Betapa banyak manusia di alam ini yang tersesat, sehingga mereka tidak menyembah Allah, namun yang mereka sembah adalah setan. Mereka menyembah, namun salah sasaran. Kita dan mereka sama-sama ibadah. Bedanya, kita beribadah kepada Tuhan yang benar, Al-Haq. Sementara mereka beribadah kepada tuhan yang batil, menyembah thaghut, yang tidak layak untuk disembah.
Kita dan mereka sama-sama capek, kita dan mereka sama-sama mengorbankan waktu dan tenaga. Bahkan bisa jadi, mereka lebih capek dibandingkan kita.
Allah berfirman menceritakan keadaan salah satu ahli neraka,
عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ . تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً
“Rajin beramal lagi kepayahan, namun, memasuki api yang sangat panas (neraka).” (QS. Al-Ghasyiyah: 3 – 4).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan satu riwayat dari Abu Imran Al-Jauni, bahwa suatu ketika Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu pernah melewati sebuah kuil, yang ditinggali seorang rahib nasrani.
Umarpun memanggilnya, ‘Hai rahib… hai rahib.’ Rahib itupun menoleh. Ketika itu, Umar terus memandangi sang Rahib. Dia perhatikan ada banyak bekas ibadah di tubuhnya. Kemudian tiba-tiba Umar menangis.
Beliaupun ditanya, ‘Wahai Amirul Mukminin, apa yang membuat anda menangis?. Mengapa anda menangis ketika melihatnya.’
Jawab Umar, ‘Aku teringat firman Allah dalam Al-Quran, (yang artinya) ‘Rajin beramal lagi kepayahan, namun, memasuki neraka yang sangat panas’ Itulah yang membuatku menangis.’ (Tafsir Ibn Katsir, 8/385).
Tahukah Anda mengapa mereka di neraka?
Mereka rajin ibadah, namun semua sia-sia, justru mengantarkan mereka ke neraka?
Apakah Allah mendzalimi mereka? Tentu tidak, karena Allah tidak akan pernah mendzalimi hamba-Nya. Allah haramkan diri-Nya untuk mendzalimi hamba-Nya.
Lalu apa sebabnya?
Tentu saja semua itu kembali kepada pelaku perbuatan itu. Sebabnya adalah dia salah dalam beribadah. Dia beribadah, namun salah sasarannya, salah tata caranya, salah niatnya, salah yang disembah, atau salah semuanya. Sehingga bagaimana mungkin Allah akan menerimanya? Dan di saat yang sama, Allah justru memberikan hukuman kepada mereka. Wal ‘iyadzu billah..
Saudaraku sesama muslim, yang dirahmati Allah..
Menyadari hal ini, sudah selayaknya kita bersyukur, Allah jadikan kita orang mukmin, padahal kita tidak pernah memintanya. Kita patut bersyukur, kita terlahir dari keluarga muslim, padahal kita tidak pernah diminta untuk memilihnya. Yang ini menjadi salah satu modal bagi kita agar ibadah kita diterima oleh Allah.
Kita sudah memiliki modal iman, tinggal saatnya kita berusaha agar amal kita diterima Allah. Bagaimana caranya? Caranya: kita berupaya agar amal yang kita kerjakan adalah amal yang benar. Benar sesuai dengan kriteria yang ditetapkan syariat.
Kriteria itu, Allah nyatakan dalam firman-Nya,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”.(QS. Al-Kahfi: 110).
Keterangan ayat,
- “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya” artinya dia siap bertemu Allah dengan membawa bekal amal yang diterima.
- “hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, itulah amal yang diajarkan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam.
- “dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, dengan ikhlas karena Allah ketika beribadah.
Itulah salah satu ayat yang menjelaskan kriteria amal yang benar dalam syariat,
- Benar niatnya: ikhlas karena mengharap balasan dari Allah
- Benar tata caranya: sesuai petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Niat yang ikhlas semata, belumlah cukup untuk membuat amal kita diterima. Semangat, bukan modal utama agar amal kita diterima. Karena kita juga dituntut untuk benar dalam tata caranya.
Sebagai mukmin, kita tentu tidak ingin amal kita ditolak karena salah prakteknya. Kita dalam beramal telah mengeluarkan modal tenaga, waktu, atau bahkan harta. Jangan sampai menjadi batal, karena kita kurang perhatian dengan tata cara beramal.
Karena itu, mari kita menjadi orang yang mencintai sunah dan berusaha membumikan sunah. Berusaha menyesuaikan amal kita dengan sunah. Dengan itu, kita bisa berharap, amal kita diterima. Kita bisa tiru semangat para ulama dalam meniti sunah, hingga mereka berdoa,
اللهم أمتنا على الإسلام وعلى السنة
“Ya Allah, matikanlah aku di atas islam dan sunah…” (HR. Al-Khatib dalam Tarikh Baghdad, 9/354).