Mungkin sudah bersifat naluriah, bahwa seorang wanita cenderung menyukai aktivitas ngumpul-ngumpul dan ngobrol bersama para wanita lainnya. Di situ ia bisa saling tukar pengalaman, sharing pendapat, curhat, dan cerita ke sana ke mari tiada henti, yang menjadikan majelis mereka begitu renyah meriah. Namun, jika tak hati-hati, forum wanita seperti itu bisa terjebak menjadi forum sia-sia yang dihiasi dengan ghibah. Dan, ini sungguh sangat berbahaya!
Ghibah Dilarang, Tapi Saat Berpuasa Lebih Berbahaya
Sebetulnya ghibah (menggunjing orang lain) tetap dilarang setiap saat. Namun, melakukan ghibah saat berpuasa ternyata memiliki efek negatif lain yang kontra produktif dengan anjuran mengisi hari-hari puasa di bulan Ramadhan dengan sederet amaliah ‘pengundang’ pahala. Disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara marfu’ dari Nabi, beliau bersabda, “Sesungguhnya puasa itu menjadi tameng, selama tameng itu tidak dirusaknya. Ditanyakan kepada beliau, ‘Dengan apa tameng itu dirusaknya?’ Beliau menjawab, ‘Dengan dusta dan ghibah’.”
Disebutkan di dalam Musnad Imam Ahmad, bahwa Nabi bersabda,
“Ada dua wanita yang berpuasa pada masa Rasulullah, keduanya hampir tewas karena kehausan. Hal itu diberitahukan kepada Nabi, tetapi beliau berpaling dari keduanya. Kemudian keduanya memberitahu Nabi, lalu beliau memanggil dan memerintahkan keduanya untuk memuntahkan sesuatu yang ada di perutnya. Kemudian keduanya memuntahkan nanah, darah, dan segelas besar daging segar. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Kedua wanita ini berpuasa dari sesuatu yang dihalalkan Allah, namun berbuka dengan sesuatu yang diharamkan Allah. Mereka berdua duduk-duduk sambil memakan daging manusia’.”
Bukankah ghibah ditegaskan Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 12, laksana memakan bangkai manusia? Semoga kaum muslimah menjadikan hadits di atas sebagai ‘cambuk jiwa’, agar dirinya tidak terjebak dalam perangkap ghibah seperti kedua wanita tersebut.
Dalam kitab Ittihaf Ahlil Iman bi Durus Syahri Ramadhan dijelaskan, “Kejadian yang menimpa kedua wanita tersebut di sisi Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam merupakan mukjizat yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya untuk menjelaskan kepada umatnya, bahwa ghibah mempunyai pengaruh yang sangat buruk. Allah Ta’ala berfirman, ‘Dan janganlah sebagian dari kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang dari kalian suka kalau memakan daging bangkai saudaranya’ (Al-Hujurat [49] : 12). Hadits di atas menunjukkan bahwa ghibah bisa membatalkan puasa secara maknawi, yakni batalnya pahala puasa orang yang melakukannya. Dan inilah pendapat jumhur ulama.”
Ghibah memang tidak membatalkan puasa secara zhahir, yang mewajibkan untuk diqadha’. Namun, ghibah merusak pahala puasa bagi orang yang melakukannya. Sukakah Anda bila puasa Anda ‘nihil pahala’, tak mendapat apa-apa kecuali lapar dan dahaga semata?
Bukankah Ghibah Haram Hukumnya?
Ibnu Hajar Al-Haitsami mengatakan, “Menurut beberapa dalil yang shahih dan sharih, bahwa ghibah termasuk dosa besar. Tetapi derajatnya berbeda-beda tergantung dengan kerusakan yang ditimbulkan olehnya.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menjadikan ghibah sederajat dengan mengambil harta dan membunuh jiwa. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,
‘Setiap muslim dengan muslim yang lain haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.’ (HR. Abu Dawud)
Mengambil harta orang lain dan membunuh, keduanya adalah dosa besar menurut ijmak (kesepakatan ulama). Demikian juga dengan menodai kehormatan (ghibah).”
Karena saking bahayanya dosa ghibah, sehingga para ulama salafush shalih mewanti-wanti kita untuk mengusirnya dari pribadi kita. Karena, ghibah adalah penyakit dan perbuatan menjijikkan. Salman Al-Farisi telah menulis surat kepada Abu Darda’, ia berkata, “Saya wasiatkan kepadamu untuk selalu menyebut-nyebut Allah, sebab dia adalah obat. Dan saya melarang kamu untuk menyebut-nyebut manusia, sebab dia adalah penyakit.” Ibnu ‘Abbas a berkata,
“Sesungguhnya Allah membuat perumpamaan ghibah laksana memakan bangkai manusia, sebab memakan daging orang yang sudah mati adalah haram dan kotor. Demikian pula dengan ghibah, haram hukumnya dalam agama dan najis dalam jiwa.”
Diriwayatkan dari ‘Amru bin ‘Ash a, bahwa suatu hari ia melewati bangkai seekor kuda, kemudian ia berkata kepada sebagian temannya, “Jika seseorang memakan bangkai ini sampai memenuhi perutnya, niscaya itu lebih baik daripada ia memakan daging saudaranya muslim (ghibah).” Ali bin Husain pernah mendengar seseorang yang menceritakan aib orang lain, kemudian ia berkata, “Jauhkan dirimu dari ghibah, sesungguhnya ghibah adalah makanan anjing-anjing manusia.”
Sengsara Sampai ke Jurang Neraka
Orang yang suka berbuat ghibah juga akan mengalami penderitaan di akhirat nanti. Dan, ini sungguh memilukan hati. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Tatkala melakukan mi’raj, aku melewati sebuah kaum yang berkuku panjang dari tembaga. Mereka menggaruk-garuk wajah dan dada mereka. Aku bertanya, ‘Siapakah mereka wahai Jibril?’ Jibril menjawab, ‘Mereka adalah orang yang memakan daging manusia dan menghancurkan kehormatan mereka’.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Sengaja, beberapa perkataan dan riwayat di atas dipaparkan kepada kita, agar kita bersikap waspada terhadap ghibah. Terutama bagi muslimah, karena wanita, tak diragukan lagi, memang lebih rentan untuk menjadi corong raksasa ghibah. Wallahu a’lam.