Sebuah penggalan video ceramah Ustadzah Dedeh Rosidah atau yang dikenal dengan Mamah Dedeh mendadak viral karena menegur keras jamaahnya.
Dalam video tersebut, seorang jamaah ingin bertanya pada Mamah Dedeh namun belum sampai pada pertanyaan dia sudah ditegur habis-habisan.
Hal itu karena saat memperkenalkan diri, jamaah itu menggunakan embel-embel 'haji'.
Sontak Mamah Dedeh langsung mengatakan jika seseorang yang memakai embel-embel haji sebagai penanda dirinya sudah berhaji, mereka sombong.
"Bismillahirrahmanirrahim assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Curhat dong Mah. Nama saya Haji ...," kata jamaah itu yang langsung ditegur Mamah Dedeh.
"Ei ei, dengerin ya, jangan sombong udah haji. Siapa yang pengin haji, ngacung!" katanya.
Mamah Dedeh pun menjelaskan alasannya mengatakan orang yang memakai gelar haji itu sombong.
"Tidak ada dalam Islam, pulang haji dipanggil ibu haji, sombong. Apa kalau kita pulang salat dipanggil ibu salat? Apa kalau kita habis zakat dipanggil ibu zakat? Apa kita kalau habis puasa dipanggil ibu puasa?" jelasnya tegas.
Pun ia mencontohkan kehidupan Nabi Muhammad yang tidak pernah menggunakan kata 'Haji' untuk embel-embel namanya.
"Nabi Muhammad, rasul kita nggak pernah dipanggil Haji Muhammad. Itu kesombongan. Biasa aja kali," kata ustazah asal Ciamis itu.
Diketahui video tersebut diambil saat Mamah Dedeh memberikan ceramah di halaman masjid As Salam Desa Cidenok, Kecamatan Sumberjaya, Majalengka, Senin (25/9/2017).
Video itu pun viral dan diunggah beberapa akun baik di YouTube maupun Twitter.
Melihat video Mamah Dedeh tersebut, beberapa netizen yang mengomentari kolom komentar akun YouTube I'N VISION mengkritik cara Mamah Dedeh menegur jamaahnya.
Insan Gemilang: MAMAH DEDEH JNGAN KERAS2 DONG, DAN NYAKITI HATI DI DEPAN UMUM...KASIAAAN TERSINGGUNG SI IBU TUH.
Susi Nuraja: Cara menegurnya tidak mencerminkan ahli agama...
Siti Nurbaiti: Yg ngomong diriny hj termasuk sombong
Itu wajar sbb dia belum berilmu
Yg negur lebih sombong lg pdhl sdh berilmu
Bukan begitu carany.
Naomy Aisyah Aqilla: Hadech...cara menasehatinya seperti anak tk diteriakin..yg halus ga bisa to...
Bunda Yoesef cianjur: Nasehatin dgn lembut mah...tidak harus mmpermalukan...mamah memang benar...tapi tradisi di kita memang begitu.
Natizen lain mengungkapkan hal berbeda, jika memang masyarakat Indonesia sudah menjadi kebiasaan menggunakan embel-embel haji bagi yang sudah menjalakan ibadah haji.
Bahkan pengalaman netizen yang berkomentar dikicauan akun Twitter @juriglagu, jika pernah kena marah karena tidak lupa menuliskan gelar haji.
@heydanang: Kemaren i di komplen sama bos karena nulis nama orang gk pake haji. Kayaknya bos i mesti nonton ini dah hhhhh..
@anggi_yudis: Banyak nih sekitar rumah gw, pas manggil gak make haji, gak mau nengok, ellah.
Ceramah Menohok Mamah Dedeh Tentang Gelar 'Haji' Viral, Fakta Berikut Ungkap Alasan Haji Jadi Gelar
Viralnya video Mamah Dedeh yang menceramahi seorang ibu-ibu sebab memperkenalkan diri menggunakan gelar "haji" ternyata menuai beragam komentar netizen.
Kala itu Mamah Dedeh tengah mengisi ceramah di halaman masjid As Salam Desa Cidenok, Kecamatan Sumberjaya, Majalengka, Senin (25/9/2017).
Dalam video itu salah seorang ibu mengenakan pakaian hijau muda berdiri ingin curhat kepada Mamah Dedeh yang memakai baju merah.
"Bismillahirrahmanirrahim assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Curhat dong Mah. Nama saya Haji ...," kata si ibu memperkenalkan diri.
Belum ia sempat menyelesaikan kalimatnya, Mamah Dedeh langsung memotong perkataannya.
"Ei ei, dengerin ya, jangan sombong udah haji. Siapa yang pengin haji, ngacung!" kata Mamah Dedeh.
Memperkenalkan diri menggunakan gelar "haji" tampaknya membuat ustadzah kondang ini marah.
Beberapa warganet sepakat dengan aksi Mamah Dedeh.
danu_tardianto Setuju am ustadzah yg satu ini .. suka kesel gua klo liat orng banga dengan ap yg d sbut gelar haji .. mngarah kesombngan ..
putrintandini Faktanya kebanyakan gitu sih skrg cem 'mau dibilang' jd jatuhnya sombong. Setuju sm mama dedeh, it's true, biasa aja gitu hehe. Namanya juga forum, jan baper2 la
Namun, tak sedikit pula yang kontra dengan aksi ustadzah asal Ciamis ini. Menurut beberapa warganet, ucapan yang dilontarkan Mamah Dedeh terlalu kasar, dan akan membuat malu ibu tersebut.
selvirahmp Kalo menegur itu harusnya secara pribadi aja,jangan di depan khalayak ramai,karna itu namanya mempermalukan. Tapi berhubung gak mgkin ya bicara scara pribadi sm si ibu2 itu,seenggaknya penyampaiannya jgn terlalu menohok
ade_kaka_store Aduh mamah...bahasanya gitu amat ya. Memang ga bisa nunggu si ibu selesai ngomong dulu baru dinasehati dengan bahasa yg lebih baik?
ceceabdulwaly Bagaimana tuh perasaan si ibu yang nanya, jadi gak tega
Sebagian orang pun kembali bertanya-tanya, bagaimana asal mula gelar "haji" menjadi nama tambahan di depan nama seseorang?
Kembali ke sejarah masa lalu, ternyata ada berbagai versi asal-usul penambahan gelar "haji" di Indonesia.
1. Pertikaian di Kota Makkah
Diduga gelar "haji" sudah dimulai sejak tahun 654 Hijriah.
Sebenarnya tak ada sebutan haji bagi mereka yang telah menunaikan ibadah haji semasa Rasullah SAW hidup.
Gelar ini muncul beberapa abad setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Sejarah gelar "haji" dimulai pada tahun 654 Hijirah saat kalangan tertentu di kota Makkah bertikai. Pertikaian ini menimbulkan kekacauan dan mengganggu keamanan kota Makkah.
Sebab kondisi yang tidak kondusif itu, hubungan kota Makkah dengan dunia luar terputus.
Maka pada tahun itu ibadah haji tidak bisa dilaksanakan sama sekali, termasuk penduduk setempat.
Setahun kemudian, setelah keadaan mulai membaik, ibadah haji dapat dilaksanakan. Namun, bagi yang berasal dari luar kota Makkah harus mempersiapkan senjata lengkap untuk pelindungan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan.
Dilengkapi senjata dan alat perlindungan, para jemaah haji diibaratkan sedang berangkat ke medan perang.
Setelah kembali dari ibadah haji, para jemaah disambut dengan upacara kebesaran bagai menyambut pahlawan yang pulang dari medan perang.
Sambutan tersebut diiringi dengan meriahnya suara tambur dan seruling.
Mereka pun dielu-elukan dengan sebutab, "Ya Hajj, Ya Hajj".
2. Masa Kerajaan Islam Nusantara
Pemeluk agama Islam yang pertama kali di tanah Sunda adalah Bratalegawa putra kedua Prabu Guru Pangandiparamarta Jayadewabrata atau Sang Bunisora penguasa kerajaan Galuh (1357-1371).
Ia menjadi raja menggantikan abangnya, Prabu Maharaja (1350-1357) yang gugur dalam perang Bubat yaitu peperangan antara Pajajaran dengan Majapahit.
Bratalegawa memilih hidupnya sebagai seorang saudagar, ia sering melakukan pelayaran ke Sumatra, Cina, India, Srilanka, Iran, sampai ke negeri Arab.
Ia menikah dengan seorang muslimah dari Gujarat bernama Farhana binti Muhammad.
Melalui pernikahan ini, Bratalegawa memeluk Islam. Sebagai orang yang pertama kali menunaikan ibadah haji di kerajaan Galuh, ia dikenal dengan sebutan Haji Purwa.
Setelah menunaikan ibadah haji, Haji Purwa beserta istrinya kembali ke kerajaan Galuh di Ciamis pada tahun 1337 Masehi.
3. Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Pada masa kolonial Belanda, gerak-gerik umat muslim dalam berdakwah sangat dibatasi.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan penyebaran agama telebih dahulu harus mendapat ijin dari pihak pemerintah Belanda.
Khususnya bagi rakyat pribumi yang akan melaksanakan ibadah haji. Untuk hal ini, Belanda sangat berhati-hati.
Mengapa demikian? Sebab saat itu mayoritas orang yang pergi haji, ketika kembali ke tanah air maka ia akan melakukan perubahan.
Contohnya adalah Muhammad Darwis yang pergi haji dan ketika pulang mendirikan Muhammadiyah, Hasyim Asyari yang pergi haji dan kemudian mendirikan Nadhlatul Ulama, Samanhudi yang pergi haji dan kemudian mendirikan Sarekat Dagang Islam, Cokroaminoto yang juga berhaji dan mendirikan Sarekat Islam.
Belanda pun mengupayakan untuk mengawasi dan memantau aktivitas, serta gerak-gerik ulama dengan mengharuskan penambahan gelar haji di depan nama orang yang telah menunaikan ibadah haji.
Ketentuan ini kemudian diatur dalam "Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad" tahun 1903.
Agar memudahkan pengawasan jemaah haji, pemerintah Hindia Belanda memberikan gelar baru kepada mereka, yaitu "Haji".
Belanda pun menandai orang-orang dengan huruf "H" di depan nama orang-orang yang baru pulang dari Mekkah.
Hal tersebut untuk memudahkan mencari orang tersebut apabila terjadi pemberontakan.
Dari sejarah yang terjadi, orang-orang yang memiliki gelar "haji" adalah mereka yang ditangkap, diasingkan, dan dipenjarakan.
Terlepas dari peristiwa sejarah yang telah berlalu, hingga kini, pemberian gelar "haji" pun masih dilakukan.