Nabi Nuh alaihissalam merupakan bapaknya umat manusia setelah peristiwa bencana banjir besar. Nuh sendiri juga Nabi dengan umur terpanjang dan pengikut ter-sedikit. Atas kesabarannya dalam berdakwah beliau digelari sebagai rasul ulul azmi bersama Nabi Ibrahim, Musa, Isa dan baginda Muhammad SAW.
Beliau ‘Alaihissalam bernama Nuh bin Lamak bin Mattusylikh bin Khanuk (beliau adalah Nabi Idris ‘Alaihissalam) bin Yard bin Mahla’il bin Qainan bin Anusy bin Syits bin Adam Abul Basyar ‘Alaihissalam. Beliau lahir 126 tahun setelah wafatnya Nabi Adam sebagaimana yang disebutkan Ibnu Jarir Ath-Thabari dan selainnya.
Namun, dibalik kemsyhuran nama nabi Nuh ini menyimpan sebuah misteri. Merujuk pada kitab Jalaluddin As-Suyuti dengan nama Bada-i' az-Zuhur fi Waga-i ad-Duhur pada halaman 51 menjelaskan bahwa nama asli beliau bukanlah Nuh akan tetapi Abdul Ghaffar atau Yasykur.
قال الكسائي كان اسمه عبد الغفار أو يشكر
Kemudian diceritakan bagaimana asal mula penamaan nama Nuh kepada dirinya. Sebab dinamakan nuh yaitu saat ia melihat anjing mempunyai empat mata lalu ia berkata; "anjing ini sangat jelek menjijikkan", kemudian anjing tadi bicara pada Nuh; "wahai Abdul Ghoffar, engkau menghina ukiran apa yang mengukir? jika hinaan itu pada ukiran maka jelas jika itu tertuju padaku,maka aku enggan memilih menjadi anjing dan jika hinaan tadi tertuju pada Sang Pengukir maka hinaan itu tidaklah layak karena Ia bisa berkehendak pada apa yang Ia kehendaki."
Setelah ingat kata-kata tadi, Abdul Ghaffar terus menangis,ia menangisi kesalahan dan dosanya. Karena seringnya dia menangis maka dinamakanlah dia Nuh (menangis).
Kisah ini mengingatkan kita pada konsep Tazkiyatun Nafs atau penyucian jiwa, agar menjaga hati dari sangkaan dan ungkapan buruk kepada orang lain khususnya kepada ciptaan Allah. Apapun itu baik manusia, hewan dan tumbuhan. Itulah sebabnya kita diharuskan untuk mengucapkan Maa syaa Allah apabila melihat sesuatu ciptaan ilahi yang indah dipandang mata. Ataupun mengucapkan subhanallah apabila melihat sesuatu yang buruk.
Ucapan tasbih ini gunanya untuk mengontrol hati agar tetap rendah diri dan menghilangkan sangkaan seperti menyangka bahwa ciptaan Allah itu buruk, karena itu kita mensucikannya dari dugaan-dugaan kita. Terkhusus kepada manusia, terlebih kita sendiri terkadang sering melihat rendah orang yang secara fisik kurang dari kita sehinggu muncullah sifat sombong akibat tidak mengontrol hati. Ataupun saat melihat orang yang rendah dari kita, maka ujub muncul. Karena itu kita bertasbih memuji Allah atas bagaimanapun bentuk ciptaan-Nya dan beristrighfar atas keterlampauan hati kita.
Hal ini disebutkan dalam Al-Quran:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya, boleh jadi yang dicela itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim “ (QS. Al Hujuraat :11)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Allah Ta’ala melarang dari perbuatan sikhriyyah terhadap manusia, yaitu sikap merendahkan orang lain dan menghina mereka. Hal ini sebagaimana terdapat pula dalam hadits Nabi tatkala beliau bersabda, ‘Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain’, maksudnya adalah menghina dan menganggap orang lain lebih rendah, dan ini adalah perbuatan haram. Boleh jadi orang yang dihina lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah dan lebih Allah cintai. Oleh karena itu Allah berfirman, ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka”
Dalam ayat lain disebutkan secara khusus:
“Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya, boleh jadi yang dicela itu lebih baik “ (QS. Al Hujuraat 11).
Dikhususkan penyebutan wanita dalam ayat ini, karena kebanyakan yang melakukan perbuatan sikhriyyah adalah kaum wanita, sehingga disebutkan larangan secara khusus bagi mereka. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Syaukani dalam Fathul Qadir.
Sifat yang harus kita tanamkan dalam hati adalah sifat Tawadhu'. Ibnu mubarak berkata: “pokok tawadhu yaitu dirimu merendahkan diri dihadapan orang yang lebih miskin darimu, sehingga kamu menjadikan dia tahu bahwa dengan duniamu tidaklah kamu memiliki keutamaan diatasnya, serta kamu meninggikan dirimu dihadapan orang yang lebih kaya darimu, sehingga kamu menjadikan dia tahu bahwa dengan dunianya tidaklah dia memiliki keutamaan yang lebih diatasmu."
Hasan Al-Bashri menjelaskan: Tawadhu adalah engkau keluar rumah dan siapapun muslim yang engkau jumpai, engkau menganggapnya lebih baik darimu.