak sedikit dari mereka yang bebas melalui program asimilasi corona ini bisa kembali ke masyarakat menjadi orang baik.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Argo Yuwono mengatakan, aparat masih menemukan ada narapidana yang kembali kumat usai menghirup udara segar. Total ada 13 orang yang kembali diamankan usai kembali berbuat pidana.
“Dari ribuan napi yang terdiri dari 36 ribu napi yang dapat asimilasi ada 13 napi ya yang kembali melakukan tindak kejahatan,” kata Argo kepada wartawan, Sabtu (18/4).
Argo menjelaskan, kejahatan yang diulang mereka pun cukup bervariasi. dari menjambret sampai mengedarkan narkoba.
“Di Surabaya mereka melakukan penjambretan di daerah Polsek Tegal Sari. Kemudian juga di Poltabes Semarang di Jateng itu yang dia berkaitan dengan narkotika,” tambahnya.
Adapula di Kalimantan Timur, seorang narapidana yang baru menghirup udara segar selama seminggu kembali tertangkap akibat mencuri motor.
Bahkan di Bali ada narapina yang berulah dengan cara mengederkan narkoba.
“Itu sudah ditangkap dan saat ini masih proses penyidikan oleh penyidik,” pungkas Argo.
Pungutan Liar Sebelum Keluar
Masalah selanjutnya adalah pungutan liar (pungli). Sejumlah napi di berbagai daerah mengaku mendapat pungli dari oknum sipir di tempat mereka ditahan.
Seorang napi berinisial A yang ditahan di Lapas Cipinang mengaku harus membayar sejumlah uang kepada sipir agar bisa mengikuti program asimilasi Kemenkumham.
“Kalau uangnya sudah masuk (dibayar ke oknum), baru kita dipanggil untuk proses pembebasan,” kata A seperti dilansir Viva News, Selasa (14/4).
Pernyataan A diperkuat oleh S yang juga mantan napi Lapas Cipinang, Jakarta. Ia mengaku terkena pungli Rp 5 juta setelah sebelumnya sempat diminta sebesar Rp 7 juta.
Lantaran tak punya uang sebesar yang diminta, maka ia membayar Rp 5 juta dan dibebaskan.
S mengaku memilih membayar karena jika tetap di dalam Lapas tetap harus mengeluarkan uang Rp 500 ribu untuk kebutuhan makan, minum dan rokok.
“Jadi lebih baik bayar,” katanya.
Dari penuturan S dan A diketahui pungli terjadi secara sistematis.
Sistemnya seorang napi yang memenuhi syarat program asimilasi diminta oknum sipir mencari napi lain yang tak memenuhi syarat.
Lalu, napi yang tak memenuhi syarat diminta memberi sejumlah uang kepada sipir tersebut agar bisa bebas.
Tindakan ini melanggar hukum karena dalam Permenkumham Nomor 10 tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Narapidana tak ada pemungutan biaya.
Syarat untuk bebas hanya telah menjalani 2/3 masa tahanan, memiliki kondisi kesehatan buruk dan berusia lanjut.