Allah Sudah Tetapkan Rezekimu, Jemputlah Dengan Cara Yang Benar dan Baik

Allah Sudah Tetapkan Rezekimu, Jemputlah Dengan Cara Yang Benar dan Baik

Alhamdulillahi Rabbil 'aalamiin. Segala puji hanya milik Allah, Dzat Yang Maha Memberi Rezeki yang tiada bertepi. Dialah Allah yang tiada tuhan selain-Nya, yang mencukupi rezeki seluruh makhluk-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah kepada baginda nabi Agung Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.

Allah Sudah Tetapkan Rezekimu, Jemputlah Dengan Cara Yang Benar dan Baik


Saudaraku, kita lihat ada beberapa pegawai yang sebentar lagi memasuki masa pensiun, dia dilanda kecemasan karena takut nanti di usia tua rezekinya berkurang.

Sehingga terkadang jiwanya menderita sebelum waktunya, pensiunnya masih 3 tahun lagi sementara penderitaannya sudah dirasakan mulai sekarang.

Mengapa demikian? Karena dia takut dan curiga rezekinya akan berkurang.

Padahal jika kita sudah yakin kepada Allah sebagai Ar Rozaaq, Yang Maha Memberi Rezeki, kita tidak akan merasa gelisah apalagi takut seperti itu. Karena seluruh makhluk diciptakan sudah lengkap dengan rezekinya masing-masing.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud [11] : 6)

Saudaraku, Rezeki itu bukan hanya masalah makan dan minum, namun pengertian rezeki jauh lebih luas. Bisa bernafas termasuk rezeki. Mata bisa berkedip juga merupakan rezeki. Segala keperluan lahir maupun batin yang terpenuhi, itu semua merupakan rezeki dari Allah.

Ketahuilah bahwa Allah tidak menyuruh kita mencari rezeki, melainkan menjemput rezeki. Jika disuruh ‘mencari’, maka itu antara ada dan tiada, sedangkan ‘menjemput’ itu sudah pasti ada.

Hanya yang jadi masalah adalah, apakah menjemputnya itu dengan cara yang benar dan baik atau tidak. Seperti kita punya teman di blok A yang akan kita jemput, tapi kita menjemput ke blok C, tentu saja tidak akan bertemu karena salah dalam menjemputnya.

Jadi jikalau kita sedang berikhtiar namun kita tidak bertemu dengan rezeki kita, bukan berarti tak ada rezeki untuk kita. Tapi bisa jadi karena kita melakukan hal-hal yang menyebabkan kita tidak berjumpa dengan jatah rezeki kita.

Ingatlah, Sejak kita berusia 120 hari di dalam rahim ibu kita, rezeki kita sudah ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Ketika masih dalam perut ibu Allah mengirim rezeki kita melalui tali ari-ari. Setelah lahir, tali ari-ari telah digunting, Allah mengirim rezeki kita melalui air susu ibu. Saat air susu ibu berhenti, di masa balita Allah menyediakan berbagai makanan dan minuman yang kalau lapar kita tinggal menangis, maka rezeki akan datang. Menjadi dewasa Allah mengirim rezeki melalui kerja (karya) yang kita lakukan, karena Allah telah mengaruniai kita kelengkapan dan kekuatan fisik, akal, dan inderawi.

Dan, kita tidak akan dicabut nyawanya sebelum bertemu dengan rezeki kita. Padahal selama kita berada di alam rahim, kita sama sekali belum mengerti apa-apa, pengalaman apalagi, belum punya.

Tapi Subhanallah, jatah rezeki kita mengalir terus hingga kita pun tumbuh berkembang dan lahir ke dunia. Ketika itu, bukan kita yang mengejar rezeki, tapi rezekilah yang mengejar kita. Sungguh, Allah Sang Maha Pemberi Rezeki.

Setiap makhluk yang diciptakan-Nya (di dunia) telah ditetapkan rezekinya, termasuk rezeki kita, maka di akhirat kelak Allah akan meminta pertanggung jawaban kehalalan rezeki kita perihal bagaimana cara memperoleh dan pembelanjaannya.  Mengapa demikian, karena dari sumbernya semua rezeki bersifat khair, hasan, dan karim.

"... benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (rizqan hasanan). (QS. Al-Hajj 22:58).

"Katakanlah: 'Apa yang di sisi Allah lebih baik dari permainan dan perniagaan', dan Allah sebaik-baik pemberi rezeki (ALLaHu khairur raziqiin)." (QS. Al-Jum'ah 62:11).

"Maka bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (rizqun karim)." (QS. Al-Hajj 22:50).

Oleh karenanya rezeki yang baik, yang halalan thoyiban, harus diambil dengan cara yang baik melalui cara-cara yang dihalalkan-Nya, disitulah letak pertanggungjawabannya.

Dalam Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Naim dari Abu Hurairah ra: Allah berfirman kepada para Malaikat yang diserahi urusan rezeki bani Adam:

"Hamba mana pun yang kalian dapati yang cita-citanya hanya satu (yaitu semata-mata untuk akhirat), jaminlah rezekinya di langit dan di bumi. Dan hamba mana pun yang kalian dapati mencari rezekinya dengan jujur karena hati-hati mencari keadilan, berilah dia rezeki yang baik dan mudahkanlah baginya. Dan jika ia telah melampaui batas kepada selain itu, biarkanlah dia sendiri mengusahakan apa yang dikehendakinya. Kemudian dia tidak akan mencapai lebih dari apa yang telah Aku tetapkan untuknya."

Jika kita perhatikan, maka konteks hadits qudsi tersebut merupakan sebuah sistemik bahwa Malaikat pembagi rezeki akan membukakan jalan yang mudah untuk mendapatkan rezeki bagi para hamba-Nya, pria-wanita, tua-muda, yang mempunyai tujuan dan cita-cita hidup hanya menghambakan diri kepada-Nya, maka Allah akan menjamin rezekinya secara pasti, melalui rezeki yang ada di langit maupun di bumi.

"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya, dan memberikan rezeki dari sumber yang tiada disangka-sangka; dan barangsiapa yang tawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya) sesungguhnya Allah melaksanakan segala urusan, dan benar-benar Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS. At-Thalaq 65:2-3)

Sementara bagi hamba-hamba yang melampaui batas, hamba-hamba yang bermegah-megah dengan kehidupan dunia dan lalai terhadap cita-cita akhiratnya, Allah menetapkan sistemik agar Malaikat pembagi rezeki tidak membantunya atau membiarkan manusia tersebut untuk berusaha sendiri dalam menggapai rezeki. Artinya, meskipun ia berusaha dengan sekuat tenaga, dengan penuh egois dan tamak, perolehan rezekinya tidak akan optimal, tidak akan lebih dari apa yang telah ditentukan oleh Allah SWT.

"... katakanlah: 'Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat lebih baik bagi orang-orang yang taqwa dan kalian tidak akan dianiaya sedikit pun'" (QS. An-Nisa 4:77)

"Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja, padahal di sisi Allah apa pahala dunia dan akhirat dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. An-Nisa 4:134)

Jadi, yakinlah pada jaminan Allah. Jika pencuri saja bisa bertemu dengan rezekinya, namun Allah tidak meridhoinya, maka apalagi hamba-hamba-Nya yang berikhtiar menjemput rezeki dengan cara-cara yang halal. Semoga kita termasuk orang-orang yang giat berikhtiar dan senantiasa yakin kepada Allah. Aamiin yaa Robbal ‘aalamiin.
Next article Next Post
Previous article Previous Post