Sekarang ini sering kita temukan dalam banyak komentar di sosial media yang mencoba untuk mengubah dan membentuk pola pikir yang bertentangan dengan syariat Islam.
Salah satunya yang kerap digemborkan adalah 'Yang Penting Baik'. 'Asal Seiman Gpp' dan beragam komentar lain yang menyudutkan syariat Islam.
Komentar tersebut ditulis memang sengaja ingin menjelek-jelekkan Islam dengan cara yang 'halus', yakni memvonis seseorang yang bersalah dengan menghukumi agama orang tersebut.
Jelas ini merupakan sebuah kekeliruan, Karena menghubungkan kesalahan seseorang dengan agama yang dianutnya adalah sebuah tindakan yang tidak bisa diterima, baik secara hukum maupun agama itu sendiri.
Kita hidup di Indonesia yang mana penduduknya mayoritas beragama Islam, Bayangkan jika di negara lain yang penduduknya banyak non muslim, lalu ada seorang non muslim tersangkut kasus seperti misalnya korupsi, Maka apakah bisa dikatakan kejahatan yang timbul tersebut adalah karena agama orang tersebut?
Tentu saja tidak! Karena kejahatan tidak kenal siapa dan agamanya apa
Sungguh ironis sekali, Hari ini masih banyak pandangan manusia dalam menilai seseorang hanya terbatas pada “yang penting hatinya baik” tidak peduli dengan keimanan dan akhlak aslinya, sehingga muncullah manusia-manusia yang sejatinya bejat dianggap baik oleh masyarakat. Karena tolok ukur mereka adalah apa yang mereka terima saat itu juga, semakin besar orang memberi, semakin besar kemungkinan ia dianggap baik oleh orang lain.
Definisi yang dipahami masyarakat diatas nampak sangat sempit. Bila demikian adanya, sekalipun orang kafir dan orang musyrik asalkan zahirnya baik, gemar memberi, gemar menebar senyum dan tidak berbuat anarkhi, ia akan dianggap baik oleh masyarakat.
Padahal Allah memberikan label kepada orang-orang kafir sebagai “syarrul bariyyah” yaitu seburuk-buruknya makhluk di muka bumi ini. Tapi, realitanya masih banyak orang yang memuliakan orang-orang kafir dengan mengangkat mereka menjadi pemimpin, dijadikan tokoh panutan dan mereka lebih baik daripada orang muslim yang jarang bersedekah, ujarnya. Naudzubillah.
Karena sesungguhnya seburuk-buruknya makhluk, sebagaimana tersurat dalam surah Al-Bayyinah ayat 6, “Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang musyrik(akan masuk) ke Neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” Sedangkan di dalam ayat ke 7, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mendapat predikat sebagai khoirul bariyyah,sebaik-baiknya makhluk.
Ingatlah, Manusia diciptakan bukan hanya untuk berbuat baik saja. Akan tetapi Allah menciptakan manusia dengan tujuan agar mereka beribadah kepada Allah. Maka siapa saja yang merasa diciptakan Allah hendaknya ia beribadah dan menjalankan perintah Allah meskipun terkadang dilihat orang kurang baik.
Inilah kenyataan yang kita hadapi hari ini. Manusia yang sebenarnya buruk dan sesat akan dianggap baik hati oleh masyarakat manakala ia mampu membahagiakan keinginan orang-orang disekitarnya. Tetapi manusia yang shalih akan tetap dianggap jahat dan tidak baik hatinya bila ia tidak dapat memenuhi hasrat masyarakat dengan menerima keburukan dan kemaksiatan mereka.
Sebagai hamba yang bertakwa, tentunya kita akan istiqamah dan setia diatas jalan kebenaran meskipun dianggap buruk oleh banyak orang, toh yang maha kuasa saja menganggap kita baik mengapa kita peduli dengan para makhluk-Nya. Lalu bagaimana dengan kebaikan orang kafir kepada orang-orang tersebut? Mereka tetaplah seburuk-buruk makhluk di muka bumi ini, bahkan lebih buruk dari binatang karena tidak mau tuduk dan patuh kepada Allah sang maha kuasa.
Wallahu a'lam.
Salah satunya yang kerap digemborkan adalah 'Yang Penting Baik'. 'Asal Seiman Gpp' dan beragam komentar lain yang menyudutkan syariat Islam.
Komentar tersebut ditulis memang sengaja ingin menjelek-jelekkan Islam dengan cara yang 'halus', yakni memvonis seseorang yang bersalah dengan menghukumi agama orang tersebut.
Jelas ini merupakan sebuah kekeliruan, Karena menghubungkan kesalahan seseorang dengan agama yang dianutnya adalah sebuah tindakan yang tidak bisa diterima, baik secara hukum maupun agama itu sendiri.
Kita hidup di Indonesia yang mana penduduknya mayoritas beragama Islam, Bayangkan jika di negara lain yang penduduknya banyak non muslim, lalu ada seorang non muslim tersangkut kasus seperti misalnya korupsi, Maka apakah bisa dikatakan kejahatan yang timbul tersebut adalah karena agama orang tersebut?
Tentu saja tidak! Karena kejahatan tidak kenal siapa dan agamanya apa
Sungguh ironis sekali, Hari ini masih banyak pandangan manusia dalam menilai seseorang hanya terbatas pada “yang penting hatinya baik” tidak peduli dengan keimanan dan akhlak aslinya, sehingga muncullah manusia-manusia yang sejatinya bejat dianggap baik oleh masyarakat. Karena tolok ukur mereka adalah apa yang mereka terima saat itu juga, semakin besar orang memberi, semakin besar kemungkinan ia dianggap baik oleh orang lain.
Definisi yang dipahami masyarakat diatas nampak sangat sempit. Bila demikian adanya, sekalipun orang kafir dan orang musyrik asalkan zahirnya baik, gemar memberi, gemar menebar senyum dan tidak berbuat anarkhi, ia akan dianggap baik oleh masyarakat.
Padahal Allah memberikan label kepada orang-orang kafir sebagai “syarrul bariyyah” yaitu seburuk-buruknya makhluk di muka bumi ini. Tapi, realitanya masih banyak orang yang memuliakan orang-orang kafir dengan mengangkat mereka menjadi pemimpin, dijadikan tokoh panutan dan mereka lebih baik daripada orang muslim yang jarang bersedekah, ujarnya. Naudzubillah.
Karena sesungguhnya seburuk-buruknya makhluk, sebagaimana tersurat dalam surah Al-Bayyinah ayat 6, “Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang musyrik(akan masuk) ke Neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” Sedangkan di dalam ayat ke 7, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mendapat predikat sebagai khoirul bariyyah,sebaik-baiknya makhluk.
Inilah kenyataan yang kita hadapi hari ini. Manusia yang sebenarnya buruk dan sesat akan dianggap baik hati oleh masyarakat manakala ia mampu membahagiakan keinginan orang-orang disekitarnya. Tetapi manusia yang shalih akan tetap dianggap jahat dan tidak baik hatinya bila ia tidak dapat memenuhi hasrat masyarakat dengan menerima keburukan dan kemaksiatan mereka.
Sebagai hamba yang bertakwa, tentunya kita akan istiqamah dan setia diatas jalan kebenaran meskipun dianggap buruk oleh banyak orang, toh yang maha kuasa saja menganggap kita baik mengapa kita peduli dengan para makhluk-Nya. Lalu bagaimana dengan kebaikan orang kafir kepada orang-orang tersebut? Mereka tetaplah seburuk-buruk makhluk di muka bumi ini, bahkan lebih buruk dari binatang karena tidak mau tuduk dan patuh kepada Allah sang maha kuasa.
Wallahu a'lam.