Jika dilihat secara sekilas, bocah usia 10 tahun yang diketahui bernama Hafidin ini tak jauh berbeda dengan anak seusianya yang lain. Namun siapa sangka, bocah kecil ini harus menghidupi ibu dan kakeknya seorang diri.
Siswa SDN 1 Kebutuhjurang, Banjarnegara harus memenuhi kebutuhan hidup dirinya, sang ibu Biyah (40) dan kakeknya Sumedi (82).
Ketika teman-teman seusianya bermain dengan riang gembira, Hafidin malah memilih membantu para tetangganya mengantar atau membeli keperluan di warung. Darisana dia demi mendapat uang Rp 1.000 atau Rp 2.000.
"Biasanya disuruh membeli beras di warung terus dikasih uang. Kadang Rp 1.000, kadang Rp 2 ribu," tutur Hafidin, Jumat (8/9/2017).
Namun, terkadang tidak ada tetangga yang meminta bantuannya. Dengan terpaksa, ia pun memberanikan diri meminta makanan di rumah kerabatnya.
Anak semata wayang ini sudah ditinggal ayahnya meninggal dunia sejak 5 tahun silam. Sedangkan ibundanya, menderita sakit reumatik akut hingga tak mampu berjalan.
Beruntung, Hafidin dan keluarga masih mendapat tempat tinggal setelah rumah yang sebelumnya ditinggali ambruk karena lapuk. Saat ini, mereka tinggal di rumah saudaranya di Desa Kebutuhjurang Kecamatan Pagedongan yang kosong karena ditinggal pemiliknya merantau di Kalimantan.
Namun, hidup di bawah kemiskinan tidak lantas membaut Hafidin patah arang. Ia tetap terlihat bahagia layaknya anak-anak seusianya meski sudah punya tanggungjawab yang besar.
"Cita-cita saya ingin menyembuhkan ibu dan punya rumah sendiri," ujarnya.
Ibundanya, Biyah mengaku terpaksa menyuruh anaknya untuk mencukupi kebutuhan. Meski diakuinya, uang yang ia dapat juga tidak banyak.
"Untuk makan sehari-hari, kalau Hafidin tidak ada yang nyuruh, kami mengandalkan pemberian makan dari saudara atau tetangga," kata dia.
Siswa SDN 1 Kebutuhjurang, Banjarnegara harus memenuhi kebutuhan hidup dirinya, sang ibu Biyah (40) dan kakeknya Sumedi (82).
Hafidin, Bocah di Banjarnegara yang Harus Menghidupi Ibu dan Kakeknya |
Ketika teman-teman seusianya bermain dengan riang gembira, Hafidin malah memilih membantu para tetangganya mengantar atau membeli keperluan di warung. Darisana dia demi mendapat uang Rp 1.000 atau Rp 2.000.
"Biasanya disuruh membeli beras di warung terus dikasih uang. Kadang Rp 1.000, kadang Rp 2 ribu," tutur Hafidin, Jumat (8/9/2017).
Namun, terkadang tidak ada tetangga yang meminta bantuannya. Dengan terpaksa, ia pun memberanikan diri meminta makanan di rumah kerabatnya.
Anak semata wayang ini sudah ditinggal ayahnya meninggal dunia sejak 5 tahun silam. Sedangkan ibundanya, menderita sakit reumatik akut hingga tak mampu berjalan.
Beruntung, Hafidin dan keluarga masih mendapat tempat tinggal setelah rumah yang sebelumnya ditinggali ambruk karena lapuk. Saat ini, mereka tinggal di rumah saudaranya di Desa Kebutuhjurang Kecamatan Pagedongan yang kosong karena ditinggal pemiliknya merantau di Kalimantan.
Hafidin bersama ibu dan kakeknya. Foto: Uje Hartono |
Namun, hidup di bawah kemiskinan tidak lantas membaut Hafidin patah arang. Ia tetap terlihat bahagia layaknya anak-anak seusianya meski sudah punya tanggungjawab yang besar.
"Cita-cita saya ingin menyembuhkan ibu dan punya rumah sendiri," ujarnya.
Ibundanya, Biyah mengaku terpaksa menyuruh anaknya untuk mencukupi kebutuhan. Meski diakuinya, uang yang ia dapat juga tidak banyak.
"Untuk makan sehari-hari, kalau Hafidin tidak ada yang nyuruh, kami mengandalkan pemberian makan dari saudara atau tetangga," kata dia.