Badai pasir menghantam beberapa wilayah di Kerajaan Arab Saudi sejak hari kemarin (29/32018), sehingga mengganggu pengguna transportasi darat dan udara di seluruh Kerajaan Saudi Arabia.
Badai pasir adalah fenomena meteorologi yang umum di wilayah arid dan semi-arid. Badai pasir antara lain disebabkan oleh meningkatnya kecepatan angin dalam suatu wilayah yang sangat luas.
Sebagaimana dilansir dari harian Saudi Gazette, Jumat 30 Maret 2018, Pusat Peringatan Dini badan Meteorologi dan Perlindungan Lingkungan Nasional Saudi mengeluarkan peringatan dini nasional yang menyatakan bahwa cuaca saat ini tidak stabil dan akan banyak terjadi badai besar di beberapa wilayah Saudi pada hari Kamis dan Jumat.
Badan Meteorologi Nasional Saudi tersebut mengatakan, ibu kota Riyadh juga akan mendapatkan sebagian badai pasir dan diperkirakan akan berlanjut hingga malam hari pada Jumat (30/3) .
Badai pasir dan jarak pandang yang buruk mengakibatkan beberapa kecelakaan di kota Jeddah dan Makkah akibat badai tersebut. Arah lalu lintas di beebrapa wilayah diberhentikan karena jarak pandang yang sangat buruk.
Otoritas bandara King Abdul Aziz Jeddah mengumumkan bahwa bandara Jeddah tetap akan beroperasi meskipun saat ini terjadi badai.
Sebelumnya, badai pasir menyebabkan penutupan sementara 6 bandara di Arab Saudi utara karena angin kencang yang bercampur dengan debu.
KJRI Jeddah Imbau WNI Menyimpan Identitas Saat di Arab Saudi
Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, mengimbau Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Arab Saudi menyimpan bukti identitas, apapun bentuknya.
Hal tersebut disampaikan Konjen RI, Mohamad Hery Saripudin karena banyaknya WNI di Arab Saudi bermasalah yang tidak memiliki identitas.
“Tidak sulit menyelipkan fotocopy dokumen identitas kewarganegaraan Indonesia dalam dompet. Sudah pasti akan membantu banyak kalau hal yang tidak diinginkan, seperti kecelakaan atau meninggal dunia, menimpa,” himbau Konjen Mohamad Hery Saripudin, Kamis (29/3).
KJRI Jeddah memulangkan bocah Yatim Piatu dari Arab Saudi ke Indonesia pada Rabu (28/9) kemarin. Dari keterangan KJRI Jeddah, Kamis (29/3), anak tersebut bernama Ahmad Bahar berusia 10 tahun.
"Ahmad Bahar harus hidup di rantau sebatang kara setelah ditinggal kedua orangtuanya karena meninggal dunia. Dia lahir di Kota Suci Mekkah dari seorang ibu asal Indonesia dan ayah berwarga negara Bangladesh," demikian disampaikan KJRI Jeddah.
Dari informasi yang berhasil digali, sepeninggalnya kedua orangtua bocah kelahiran 7 Juli 2008 ini dirawat sebuah keluarga Arab di Mekkah. Melalui seorang WNI, anak ini kemudian diserahkan kepada pihak kepolisian agar bisa dimasukkan ke karantina imigrasi atau yang dikenal dengan sebutan "Tarhil" di Shumaisi supaya dipulangkan ke kampung halaman ibunya di Indonesia.
Bocah berusia 10 tahun ini akhirnya dibawa seorang polisi ke daerah Kudai yang berjarak sekitar 4 km dari Masjidil Haram.
Untungnya, Bahar membawa sehelai kertas salah satu surat perjalanan laksana paspor (SPLP). Saat ditanya petugas, Bahar menunjukan SPLP tersebut. Dalam fotokopi SPLP tersebut tertera nama Sarijah Nuryamin yang beralamat Desa Sikanco, Nasawungu, Cilacap Jawa Tengah. Bersama fotokopi SPLP itu, ditemukan pula surat keterangan. Rupanya Almarhumah sempat mengajukan permohonan SPLP kepada KJRI Jeddah.
Sebelum Ahmad Bahar dipulangkan, KJRI Jeddah mengirimkan berita kepada Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri RI dan pihak-pihak terkait di Indonesia untuk melakukan penjemputan di Bandara. KJRI Jeddah juga memohon agar dilakukan pendampingan atau mengantar Bahar hingga ke kampung halaman ibunya guna memastikan bahwa bocah yatim piatu itu diterima oleh keluarga ibunya.