Jika kita perhatikan, surat Al-Kafirun ini terdapat banyak pengulangan secara redaksi, ada yang hampir sama, ada juga yang sama persis. Ayat ke 2 dan ke 4 hampir sama, sedang ayat ke 3 dan ke 5 sama persis.
Ayat ke 2 dan ke 4 dibedakan dalam dua hal; ayat ke 2 menggunakan pola kalimat filiyah yang diakhiri dengan kata kerja mudhari (akan datang); sedang ayat ke 4 menggunakan pola kalimat Ismiyah dan akhir ayat ditutup dengan menggunakan kata kerja madhi (bentuk lampau).
Kedua ayat tersebut jika diterjemahkan memiliki arti yang sama, namun disinilah fungsi tafsir. Al-Bukhari, seperti yang ditulis oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir Alquran Al-Azhim menjelaskan bahwa pemakaian kata kerja mudhori pada ayat ke 2 bermakna bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak akan pernah menyembah apa yang orang-orang kafir sembah, baik sekarang maupun di masa yang akan datang. Karena memang dalam sejarahnya orang-orang kafir itu punya tradisi mengubah sembahan mereka jika dirasa ada sesuatu baru yang “asyik” disembah.
Sedang ayat ke 4 yang menggunakan kata kerja masa lampau maksudnya bahwa putusan untuk tidak menyembah apa yang orang kafir sembah itu bukan putusan hari ini saja, tapi putusan itu sudah sejak lama, bahwa Rasulullah tidak pernah sekali pun dahulunya menyembah apa yang mereka sembah.
Adapun redaksi pertama dengan pola kalimat jumlah filiyah menunjukkan tidak akan ada perilaku menyembah tuhan mereka, sedangkan redaksi dengan pola jumlah ismiyah menunjukkan penolakan keseluruhan dari apa yang ditawarkan kepada Rasulullah, demikian tulis Ibnu Katsir.
Jika kedua ayat diatas hampir sama, maka kedua ayat 3 dan 5 berikutnya sama persis. Abu Hayyan dalam Al-Bahru Al-Muhith, menukil pendapat Abu Muslim menjelaskan bahwa walaupun ayat ini sama persis namun ada pemaknaan yang berbeda dalam memahami arti huruf “ma” pada kedua ayat tersebut.
Huruf “ma” pada ayat ke 3 bermakna yang disembah, diyakini bahwa “ma” tersebut masuk dalam katagori ma maushulah, sedangkan ma pada ayat ke 5 berarti cara, dengan menilai bahwa huruf ma yang terakhir sebabagai ma mashdariyah.
Dengan demikian kedua ayat tersebut mempunyai makna yang berbeda, walau redaksinya sama.
Maksud dari ayat ke 3 adalah: Kalian tidak akan menyembah apa yang aku sembah.
Sedang ayat ke 5 memiliki makna: Kalian tidak akan menyembah dengan cara aku menyembah.
Namun pada akhirnya kita semua akan menemukan titik inti dari pengulangan yang ada pada beberapa ayat diatas, bahwa itu semua sebagai penguat dari penolakan Rasulullah atas tawaran kompromi yang tidak logis itu. Setelah dengan tegas pada ayat ke 2 Rasul menolak, agar tidak muncul keraguan dan persepsi ganda akhirnya penolakan itu diulang pada tiga ayat berikutnya.