Yang menentukan semangat dalam diri seseorang bukanlah kondisi fisik, melainkan niat dan tekad kuat yang ada dalam hati.
Hal tersebut dibuktikan oleh Sugiarto. Walaupun tubuh lelaki berusia 38 tahun itu sudah lumpuh, namun semangatnya untuk mengajar mengaji sangat luar biasa.
Yang lebih membuat salut, penduduk Desa Karangbawang, Banyumas, Jawa Tengah ini punya sekitar dua puluh murid yang belajar mengaji kepadanya.
Ketika mengaji, para murid menempatkan diri mereka di sisi ranjang. Dengan penuh kesabaran Sugiarto memberikan pelajaran mengaji kepada anak didiknya.
Salah satu wali murid bernama Sulastri mengaku tak mempermasalahkan kondisi fisik Sugiarto.
Meski kondisinya terbatas ia masih yakin dengan kemampuan Sugiarto mengajar. Berkat jasa Sugiarto, kini anaknya yang telah tiga tahun berguru sudah lancar membaca Al-Qur’an.
Sugiarto mengaku bahagia masih bisa bermanfaat untuk orang lain.
Apa yang menjadikan Sugiarto mengalami nasib yang memilukan ini?
Pria jebolan Pondok Pesantren ternama di Banyumas ini awalnya mengajar ngaji secara normal. Namun, semua berubah saat bus antar provinsi menghantamnya di jalan raya sekitar 17 tahun silam.
Waktu itu, ia baru selesai mengajar mengaji siswanya.
Kecelakaan tersebut membuat pria yang akrab dipanggil Sugi ini pun harus dirawat di UGD selama 40 hari. Namun, perawatan tersebut bukannya membuatnya sembuh. Kondisinya malah memburuk. Bahkan, dokter yang menangani malah memvonisnya lumpuh total.
Meski dalam kondisi kekurangan, pria ini tidak pernah memungut biaya sepeserpun. Sebaliknya, dia mengaku pasrah dengan jalan hidup yang harus dilaluinya. Bahkan, dia berencana akan tetap mengajar mengaji kepada anak didiknya sampai akhir hayat.
Sang ibu dengan setia mendampinginya
Ada sosok yang setia mendampingi Sugi di masa sulitnya. Dialah wanita bernama Tasem yang merupakan ibundanya. Sang ibu bercerita bahwa anaknya telah menderita lumpuh lebih dari 17 tahun lamanya. Kondisi fisiknya juga terus menurun dan sering sakit-sakitan.
Sempat ada keinginan untuk membawa anaknya ke rumah sakit lagi. Namun, niat itu harus ditunda karena keterbatasan dana. Meski tergolong warga miskin, dia tidak mendapatkan jaminan kesehatan dari Pemerintah. Namun, Tasem mengaku bangga dengan keteguhan hati putranya yang tetap mengajar agama di tengah keterbatasan fisiknya.
Hal tersebut dibuktikan oleh Sugiarto. Walaupun tubuh lelaki berusia 38 tahun itu sudah lumpuh, namun semangatnya untuk mengajar mengaji sangat luar biasa.
Yang lebih membuat salut, penduduk Desa Karangbawang, Banyumas, Jawa Tengah ini punya sekitar dua puluh murid yang belajar mengaji kepadanya.
Ketika mengaji, para murid menempatkan diri mereka di sisi ranjang. Dengan penuh kesabaran Sugiarto memberikan pelajaran mengaji kepada anak didiknya.
Salah satu wali murid bernama Sulastri mengaku tak mempermasalahkan kondisi fisik Sugiarto.
Meski kondisinya terbatas ia masih yakin dengan kemampuan Sugiarto mengajar. Berkat jasa Sugiarto, kini anaknya yang telah tiga tahun berguru sudah lancar membaca Al-Qur’an.
Sugiarto mengaku bahagia masih bisa bermanfaat untuk orang lain.
Apa yang menjadikan Sugiarto mengalami nasib yang memilukan ini?
Pria jebolan Pondok Pesantren ternama di Banyumas ini awalnya mengajar ngaji secara normal. Namun, semua berubah saat bus antar provinsi menghantamnya di jalan raya sekitar 17 tahun silam.
Waktu itu, ia baru selesai mengajar mengaji siswanya.
Kecelakaan tersebut membuat pria yang akrab dipanggil Sugi ini pun harus dirawat di UGD selama 40 hari. Namun, perawatan tersebut bukannya membuatnya sembuh. Kondisinya malah memburuk. Bahkan, dokter yang menangani malah memvonisnya lumpuh total.
Meski dalam kondisi kekurangan, pria ini tidak pernah memungut biaya sepeserpun. Sebaliknya, dia mengaku pasrah dengan jalan hidup yang harus dilaluinya. Bahkan, dia berencana akan tetap mengajar mengaji kepada anak didiknya sampai akhir hayat.
Sang ibu dengan setia mendampinginya
Ada sosok yang setia mendampingi Sugi di masa sulitnya. Dialah wanita bernama Tasem yang merupakan ibundanya. Sang ibu bercerita bahwa anaknya telah menderita lumpuh lebih dari 17 tahun lamanya. Kondisi fisiknya juga terus menurun dan sering sakit-sakitan.
Sempat ada keinginan untuk membawa anaknya ke rumah sakit lagi. Namun, niat itu harus ditunda karena keterbatasan dana. Meski tergolong warga miskin, dia tidak mendapatkan jaminan kesehatan dari Pemerintah. Namun, Tasem mengaku bangga dengan keteguhan hati putranya yang tetap mengajar agama di tengah keterbatasan fisiknya.