Kabar duka tersiar dari Mekkah Arab Saudi. Seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) mendapat hukuman mati. Pria itu bernama Mochammad Zaini (47), dari Bangkalan, Madura.
Jiwa pekerja keras pada diri Mochammad Zaini (47) memang sudah terlihat sejak masih menjadi sopir angkutan di Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
Meski dirinya berada dalam penjara Umumi Kota Makkah, Arab Saudi, Zaini masih mampu menghasilkan uang yaitu menjadi tukang cukur rambut di balik terali besi.
Kini, pria yang akrab disapa Slamet di kampung halamannya itu telah berpulang.
"Slamet pekerja keras. Ia memutuskan pergi ke Arab karena ingin lebih membahagiakan keluarganya," ungkap tetangga di kampung halaman, Munir (40), yang pernah bekerja bersama Zaini sebagai sopir angkutan.
Zaini meninggalkan Tanah Air pada 1992 dan memilih bekerja sebagai sopir pribadi di negara Arab Saudi.
Sembilan tahun kemudian, 2001, ia pulang ke kampung halaman dan membuat kios kecil yang melekat di sisi kanan rumahnya.
Putra sulungnya, Syaiful Thoriq mengisahkan sang ayah memutuskan berangkat kembali ke Arab Saudi karena membutuhkan modal usaha toko yang dibangunnya.
"Bapak memang ingin berhenti menjadi TKI dan ingin membuka usaha toko di rumah. Tapi terpaksa kembali berangkat karena butuh modal," tutur Thoriq.
Namun petaka menimpa Zaini pada 13 Juli 2004. Ia ditangkap polisi Arab Saudi.
Tuduhannya tidak main-main, membunuh majikannya, Abdullah bin Umar. Kala itu, Thoriq masih berusia 12 tahun dan Mustofa berusia 2 tahun.
Kabar Makkah pernah berkomunikasi dengan Zaini melalui ponsel milik Thoriq pada Selasa, 8 Agustus 2014 lalu.
Saat itu Zaini membantah semua tuduhan atas meninggalnya Abdullah bin Umar.
"Ini yang membuat saya frustrasi. Saya tidak bersalah. Tapi saya tidak tahu bagaimana caranya menuntut keadilan," tutur Zaini melalui telepon.
Syaiful Thoriq menunjukkan foto mendiang ayahnya, Mochammad Zaini yang dieksekusi mati atas tuduhan membunuh majikannya, Abdullah bin Umar pada 2004 silam. Sementara Mustofa hanya menunduk
Kendati berada di dalam penjara, Zaini tidak diam begitu saja.
Ia menjadi tukang cukur rambut dadakan.
Uang hasil mencukur dikirim kepada keluarganya.
Thoriq menyatakan, ia bersama Mustofa diberangkatkan Kementerian Luar Negeri untuk menemui ayahnya pada Januari 2018.
Kunjungan itu merupakan kesempatan ketiga bagi keduanya bertemu Zaini.
"Bapak memberikan uang Rp 18 juta untuk modal buka toko. Uang itu dari hasil menjadi tukang cukur rambur di dalam penjara," ujarnya.