Sahkah shalat tanpa menggerakkan bibir dan lidah, atau membaca bacaan shalat di dalam hati?
Jawab:
Pertanyaan ini bisa kita jawab dengan beberapa penjelasan:
1. Kita mulai dari defenisi shalat:
"Shalat itu adalah perkataan dan perbuatan dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam, dengan syarat dan rukun tertentu".
Yang langsung difahami oleh akal dengan kalimat "perkataan" adalah melafazhkan (التلفظ) atau mengucapkan (النطق), dan perbuatan ini hanya bisa dilakukan dengan menggerakkan lidah dan bibir. Tidak ada orang memahami ungkapan, contohnya: "Si Fulan lagi berkata", tapi dia tidak menggerakkan bibir dan lidah. Sekalipun ada di dalam al Qur'an menganggap bisikan dalam hati itu diungkapkan dengan kalimat (قال) Seperti:
"Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri: "Mengapa Allah tidak mengazab kita disebabkan apa yang kita katakan itu". (al Mujadalah: 8)
Tapi kalimat "berkata" di sini (يقولون) dijelaskan dengan keterangan "di dalam diri mereka" (أنفسهم). Jadi tidak di-ithlaqkan, namun ada keterangan penjelas atau "qayyid".
Jadi orang yang shalat tanpa mengucapkan sesuatu dengan menggerakkan bibir dan lidah berarti diluar defenisi ini, yang artinya mereka tidak melakukan shalat seperti yang dijelaskan oleh ulama. Atau mereka sudah membuat defenisi baru diluar defenisi yang disepakati oleh para fuqaha'.
2. Kita baca di dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan Imam al Bukhari dan Abu Daud bahwa Rasulullah membaca bacaan shalat dengan menggerakkan lidah dan bibirnya:
“Dari Abu Ma’mar, dia berkata: Kami bertanya kepada Khabbab RA, apakah Rasulullan membaca bacaan shalat pada shalat zuhur dan ashar? Dia menjawab: “Ya”. Lalu kami bertanya lagi: Bagaimana kalian bisa mengetahui hal itu? Dia berkata: “Dengan bergeraknya jenggot beliau”.
Kalau Rasulullah membaca hanya di dalam hati, tidak akan mungkin jenggot beliau sampai bergerak-gerak. Bahkan dalam hadits itu diungkapkan dengan kalimat “اضطراب” yang artinya goncang, menunjukkan gerakannya jelas betul-betul bergerak, bukan sekadar bergerak.
3. Imam Nawawi dalam kitab Adzkar, hal 47 cet Dar Ibn Hazm mengatakan:
“Ketahuilah bahwa dzikir-dzikir yang disyari’atkan dalam shalat dan di luar shalat, wajibkah dia atau sunat, tidak dianggap suatu dzikir sampai dilafadzkan, yang bisa didengar oleh dirinya sendiri apabila dia mempunyai pendengaran yang sehat tanpa ada yang mengganggunya”.
4. Salah satu yang membatalkan shalat adalah diam tanpa dzikir dalam waktu yang agak lama. Apabila bisikan dalam hati dianggap bacaan shalat, berarti tidak mungkin ada orang yang diam dalam shalatnya. Karena hati seseorang selalu berbisik, kecuali dia dalam keadaan tidur atau pingsan.
5. Membaca bacaan shalat adalah salah satu rukun yang wajib dalam shalat, kalau kita tidak membaca bacaan shalat berarti shalat kita batal, kecuali bila kita bermazhab Hanafi. Namun itu juga hanya berlaku bila kita shalat berjama’ah, dan kita jadi makmum. Kalau sendirian tetap wajib membaca bacaan shalat, atau kalau kita jadi imam.
Mungkin bagi orang yang membaca bacaan shalat di dalam hati, menurut anggapan dan pendapat mereka sama dengan membaca dengan gerakan lidah dan bibir. Ok, kita terima pendapatnya itu. Tapi ada lagi aturan lain, dalam shalat kita tidak boleh bicara dengan sengaja atau tidak sengaja selain mengucapkan bacaan shalat. Kalau kita bicara satu patah kata saja selain bacaan shalat, shalat kita akan batal.
Sekarang, apakah orang yang shalat dengan melafalkan bacaan shalat dalam hati itu tidak pernah sedikitpun bicara dalam hatinya selain membaca bacaan shalat di tengah-tengah shalatnya? Rasanya itu sesuatu hal yang mustahil sekalipun bagi para shahabat Rasulullah yang paling khusu’ shalatnya.
Jadi bila ada sesuatu yang yang terbertik di dalam hatinya selain bacaan shalat, secara otomatis shalatnya batal. Dan bisa dipastikan, setiap orang pasti mengalami hal itu dalam shalatnya, sekhusu’ apapun shalat yang dia lakukan.
Semoga kita diberi taufiq oleh Allah untuk lebih memperhatikan shalat, hingga kita mampu betul-betul melaksanakan shalat sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah. Mengingat shalat ini perkara yang sangat penting dalam agama ini. Apabila urusan shalat beres dalam pertanggungjawaban di akhirat nanti, maka yang lain dianggap selesai. Tapi kalau tidak, urusan yang lain akan semakin sulit. Maka sudah sepantasnya kita tidak shalat dengan mengandalkan perasaan dan kira-kira, tapi harus sesuai dengan tuntutan Allah dan Rasulnya. Wallahu ‘alam bishshawab.
Hadaniyallahu wa iyyakum ila ahsanil ‘amal.
Jawab:
Pertanyaan ini bisa kita jawab dengan beberapa penjelasan:
1. Kita mulai dari defenisi shalat:
الصلاة هي أقوال وأفعال مفتتحة بالتكبير ومختتمة بالتسليم بشروط وأركان مخصوصة
"Shalat itu adalah perkataan dan perbuatan dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam, dengan syarat dan rukun tertentu".
Yang langsung difahami oleh akal dengan kalimat "perkataan" adalah melafazhkan (التلفظ) atau mengucapkan (النطق), dan perbuatan ini hanya bisa dilakukan dengan menggerakkan lidah dan bibir. Tidak ada orang memahami ungkapan, contohnya: "Si Fulan lagi berkata", tapi dia tidak menggerakkan bibir dan lidah. Sekalipun ada di dalam al Qur'an menganggap bisikan dalam hati itu diungkapkan dengan kalimat (قال) Seperti:
ويقولون في أنفسهم لو لا يعذبون الله بما نقول
"Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri: "Mengapa Allah tidak mengazab kita disebabkan apa yang kita katakan itu". (al Mujadalah: 8)
Tapi kalimat "berkata" di sini (يقولون) dijelaskan dengan keterangan "di dalam diri mereka" (أنفسهم). Jadi tidak di-ithlaqkan, namun ada keterangan penjelas atau "qayyid".
Jadi orang yang shalat tanpa mengucapkan sesuatu dengan menggerakkan bibir dan lidah berarti diluar defenisi ini, yang artinya mereka tidak melakukan shalat seperti yang dijelaskan oleh ulama. Atau mereka sudah membuat defenisi baru diluar defenisi yang disepakati oleh para fuqaha'.
2. Kita baca di dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan Imam al Bukhari dan Abu Daud bahwa Rasulullah membaca bacaan shalat dengan menggerakkan lidah dan bibirnya:
عَنْ أَبِي مَعْمَرٍ، قَالَ: قُلْنَا لِخَبَّابٍ أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ وَالعَصْرِ؟، قَالَ: نَعَمْ، قُلْنَا: بِمَ كُنْتُمْ تَعْرِفُونَ ذَاكَ؟ قَالَ: بِاضْطِرَابِ لِحْيَتِهِ
“Dari Abu Ma’mar, dia berkata: Kami bertanya kepada Khabbab RA, apakah Rasulullan membaca bacaan shalat pada shalat zuhur dan ashar? Dia menjawab: “Ya”. Lalu kami bertanya lagi: Bagaimana kalian bisa mengetahui hal itu? Dia berkata: “Dengan bergeraknya jenggot beliau”.
Kalau Rasulullah membaca hanya di dalam hati, tidak akan mungkin jenggot beliau sampai bergerak-gerak. Bahkan dalam hadits itu diungkapkan dengan kalimat “اضطراب” yang artinya goncang, menunjukkan gerakannya jelas betul-betul bergerak, bukan sekadar bergerak.
3. Imam Nawawi dalam kitab Adzkar, hal 47 cet Dar Ibn Hazm mengatakan:
اعلم أن الأذكار المشروعة في الصلاة و غيرها ، واجبة كانت أو مستحبة ، لا يعتبر شيء منها ، ولا يعتد به حتى يتلفظ به ؛ بحيث يسمع نفسه إذا كان صحيح السمع ، لا عارض له.
“Ketahuilah bahwa dzikir-dzikir yang disyari’atkan dalam shalat dan di luar shalat, wajibkah dia atau sunat, tidak dianggap suatu dzikir sampai dilafadzkan, yang bisa didengar oleh dirinya sendiri apabila dia mempunyai pendengaran yang sehat tanpa ada yang mengganggunya”.
4. Salah satu yang membatalkan shalat adalah diam tanpa dzikir dalam waktu yang agak lama. Apabila bisikan dalam hati dianggap bacaan shalat, berarti tidak mungkin ada orang yang diam dalam shalatnya. Karena hati seseorang selalu berbisik, kecuali dia dalam keadaan tidur atau pingsan.
5. Membaca bacaan shalat adalah salah satu rukun yang wajib dalam shalat, kalau kita tidak membaca bacaan shalat berarti shalat kita batal, kecuali bila kita bermazhab Hanafi. Namun itu juga hanya berlaku bila kita shalat berjama’ah, dan kita jadi makmum. Kalau sendirian tetap wajib membaca bacaan shalat, atau kalau kita jadi imam.
Mungkin bagi orang yang membaca bacaan shalat di dalam hati, menurut anggapan dan pendapat mereka sama dengan membaca dengan gerakan lidah dan bibir. Ok, kita terima pendapatnya itu. Tapi ada lagi aturan lain, dalam shalat kita tidak boleh bicara dengan sengaja atau tidak sengaja selain mengucapkan bacaan shalat. Kalau kita bicara satu patah kata saja selain bacaan shalat, shalat kita akan batal.
Sekarang, apakah orang yang shalat dengan melafalkan bacaan shalat dalam hati itu tidak pernah sedikitpun bicara dalam hatinya selain membaca bacaan shalat di tengah-tengah shalatnya? Rasanya itu sesuatu hal yang mustahil sekalipun bagi para shahabat Rasulullah yang paling khusu’ shalatnya.
Jadi bila ada sesuatu yang yang terbertik di dalam hatinya selain bacaan shalat, secara otomatis shalatnya batal. Dan bisa dipastikan, setiap orang pasti mengalami hal itu dalam shalatnya, sekhusu’ apapun shalat yang dia lakukan.
Semoga kita diberi taufiq oleh Allah untuk lebih memperhatikan shalat, hingga kita mampu betul-betul melaksanakan shalat sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah. Mengingat shalat ini perkara yang sangat penting dalam agama ini. Apabila urusan shalat beres dalam pertanggungjawaban di akhirat nanti, maka yang lain dianggap selesai. Tapi kalau tidak, urusan yang lain akan semakin sulit. Maka sudah sepantasnya kita tidak shalat dengan mengandalkan perasaan dan kira-kira, tapi harus sesuai dengan tuntutan Allah dan Rasulnya. Wallahu ‘alam bishshawab.
Hadaniyallahu wa iyyakum ila ahsanil ‘amal.