TKI bernama Muhammad Zaini Misrin Arsyad dieksekusi hukuman pancung di Arab Saudi. Zaini divonis hukuman mati atas tuduhan membunuh majikannya.
"Buruh migran yang bekerja sebagai sopir di Saudi Arabia ini ditangkap oleh polisi Saudi Arabia pada tanggal 13 Juli 2004 oleh pihak keamanan karena dituduh membunuh majikannya yang bernama Abdullah bin Umar Muhammad Al Sindy," kata Direktur Migrant Care Wahyu Susilo lewat keterangan tertulisnya, Senin (19/3/2018).
Wahyu mengatakan Zaini mendapatkan tekanan dari aparat Arab Saudi untuk mengakui kasus tersebut. Hal ini terus terjadi hingga vonis mati dijatuhkan kepadanya pada 17 November 2008 lalu.
Dalam menghadapi proses hukum tersebut, Zaini hanya didampingi penerjemah asal Arab Saudi. Ironis bagi Zaini, penerjemah tersebut juga ikut memaksanya mengakui kasus pembunuhan yang dituduhkan kepadanya.
"Pada tahun 2009, pihak KJRI Jeddah baru mendapatkan akses menjumpai Muhammad Zaini Misrin setelah divonis hukuman mati. Kepada pihak KJRI Jeddah, Muhammad Zaini Misrin memberi kesaksian bahwa dirinya dipaksa untuk mengakui perbuatan pembunuhan terhadap majikan karena mendapat tekanan dari polisi Saudi Arabia dan penerjemah," tuturnya.
Atas pengakuan Zaini, pada Juli 2009, KJRI Jeddah mengirim surat permohonan kepada Kementerian Luar Negeri Arab Saudi sebagai upaya pembebasan atas hukuman mati Zaini. Langkah ini dilanjutkan dengan pendampingan sidang banding atas vonis hukuman mati Zaini pada 18 Oktober 2009.
Sepanjang tahun 2011-2014 atas desakan KJRI Jeddah dan bukti-bukti yang disampaikan dalam Mahkamah Banding dilakukan investigasi ulang atas kasus ini. Namun Zaini tetap harus menjalani penjara hingga menunggu saat eksekusi. Ternyata upaya banding dan mendorong investigasi ulang terhadap kasus ini belum membuahkan hasil.
Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mengajukan permohonan pengampunan saat datang ke Arab Saudi di September 2015 lalu. Hal ini juga disampaikan saat Raja Salman datang ke Indonesia pada Maret 2017. Setelah menyampaikan langsung ke Raja Salman, Jokowi juga sempat mengirimkan surat ke Kerajaan Arab Saudi. Surat tersebut meminta TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi untuk dibebaskan.
Ada 2 Bukti Baru, Zaini Misrin Tetap Dihukum Pancung di Arab
Sebelum dihukum pancung pada Minggu (18/3/2018), Kementerian Luar Negeri RI sudah menemukan dua bukti baru untuk melakukan pengajuan peninjauan kembali terhadap vonis hukuman mati kepada Muhammad Zaini Misrin.
Dua bukti baru tersebut disampaikan oleh Anis Hasanah, Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care dalam konferensi pers di Kantor Migrant Care, Cempaka Putih, Jakarta, Senin (19/3/2018).
Salah satunya adalah bentuk saksi salah satu dari tiga orang penerjemah kasus Zainal Misrin pada saat BAP atau berita acara pemeriksaan saat awal Zaini Misrin ditangkap.
“Jadi ada salah satu penerjemah saat BAP atau berita acara pemeriksaan bernama Abdul Aziz yang mengatakan bahwa dia tidak mau menandatangi BAP karena apa yang dikatakan oleh Zaini Misrin tidak sesuai yang diterjemahkan oleh penerjemah yang lain, sehingga [Abdul Aziz] tidak menandatangi hasil BAP tersebut,” ungkap Anis.
Pemerintah Indonesia juga memiliki saksi kunci lainnya, yakni Sumiati, buruh migran Indonesia yang juga bekerja dengan majikan yang sama dengan Zaini Misrin.
“Dia [Sumiati] akan memberikan keterangan sebagai bukti bahwa hubungan Zaini Misrin dengan majikannya [Abdullah bin Umar Muhammad al-Sindy] tidak memiliki persoalan sama sekali, dan hanya kebetulan bahwa saat majikannya meninggal, Zaini ada di sana,” tambah Anis.
Permohonan peninjauan kembali ini sudah diajukan Kemenlu terhadap pemerintah Arab Saudi pada 6 Maret 2018. Namun, sangat disayangkan ketika sudah diajukan permohonan peninjauan kembali itu, pemerintah Arab Saudi tetap melakukan eksekusi mati terhadap Zaini.
Zaini Misrin dituduh membunuh majikannya pada 2004 dan ditangkap. Pemerintah Indonesia baru diberi tahu tentang status hukum Zaini empat tahun kemudian, tepatnya pada November 2008 ketika pengadilan Arab Saudi sudah menjatuhkan vonis hukuman mati untuknya.
Jika berkaca pada pengakuan Zaini Misrin pada November 2008 kepada KJRI--ketika pada akhirnya pihak KJRImengetahui kasus Zaini-- Zaini mengatakan bahwa dia dipaksa mengakui melakukan pembunuhan tersebut padahal dia tidak pernah melakukan pembunuhan.
Bahkan, berdasarkan pembacaan atas proses pemeriksaan hingga peradilan yang memvonis mati sampai terjadi proses eksekusi mati terhadapnya, ditemukan beberapa kejanggalan dan ketidakadilan hukum serta pengabaian pada prinsip-prinsip fair trial, contohnya Zaini Misrin tidak mendapatkan penerjemah yang netral dan imparsial.
Selain itu, mulai dari awal proses peradilan hingga proses eksekusi mati dijatuhkan kepada Zaini Misrin pada Minggu (19/3/2018) pukul 11.30 waktu Arab Saudi, pemerintah Arab Saudi juga melanggar prinsip-prinsip tata krama hukum internasional dengan tidak menyampaikan Mandatory Consular Notification kepada pemerintah Indonesia.
Padahal, Presiden Joko Widodo sudah berusaha melobi dan meminta kepada Raja Salman agar memberikan pengampunan terhadap TKI yang terancam dieksekusi mati salah satunya adalah Zaini Misrin. Jokowi bahkan sudah tiga kali melakukan hal tersebut. Namun, permohonan tersebut tidak dihiraukan.
Pesan Haru Zaini ke Keluarga sebelum Dipancung di Saudi
Muhammad Zaini Misrin Arsyad alias Slamet (53) sempat berkomunikasi dengan keluarga via telepon sehari sebelum dihukum pancung. Ia tak bicara soal eksekusi, hanya berpesan ke keluarga.
Anak pertama Zaini, Saiful Toriq (25) mengatakan, ayahnya telepon dari balik tahanan pada Sabtu (17/3). "Abah (Zaini) hanya berpesan kalau Umi (Ibu) akan kerja di Arab Saudi dan saya disuruh jaga adik dan rumah," tutur Saiful di rumah duka, Desa Kebun, Kamal, Bangkalan, Senin (19/3/2018). Istri Zaini saat ini berada di Saudi.
Zaini sama sekali tak menyinggung soal eksekusi. Keluarga tidak sadar itu adalah komunikasi terakhir dengan almarhum.
"Tidak ada kata-kata akan dieksekusi. Hanya pesan itu saja, jaga rumah dan Umi akan kerja di Arab lagi," kata Saiful.
Karena keterdesakan ekonomi, Zaini mengadu nasib ke Saudi pada tahun 1992. Setelah sekian tahun di Saudi, dia tersandung kasus pada tahun 2004 dan dituduh membunuh majikan. Pengadilan setempat menjatuhkan vonis mati.
Saiful mengaku sudah tiga kali bertemu dengan ayahnya di tahanan Saudi. Yakni tahun 2013, 2015, dan terakhir Januari 2018. Pertemuan itu disponsori oleh Kementerian Luar Negeri.
"Saya bertemu dengan abah bersama adik saya, Mustofa Kurniawan. Tiap kali bertemu Abah hanya berpesan kalau Abah pasti keluar, yang sabar. Didoakan saja," kata Saiful.
Pada pertemuan terakhir, Saiful mengaku kondisi Zaini terlihat sehat. "Abah terlihat sehat dan sekali lagi Abah tidak pernah mengungkapkan kapan akan dieksekusi," tandas Saiful.
Kabar mengagetkan diterima keluarga pada Minggu (18/3) malam. Zaini telah dipancung dan jasadnya dikuburkan di Saudi. Pagi tadi, perwakilan Kemlu dan BNP2TKI datang ke rumah duka mempertegas kabar duka tersebut.