Suatu ketika, Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pergi ke kebun kurma miliknya. Saat pulang, ia melihat sejumlah orang telah selesai melaksanakan shalat Ashar.
Melihat hal itu, Sayyidina Umar radhiyallahu ‘anhu langsung berucap, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, aku ketinggalan shalat jamaah!”
Karena ketinggalan shalat berjamaah bersama mereka, Umar sangat bersedih hati.
Untuk mengobati rasa bersalahnya, ia pun menyampaikan pengumuman di hadapan mereka.
“Saksikanlah, mulai sekarang aku sedekahkan kebunku untuk anak yatim dan fakir miskin,” kata sang khalifah kedua ini. Umar radhiyallahu ‘anhu merelakannya sebagai penebus atas keterlambatannya menunaikan shalat berjamaah.
Kisah ini diceritakan dalam kitab Anîsul Mu’minîn karya Shafuk Sa’dullah al-Mukhtar dan diriwayatkan ‘Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Sebenarnya, tak ada kewajiban bagi umat Islam untuk menghibahkan kekayaan sebesar itu ‘hanya’ gara-gara telat shalat jamaah. Namun Umar melakukan hal itu lantaran kecintaannya yang mendalam terhadap aktivitas ibadah.
Sikap Sayyidina Umar radhiyallahu ‘anhu tersebut juga mencerminkan kezuhudan dalam dirinya. Lebih dari sekadar ketertarikan atas pahala berlipat dari sembahyang jamaah, keputusannya itu menandakan bahwa hatinya tak begitu terikat dengan kemewahan dunia.
Melihat hal itu, Sayyidina Umar radhiyallahu ‘anhu langsung berucap, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, aku ketinggalan shalat jamaah!”
Karena ketinggalan shalat berjamaah bersama mereka, Umar sangat bersedih hati.
Untuk mengobati rasa bersalahnya, ia pun menyampaikan pengumuman di hadapan mereka.
“Saksikanlah, mulai sekarang aku sedekahkan kebunku untuk anak yatim dan fakir miskin,” kata sang khalifah kedua ini. Umar radhiyallahu ‘anhu merelakannya sebagai penebus atas keterlambatannya menunaikan shalat berjamaah.
Kisah ini diceritakan dalam kitab Anîsul Mu’minîn karya Shafuk Sa’dullah al-Mukhtar dan diriwayatkan ‘Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Sebenarnya, tak ada kewajiban bagi umat Islam untuk menghibahkan kekayaan sebesar itu ‘hanya’ gara-gara telat shalat jamaah. Namun Umar melakukan hal itu lantaran kecintaannya yang mendalam terhadap aktivitas ibadah.
Sikap Sayyidina Umar radhiyallahu ‘anhu tersebut juga mencerminkan kezuhudan dalam dirinya. Lebih dari sekadar ketertarikan atas pahala berlipat dari sembahyang jamaah, keputusannya itu menandakan bahwa hatinya tak begitu terikat dengan kemewahan dunia.