Prof Idrus Paturusi, mantan rektor Universitas Hasanuddin dua periode, ikut menjadi di antara puluhan pasien positif COVID-19 di Sulawesi Selatan.
Idrus yang dikenal sebagai dokter spesialis bedah tulang serta pejuang kemanusiaan dari Makassar, mengungkapkan awal mula dia tahu tertular virus tersebut.
Hal itu dia ungkapkan saat rapat via aplikasi Zoom dan berbagi tentang kondisinya dengan para Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Jumat 27 Maret 2020.
Melansir situs resmi MUI, dari atas tempat tidur di salah satu ruang isolasi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin di Makassar, melalui aplikasi Zoom, Idrus menyampaikan bahwa physical distancing (sebelumnya disebut social distancing) adalah hal sangat penting.
Sebab, berdasarkan pengalaman pribadinya, dokter Idrus terkena Covid-19 juga karena berjabat tangan dengan salah satu carier covid-19.
“Kenapa saya bisa kena? Ternyata pada tanggal 13, saya periksa tanggal 24, saya bersalaman dengan seorang teman yang sekarang juga ada di rumah sakit karena positif covid-19. Saya hanya berjabat tangan dan kemudian terpapar. Jadi di tubuh saya sekarang ini sudah ada virus,” katanya.
Berbeda dengan kebanyakan pengidap Covid-19 lain, Idrus sama sekali tidak mengalami gejala.
Kalau saja dia tidak memeriksakan diri pada tanggal 24 Maret di Lab Universitas Hasanuddin, maka dia tidak akan tahu bahwa dirinya Carier (pembawa virus).
Maka, karena kita tidak pernah tahu siapa yang sedang dihinggapi Covid-19, langkah jaga jarak ini diperlukan.
“Hanya dengan berjabat tangan, itu virus sudah pindah. Saya sudah lama mentracing, baru saya tahu, pada waktu saya tahu, teman saya tersebut juga diopname, maka jarak sangat penting, apalagi kalau kita bersalaman, apalagi kalau cipika-cipiki, itu sangat berbahaya,” kata Idrus Paturusi.
Selain physical distancing, Prof Idrus mengajak agar setiap orang terus meningkatkan daya tahan tubuh.
Peningkatan daya tahan tubuh ini sangat penting bagi orang-orang yang masih sehat.
Bagi yang sudah berumur misalnya, peningkatan daya tahan tubuh tersebut dapat dilakukan dengan berjalan kaki setiap pagi mulai 15-20 menit.
Selain itu, yang tidak kalah penting adalah berjemur di bawah terik matahari sekitar satu jam.
Prof Idrus menyampaikan, sifat virus adalah self limiting disease.
Artinya, pengidap virus tersebut akan bisa sembuh sendiri bila daya tahan tubuhnya memang kuat.
Maka, selain menjaga jarak, menjaga pola hidup untuk meningkatkan daya tahan tubuh pada hari-hari ini begitu penting.
Mantan Rektor Universitas Hasanuddin ini mengumpamakan, daya tahan tubuh di dalam diri kita sebagai satpam dan virus sebagai maling.
Bila satpam itu kuat, maka maling tersebut gampang ditangkap dan diborgol untuk kemudian dibawa ke pihak kepolisian.
“Tapi kalau satpamnya tidak ada, umur kita sudah tua, satpamnya juga tua, termasuk maling tidak bisa tangkap, dan merajalela di dalam tubuh kita, akhirnya sampai pada situasi yang kita sebut sebagai gagal pernapasan,” katanya.
Gagal pernapasan inilah yang, menurut dokter Idrus, menyebabkan banyak penderita Covid-19 meninggal dunia.
Gagal pernapasan ini terjadi karena daya tubuh yang tidak kuat sehingga virus yang masuk dan berkembang biak di dalam paru-paru mengeluarkan sekret kental.
Sekret ini menutup saluran pernapasan dan membuat pasien meninggal dunia.
Dokter kepercayaan Jusuf Kalla ini menerangkan, sampai saat ini, belum ada obat untuk Covid-19.
Kalau pasien Covid-19 sudah mengalami fase gagal pernpasan, satu-satunya cara adalah menggunakan mesin bantuan pernapasan atau disebut ventilator.
“Sayangnya, di Indonesia, apalagi di daerah-daerah, mesin ini sangat terbatas. Inilah yang membuat rumah sakit akan kewalahan bila ada penderita Covid-19,” ujarnya.
Semoga dari pengalaman Prof Idrus ini, pembaca memperhatikan agar selalu menjaga jarak saat berinteraksi dengan orang lain dan memperhatikan imunitas tubuh.