Nabi Isa a.s atas izin Allah mampu menghidupkan kembali orang yang telah mati. Tapi orang kafir ingkar tak peduli.
Katanya, “Kau hanya bisa hidupkan orang baru saja mati. Cobalah hidupkan olehmu orang-orang mati zaman dahulu”.
Isa a.s menjawab tanpa ragu, “pilihlah oleh kalian. Siapa yang harus aku hidpkan di hadapanmu”.
“Hidupkan Sam anak Nuh!” teriak mereka menggemuruh.
Maka Isa pergi ke makam Sam terletak tak jauh. Ia shalat dua rakaat penuh, kemudian berdoa pada Tuhannya. Lallu Allah bangkitkan Sam di hadapan mereka. Rambut kepala dan jenggotnya telah memutih semua.
Ditanyalah ia, “Mengapa kamu beruban, sedang dahulu kamu berambut hitam legam?”
Sam ibnu Nuh a.s menjawab iba, “Tatkala ku dengar panggilan keluar. Aku mengira kiamat telah tiba. Ketakutan diriku rasanya. Karena itulah rambutku memutih semua”.
Ditanyalah ia kembali, “Berapa lama engkau mati?”
“Empat ribu tahun,” katanya, “namun belum hilang juga pedihnya maut terasa”.
Apa yang dapat kita simpulkan dari keterangan di atau kabar diatas? Yang pertama adalah soal mukjizat.
Seseorang, baik ia beriman maupun tidak, asal ia menggunakan akalnya, mestinya langsung beriman apabila ditunjukan suatu keajaiban.
Nabi Isa a.s yang kita kenal dapat menyembuhkan penyakit dan menghidupkan orang mati sudah cukup bagi orang berakal untuk menerima risalahnya. Makanya sungguh naif kata-kata orang kafir yang meminta Isa a.s menghidupkan Sam karena ragu atas mukjizat itu kalau hanya orang yang baru meninggal saja yang bisa dihidupkan. Padahal orang yang baru maupun lama sama saja.
Di dunia ini tidak ada yang sanggup menghidupkan orang yang sudah mati. Apabila ada orang yang seperti itu, tentu itu adalah mukjizat yang dibawa seorang rasul. Dan kita, sebagai orang yang berakal wajib mengikuti risalah yang disampaikan.
Jadi, permintaan untuk menghidupkan Sam adalah keisengan kaumnya untuk tidak beriman. Sebagaimana orang Yahudi yang diperintahkan untuk menyembelih sapi betina. Sebenarnya mereka enggan melakukannya. Tapi dengan dalih ingin mengetahui jenis yang pasti mereka menanyakan kriteria sapi tersebut secara detil sehingga susah dipenuhi.
Demikian pula kisah ini. Dengan dihidupkan Sam, mestinya kewajiban mereka untuk beriman menjadi bertambah besar. Toh akhirnya masih ada juga yang tidak beriman. Yang demikian itu siksanya lebih dahsyat.
Kedua adalah soal pedihnya maut.
Memang dikabarkan bahwa proses keluarnya nyawa dari jasad seseorang sungguh menyakitkan. Bahkan menurut riwayat, Jibril pun tidak tega melihat Rasulullah SAW, sahabat dan kekasihnya itu saat dicabut nyawanya.
Sebetulnya, semua kisah ini mengandung pesan bahwa manusia harus selalu berusaha dan berdoa agar menjadi khusnul khatimah. Salah satu contoh orang yang meninggal dengan khusnul khatimah adalah orang yang berjihad di jalan Allah. Ia tidak saja tidak merasakan rasa pedihnya maut, tapi justru meminta kepada Allah untuk dihidupkan lagi dandimatikan lagi dalam keadaan syahid.
Masih banyak amal ibadah lain yang membuat seorang muslim menjadi khusnul khatimah dalam sakaratul mautnya.tak lupa diiringi doa, “Allahumma hawwin ‘alainaa fii sakaratil maut”.